Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Amnesty Internasional Surati Menteri ATR/BPN, Nilai Ada Indikasi Pelanggaran HAM Terkait Pembebasan Lahan di Wadas

Kompas.com - 26/05/2023, 05:53 WIB
Singgih Wiryono,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Amnesty Internasional mengirimkan surat terbuka kepada Menteri Agraria Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto terkait dugaan pelanggaran hak asasi manusia dalam pembebasan lahan di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah.

"Perihal: Proses Pembebasan Lahan di Desa Wadas Berpotensi Melanggar HAM," demikian isi surat terbuka tersebut dikutip Kompas.com, Kamis (25/5/2023).

Ada empat poin desakan yang dikirimkan dalam surat terbuka itu.

Pertama, tidak memberlakukan konsinyasi dalam kasus Wadas yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

"Kedua, menghentikan segala bentuk tekanan terhadap warga Desa Wadas yang merupakan pelanggaran hak atas rasa aman," ujar Deputi Direktur Amnesty Internasional Wirya Adiwena dalam surat terbuka itu.

Baca juga: 5 Kasus Sorotan Publik yang Ditangani Komnas HAM, dari Sambo hingga Wadas

Desakan ketiga, meminta agar Menteri ATR/BPN memastikan warga Desa Wadas dilibatkan secara bermakna, aktif, dan transparan dalam proses pengambilan keputusan.

Khususnya keputusan terkait kebijakan pembangunan yang dilakukan di wilayah tempat tinggal mereka.

"Keempat (terakhir) menjamin bahwa kebijakan pembangunan apa pun tidak akan merugikan hak asasi warga, termasuk hak atas perumahan yang layak, hak atas penghidupan yang layak, serta hak atas lingkungan yang bersih dan sehat," kata Wirya.

Desakan itu muncul karena ada informasi dari pendamping warga bahwa pemerintah disebut mengambil jalan pintas menghadapi warga yang tidak setuju terhadap rencana penambangan.

Baca juga: Masyarakat Wadas Penolak Tambang Peringati Tragedi 23 April, Tuntut Ganjar Pranowo Bertanggung Jawab

Warga yang menolak diminta menyerahkan berkas lahan untuk keperluan inventarisasi.

Jika tidak diserahkan, pemerintah akan menerapkan mekanisme konsinyasi, penitipan uang ganti rugi melalui pengadilan.

"Amnesty Internasional menilai bahwa ancaman konsinyasi merupakan bentuk tekanan terhadap warga yang berupaya mempertahankan hak untuk tetap hidup di wilayah yang telah mereka tempati secara turun temurun," ucap dia.

Padahal, kata Wirya, konsinyasi tersebut juga tidak sesuai dengan Pasal 89 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19/2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, peraturan pelaksana dari UU Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja.

Karena dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan, konsinyasi bisa dilakukan jika pemilik tahan tidak diketahui keberadaannya atau jika terdapat ketidaksepakatan besaran ganti rugi.

"Dalam kasus di Desa Wadas, penolakan tidak didasarkan pada nominal uang ganti rugi yang ditawarkan, melainkan kepada dampak penambangan terhadap lingkungan tempat tinggal dan sumber penghidupan mereka," kata Wirya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com