Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tolak Ekspor Pasir Laut, Partai Buruh Singgung Kerugian Negara, Buruh dan Lingkungan

Kompas.com - 02/06/2023, 19:35 WIB
Irfan Kamil,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Buruh menolak kebijakan pemerintah yang membuka ekspor pasir laut melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di laut.

Presiden Partai Buruh Said Iqbal menilai, kebijakan pemerintah dapat merugikan negara dan pekerja serta membahayakan kedaulatan dan lingkungan.

"Oleh karena itu, Partai Buruh menolak keras dibukanya kembali ekspor pasir laut," kata Said Iqbal dalam konferensi pers, Jumat (6/2/2023).

Said Iqbal menjelaskan, tiga fokus utama didirikannya Partai Buruh adalah labour right atau hak tenaga kerja. Partai Buruh hadir untuk memastikan hak-hak buruh terpenuhi. Misalnya upah yang layak, kesejahteraan dan tidak boleh ada pemutusan hubungan kerja (PHK).

Kedua terkait dengan human right atau hak asasi manusia yang menjadi concern Partai Buruh di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Ketiga adalah protection and environmental yaitu perlindungan lingkungan.

Baca juga: Ekspor Pasir Laut Diizinkan, Pemerhati Khawatirkan Kandungan Mineral Lain Ikut Terbawa

"Dalam kasus pasir laut, Partai Buruh memandang dari protection and environmental atau perlindungan lingkungan," kata Said Iqbal.

Berdasarkan catatan Partai Buruh, pengerukan pasir laut dari 1997 sampai 2002 dari zaman Presiden Soeharto sampai reformasi pengerukan pasir laut telah merusak lingkungan, ekosistem dan habitat di laut.

Temuan dari berbagai aktivis yang bergabung dengan Partai Buruh menyebutkan, dampak dari pengerukan pasir laut menyebabkan nelayan-nelayan kehilangan ikan.

"Oleh karena itu Partai Buruh menolak keras dibukanya kembali ekspor pasir laut, jangan hanya komersialisasi saja, tapi lingkungan dan nelayan harus diperhatikan, itu sikap Partai Buruh, itu hanya mementingkan para pemilik modal saja kok, negara dapatnya berapa sih? Pajaknya berapa sih?" kata Said Iqbal.

Baca juga: Walhi Tolak Masuk Tim Kajian KKP Terkait Ekspor Pasir Laut

"Itu akal-akalan, siapa yang bisa kontrol pasir laut yang diangkut berapa ribu ton? Laporan ke negara berapa ton? Bohong semua itu, enggak mungkin negara diuntungkan, yang diuntungkan itu kelompok pengelola pasir laut itu dan pejabat-pejabat di belakangnya yang menyetujui itu," ucapnya.

Lebih jauh, Said Iqbal pun menyinggung bahaya kedaulatan negara yang terdampak akibat ekspor pasir laut oleh pemerintah. Ia berpandangan, pemerintah seharusnya mempertimbangkan bahaya kemanan akibat kebijakan tersebut.

Presiden Partai Buruh ini pun menyinggung teori ilmu ekonomi klasik dari Adam Smith yang menyatakan bahwa kedaulatan negara adalah tanah.

"Begitu pasir laut yang yang diekspor misal ke Singapura atau mungkin ke China itu daratan yang menerima pasir laut bertambah, akibatnya apa? Kan zona batas laut itu kan ada konvensi PBB-nya, dihitung dari daratannya yang terujung, ya otomatis laut Indonesia nanti terancam dong, bagaimana sih ini serakah banget mau komersialisasi enggak mau bicara kedaulatan," kata Said Iqbal.

Baca juga: Kemenkeu: Pasir Laut Kecil Kontribusinya...

"Kan pasir laut itu untuk nguruk dan membuat reklamasi-reklamasi, akibatnya negara itu daratannya bisa bertambah, mengancam zona batas laut Indonesia dong, nanti bisa dipersoalkan lagi seperti Sipadan dan Ligitan, itu berbahaya," ucapnya.

Lebih lanjut, Partai Buruh juga menilai, ekspor pasir laut juga mengancam kesejahteraan buruh yang bekerja, utamanya buruh lokal.

Halaman:


Terkini Lainnya

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com