PADA 1998, dengan penuh euphoria saya antusias menyambut kedatangan Orde Reformasi menggantikan Orde Baru.
Namun sejak awal secara intuitif saya merasakan beberapa kekeliruan hadir di tengah kebenaran Orde Reformasi yang menjelang awal abad XXI telah saya tuangkan secara tertulis pada buku “Kelirumologi Reformasi”.
Pada awalnya beberapa kekeliruan tersebut memang masih terasa samar-samar sebagai sekadar gejala simptomatis belaka tanpa kejelasan tentang apa sebenarnya sang penyakitnya sendiri.
Namun setelah 25 tahun berlalu, maka sang gejala yang semula terasa samar-samar itu lambat namun pasti berhasil menampakkan diri sebagai kenyataan faktual yang jelas secara tak terbantahkan tampak kejelasannya.
Primadona misproduksi terparah Orde Reformasi adalah pemerataan korupsi.
Perilaku buruk yang seharusnya dibasmi habis ternyata alih-alih hilang lenyap malah makin merajalela seperti penyakit kanker yang bermetastase liar dan buas merambah ke mana-mana tanpa terkendali akibat memang seolah tidak ada yang mau mengendalikannya.
Syukur Alhamdullilah, setelah 25 tahun berlalu, baru pada pertengahan 2023, tampil mantan Ketua MK yang kini diangkat menjadi Menko Polhukam setelah batal dicapreskan, Mahfud MD mulai turun-tangan untuk membenahi benang ruwet korupsi yang sudah terlanjur sangat ganas menggerogoti segenap sendi peradaban negeri kita tercinta ini.
Perjuangan Mahfud MD sungguh tidak ringan dan tidak mudah. Korupsi yang pada masa Orde Baru terbatas dilakukan oleh sekelompok penguasa tertentu saja ternyata pada masa Orde Reformasi malah terlanjur mengalami proses pemerataan ke segenap penjuru.
Orde Reformasi membiarkan proses pemerataan korupsi terjadi secara struktural serta sistematis masif merata sampai jenjang terbawah.
Orde Reformasi telah berhasil mendemokratisasikan korupsi sehingga siapa saja yang sedang memegang tampuk kekuasaan bisa kalau mau melakukan korupsi yang sudah menjadi kelaziman yang sudah sedemikian melazim sehingga sama sekali tidak terasa luar biasa bagi masyarakat Indonesia masa kini.
Tiada hari tanpa korupsi. Para koruptor juga cukup cerdas dalam mewujudkan korupsi secara berjemaah dengan membagi-bagi hasil korupsi kepada para sejawat serta para penegak hukum. Jurus bagi-bagi itu ampuh mengamankan para koruptor dari risiko dimejahijaukan.
Para koruptor telah berhasil menciptakan suasana saling terkait sehingga apabila dirinya ditangkap, maka secara efek-domino akan menyeret para penerima bagi-bagi hasil korupsi untuk ikut bertanggung-jawab.
Sementara secara politis korupsi juga dimanfaatkan sebagai senjata untuk melumpuhkan lawan politik dengan melaporkan lawan politik ke KPK yang seharusnya independen namun de facto dependent maka tunduk pada penguasa yang sedang berkuasa.
Ancaman dipolisikan juga ampuh untuk membungkam oposisi di negeri yang konon demokratis maka seharusnya memberikan kebebasan berbicara kepada rakyatnya.
Pendek kata Orde Reformasi telah berhasil membudidayakan korupsi menjadi penyakit gawat darurat yang ganas merusak segenap sendi peradaban negara dan bangsa Indonesia.
Maka sekarang telah tiba saatnya masyarakat madani Indonesia bangkit untuk mendukung perjuangan Mahfud MD membasmi korupsi yang mustahil berhasil jika dilakukan hanya oleh Mahfud MD seorang diri saja.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.