JAKARTA, KOMPAS.com - Praktik Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) tengah menjadi sorotan. Masalah ini bahkan telah diangkat dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN di Labuan Bajo beberapa pekan lalu. Sebab, korbannya tidak hanya berasal dari Indonesia.
Menteri Luar Negeri (Menlu) RI, Retno Marsudi menyatakan bahwa kasus perdagangan orang sudah menjadi masalah regional di kawasan ASEAN.
Warga Negara Indonesia (WNI) korban perdagangan orang tercatat berada di Myanmar, Kamboja, Thailand, Vietnam, Laos, dan Filipina.
Terbaru, fakta terungkap bahwa sebanyak 1.900 jenazah korban TPPO dipulangkan ke dalam negeri dalam tiga tahun belakangan. Artinya, hampir 2 jenazah yang pulang setiap hari karena TPPO.
Khusus Nusa Tenggara Timur (NTT), ada 53 jenazah WNI yang dipulangkan dalam kurun waktu Januari - Mei 2023.
Baca juga: Ungkap Cara Sindikat TPPO Menjerat Korban, Migrant Care: Dilihat yang Terdesak Ekonomi
Hal tersebut mengacu pada pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD yang merujuk pada laporan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI).
Angka kematian WNI itu bersumber dari jumlah WNI yang ditangani oleh BP2MI. Dalam tiga tahun terakhir, BP2MI menangani sekitar 94.000 pekerja migran Indonesia yang dideportasi dari negara-negara Timur Tengah dan Asia.
Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Ramdhani mengungkapkan, dari jumlah tersebut, sebanyak 90 persen merupakan mereka yang berangkat dengan jalur tidak resmi atau non prosedural.
Kemudian, sedikitnya terdapat 3.600 PMI yang mengalami sakit, depresi, hilang ingatan, bahkan cacat secara fisik.
Baca juga: Mahfud: Lebih dari 1.900 Jenazah WNI Korban TPPO Dipulangkan ke Tanah Air dalam Setahun
Tumbuh suburnya TPPO dipengaruhi oleh praktik saling melindungi (backing) oleh beberapa pihak. Mahfud mengatakan, praktik saling melindungi bahkan menjadi penyebab terhambatnya penanganan TPPO.
Padahal sejatinya, pemerintah sudah mengetahui simpul-simpul kasus TPPO.
Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Judha Nugraha sempat merinci, ada beberapa modus yang dilakukan oleh para sindikat untuk menjerat korban.
Dalam kasus ini, para WNI ditawarkan bekerja di luar negeri dengan gaji tinggi tanpa kualifikasi.
Mereka ditawari bekerja di luar negeri dengan gaji antara 1.000-1.200 dollar AS atau setara dengan Rp 14,6 juta-Rp 17,5 juta (kurs Rp 14.600/dollar AS).
Baca juga: Polri Segera Tindak Lanjuti Arahan Jokowi Terkait Penanganan TPPO
Setelah itu, para korban berangkat ke luar negeri tidak menggunakan visa yang semestinya. Bukan visa bekerja, biasanya mereka menggunakan visa wisata atau visa kunjungan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.