JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) diharapkan memutuskan sistem pemilu legislatif (pileg) dengan mempertimbangkan kemungkinan putusan itu mengganggu tahapan Pemilu 2024 yang sudah berjalan.
Pasalnya, tahapan pencalonan anggota legislatif sudah berlangsung sejak 1 Mei 2023, dengan merujuk pada sistem proporsional terbuka yang sejauh ini masih berlaku.
"Kalau kita bicara, hukum itu soal keadilan kepastian dan kemanfaatan. Bermanfaat atau tidak kalau sekarang kita memutus (sistem pemilu)? Walaupun, misalnya itu benar. Dalam arti, diterima secara general dalam penalaran publik dan konstitusional," kata eks hakim konstitusi, I Dewa Gede Palguna, ketika dihubungi Kompas.com, Kamis (1/6/2023).
"Kalau itu tidak menimbulkan manfaat, membuat kekacauan, kan itu harus dipertimbangkan ulang, apakah mulai berlaku sekarang atau bagaimana," ujarnya lagi.
Baca juga: Eks Hakim Konstitusi: Konstitusionalitas Sistem Pemilu Bukan Wilayah MK
Palguna menyebut bahwa kemungkinan putusan sistem pemilu legislatif muncul di tengah pencalegan bukan sepenuhnya salah MK.
Menurutnya, MK tak punya opsi lain. Sebab, terdapat belasan pihak, mulai dari perorangan, partai politik, hingga LSM yang mengajukan diri sebagai pihak terkait dalam perkara nomor 114/PUU-XX/2022 tentang sistem pileg proporsional terbuka.
Hal ini menyebabkan sidang pemeriksaan perkara ini berlangsung lama, meskipun pendaftaran uji materiil sudah dilayangkan tahun lalu.
"Tetapi, MK juga harus mempertimbangkan soal itu (kemungkinan putusan mengganggu tahapan pemilu), walaupun itu bukan alasan utama untuk mengatakan (pasal tentang sistem pemilu) konstitusional atau tidak. Bisa saja putusan ini mulai berlakunya kapan," kata Palguna.
Baca juga: MK Diminta Pertimbangkan Konteks Politik Terkini dalam Putuskan Sistem Pemilu
Sebelumnya diberitakan, majelis hakim konstitusi akan melakukan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) untuk menyusun putusan perkara nomor 114/PUU-XX/2022 atau gugatan terkait pemilu legislatif sistem proporsional daftar calon terbuka yang saat ini diterapkan Indonesia.
Sidang pemeriksaan sudah rampung digelar pada Selasa pekan lalu.
RPH berlangsung secara tertutup di lantai 16 gedung MK dan hanya diikuti oleh sembilan hakim konstitusi dan beberapa pegawai yang disumpah untuk menjaga kerahasian putusan.
Masing-masing hakim konstitusi akan membuat legal opinion sebelum tiba pada putusan bersama, meskipun hakim yang berbeda pendapat bisa menyampaikan dissenting opinion dalam putusan tersebut.
Setelah putusan dihasilkan lewat RPH, panitera akan mengagendakan sidang pembacaan putusan.
Baca juga: Majelis Hakim MK Segera Rapat Tentukan Putusan Sistem Pemilu
Juru Bicara MK, Fajar Laksono menjamin bahwa MK akan mengumumkan jadwal pembacaan putusan tiga hari sebelumnya.
Namun, MK tidak bisa memastikan kapan RPH berlangsung dan kapan sidang pembacaan putusan digelar. Terlebih, undang-undang memang tidak memberi batasan waktu untuk itu.
Sebelumnya, Wakil Ketua MK Saldi Isra menyebut bahwa perkara ini akan segera diputus.
"Kami akan segera menyelesaikan permohonan ini. Jadi, jangan dituduh juga nanti MK menunda segala macam, begitu," ujar Saldi pada Selasa lalu.
Sebagai informasi, gugatan nomor 114/PUU-XX/2022 ini diajukan oleh Demas Brian Wicaksono (pengurus PDI-P), Yuwono Pintadi (anggota Partai Nasdem), Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, serta Nono Marijono.
Di Senayan, sejauh ini, delapan dari sembilan partai politik parlemen menyatakan secara terbuka penolakannya terhadap kembalinya sistem pileg proporsional tertutup.
Hanya PDI-P yang secara terbuka menyatakan dukungannya untuk kembali ke sistem proporsional tertutup.
Baca juga: Soal Pernyataan Informasi Putusan MK, Denny Indrayana Bantah Bocorkan Rahasia Negara
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.