JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara, Denny Indrayana mengaku mendapat informasi bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) akan mengabulkan gugatan terkait sistem pemilu yang isinya bakal mengubah sistem pemilu menjadi proporsional tertutup.
Denny mengaku tahu informasi ini bukan dari hakim MK.
"Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan hakim konstitusi," ujar Denny lewat akun sosial media @dennyindrayana99 dikutip setelah dikonfirmasi Kompas.com, Senin (29/5/2023).
Baca juga: Tak Persoalkan Apa Pun Putusan MK, Cak Imin: Yang Penting Tak Berpotensi Tunda Pemilu
Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM ini mengatakan, karena putusan itu, sistem pemilu akan kembali melalui pemilihan gambar partai tanpa mengetahui orang-orang yang akan menjadi wakil mereka di legislatif.
Berdasarkan informasi itu, menurut dia, dari sembilan hakim MK, enam di antaranya mengabulkan gugatan, sedangkan tiga lainnya memiliki pendapat berbeda atau dissenting opinion.
"Info tersebut menyatakan, komposisi putusan 6 berbanding 3 dissenting," kata dia.
Dengan sistem proporsional tertutup ini, kata Denny, Pemilu 2024 akan terasa kembali seperti Orde Baru yang otoriter dan koruptif.
Adapun judicial review atau uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait sistem proporsional terbuka diajukan ke MK.
Apabila judicial review itu dikabulkan oleh MK, sistem pemilu pada 2024 mendatang akan berubah menjadi sistem proporsional tertutup.
Baca juga: Putusan MK soal Sistem Pemilu Diduga Bocor, Mahfud MD Minta Polisi Usut
Gugatan uji materi terhadap sistem pemilu ini teregistrasi dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022.
Uji materi ini diajukan oleh enam orang, yakni Demas Brian Wicaksono (pemohon I), Yuwono Pintadi (pemohon II), Fahrurrozi (pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (pemohon IV), Riyanto (pemohon V), dan Nono Marijono (pemohon VI).
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD meminta polisi dan MK mengusut dugaan kebocoran informasi soal putusan MK terkait sistem pemilihan legislatif (pileg) ini.
Sebab, menurut dia, putusan MK yang belum dibacakan masih berstatus rahasia negara.
"Terlepas dari apa pun, putusan MK tak boleh dibocorkan sebelum dibacakan. Info dari Denny ini jadi preseden buruk, bisa dikategorikan pembocoran rahasia negara. Polisi harus selidiki info A1 yang katanya menjadi sumber Denny agar tak jadi spekulasi yang mengandung fitnah," kata Mahfud lewat akun Twitter resminya @mohmahfudmd yang dipantau Antara di Jakarta, Minggu (28/5/2023).
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.