Para tokoh tersebut bersama senior advisor Bappenas Dr. Bambang Wasito Adi dan beberapa tokoh nasional lainnya mengadakan training of trainer capacity building untuk meningkatkan kapasitas sukarelawan dalam memahami tantangan bonus demografi.
Pelatihan itu diharapkan mendorong setiap provinsi memiliki rencana strategis dalam menghadapi bonus demografi sehingga dapat meningkatkan produktivitas warga. Dengan begitu, bangsa kita lolos dari middle income trap.
Brasil dan Afrika Selatan gagal memanfaatkan momentum bonus demografi. Saat ini, program yang diinisiasi yayasan tersebut sudah dilaksanakan di Karang Anyar dan Solo.
Pada kesempatan lain, pada masa sulit pandemi September 2020, saya bersama beberapa teman melalui komunitas yang berfokus pada isu bonus demografi, juga pernah mengundang Sarwono Kusumaatmadja dalam seminar daring. Lagi-lagi beliau menyampaikan pemikiran dan daya kritis tak lazim yang jarang disuarakan.
Ia meneropong, hari ini dan masa depan, Indonesia akan mengalami krisis pangan, pengangguran dan kesehatan masyarakat.
Argumentasinya, jika bangsa kita ingin mengoptimalkan potensi bonus demografi, maka harus memiliki skala prioritas, yaitu pendidikan dan pelatihan, energi, ketahanan pangan, air, dan kesehatan masyarakat.
Ia juga mengingatkan, dunia pada masa depan akan mengalami siklus iklim yang sulit di prediksi. Iklim akan menjadi tantangan global sehingga dibutuhkan kebijakan progresif mulai saat ini.
Indonesia punya daya tawar kuat karena posisi strategis hutan tropis gigantis yang menyokong oksigen penduduk global. Kita juga bisa menyaksikan sekarang bagaimana iklim sukar diramalkan.
Perubahan cuaca ekstrem pada beberapa negara telah menelan korban jiwa dan memengaruhi produksi pertanian karena gagal panen.
Pada masa depan, jika bangsa kita tidak bersiap dan memiliki visi dalam menanggulangi serta tidak mampu membangun aliansi dunia yang peduli akan hal tersebut, bukan tidak mungkin, bangsa kita akan menjadi target eksploitasi bangsa lain karena tidak mampu mengelola tantangan tersebut.
Negara hanya akan sekadar menjadi periuk politikus dan pejabat kerah putih yang korup. Minus cakrawala wawasan memahami geopolitik dan geostrategis global saat ini.
Dengan mempertimbangkan buah pikiran, gagasan, dan tindakannya dalam mendorong publik dan pemerintah agar visioner dalam menghadapi sekelumit permasalahan nasional dan global, rasanya gelar kepahlawanan kepada duo Kusumaatmadja pantas disematkan.
Gelar itu akan menjadi inspirasi dan mendorong para elite, politisi, dan khususnya lagi generasi muda lebih tajam meneropong isu global sekaligus produktif dengan bergotong royong melahirkan terobosan berdaya sehingga tidak hanya menjadi sekadar follower atau malah bersifat partisan.
Indonesia membutuhkan jutaan bunga Kusuma agar mengharumkan bangsa kita dengan terobosan serta prestasi di kancah nasional sekaligus internasional. Selamat jalan, Pak Sarwono.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.