Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 25/05/2023, 13:15 WIB
Achmad Nasrudin Yahya

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materi terkait perubahan masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari empat tahun menjadi lima tahun.

Adapun gugatan dilayangkan langsung oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron terhadap Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Amar putusan, mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan, Kamis (25/5/2023).

Dalam salah satu pertimbangan, hakim menyebutkan bahwa sistem perekrutan pimpinan KPK dengan skema empat tahunan telah menyebabkan dinilainya kinerja dari pimpinan KPK yang merupakan manifestasi dari kinerja lembaga KPK sebanyak dua kali oleh presiden ataupun DPR.

Baca juga: Wakil Ketua KPK Ajukan Masa Jabatan Jadi 5 Tahun, KPK: Itu Sikap Pribadi

Penilaian dua kali tersebut dianggap dapat mengancam independensi KPK karena dengan kewenangan presiden ataupun DPR untuk dapat melakukan seleksi atau rekrutmen sebanyak dua kali dalam periode atau masa jabatan kepemimpinannya.

Hal ini pun dinilai berpotensi tidak saja memengaruhi independensi, tetapi juga psikologis dan benturan kepentingan terhadap pimpinan KPK yang hendak mendaftarkan diri.

Pertimbangan lainnya, perbedaan masa jabatan pimpinan KPK dengan lembaga independen lain dianggap telah mencederai rasa keadilan. Alasannya. karena telah memperlakukan beda terhadap hal yang seharusnya berlaku sama.

Perbedaan ini dinilai bertentangan dengan Pasal 28D Ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945.

Oleh karena itu, sesuai Pasal 24 Ayat 1 UUD 1945 dan menurut penalaran yang wajar, MK menganggap ketentuan yang mengatur masa jabatan pimpinan KPK seharusnya disamakan dengan ketentuan yang mengatur hal yang sama pada lembaga negara constitutional importance yang bersifat independen, yaitu lima tahun.

Dalam putusan ini, terdapat empat Hakim Konstitusi yang menyatakan dissenting opinion atau pendapat berbeda. Mereka yakni Suhartoyo, Wahiduddins Adam, Saldi Isra dan Enny Nurbaningsih.

Pada intinya, keempat Hakim Konstitusi ini menganggap masa jabatan tidak berkaitan dengan rasa keadilan. Sebaliknya, hal ini harus dilihat dari kelembagaan terkait pembentukannya.

Sebelumnya diberitakan, Ghufron meminta masa jabatan pimpinan lembaga antirasuah diubah menjadi lima tahun.

Permintaan tersebut juga tertuang dalam judicial review (permohonan uji materi) yang dilayangkan ke Mahkamah Konstitusi pada akhir 2022. Semula, masa jabatan pimpinan KPK adalah empat tahun.

"Saya meminta keadilan sesuai UUD 45 Pasal 27 dan Pasal 28 D agar masa jabatan pimpinan KPK disamakan dengan 12 lembaga negara non-kementerian lainnya," kata Nurul Ghufron saat dihubungi Kompas.com, Selasa (16/5/2023).

Baca juga: IM57+ Pertanyakan Agenda di Balik Keinginan Nurul Ghufron Perpanjang Masa Jabatan Pimpinan KPK

Ia meminta masa jabatan KPK disamakan dengan 12 negara non-kementerian lainnya (auxiliary state body), di antaranya Komnas HAM, Ombudsman RI, Komisi Yudisial, KPU, dan Bawaslu.

Hal ini sesuai Pasal 7 UUD 1945 bahwa masa pemerintahan di Indonesia adalah lima tahunan.

Oleh karena itu, menurut dia, seluruh periodisasi masa pemerintahan seharusnya adalah lima tahun.

"Karenanya, masa jabatan empat tahun akan melanggar prinsip keadilan sebagaimana Pasal 27 dan Pasal 28D UUD 1945 jika tidak diperbaiki atau disamakan," ujarnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

PKB Ingin 'Disiplinkan' Menag Gara-gara Ucapannya, Gus Yaqut: Ya Monggo

PKB Ingin "Disiplinkan" Menag Gara-gara Ucapannya, Gus Yaqut: Ya Monggo

Nasional
Kunjungi Galangan Kapal Selam di Jerman, KSAL: Kami Ajukan ke Kemenhan Mana yang Cocok

Kunjungi Galangan Kapal Selam di Jerman, KSAL: Kami Ajukan ke Kemenhan Mana yang Cocok

Nasional
MK Tak Masalah Proses Penetapan UU Ciptaker Tak Selaras UUD 1945

MK Tak Masalah Proses Penetapan UU Ciptaker Tak Selaras UUD 1945

Nasional
Momen Ganjar, Moeldoko, dan Hary Tanoe Satu Panggung Rayakan HUT PSMTI

Momen Ganjar, Moeldoko, dan Hary Tanoe Satu Panggung Rayakan HUT PSMTI

Nasional
Saksi Sebut Beri Rp 100 Juta ke Perusahaan Rafael Alun untuk Pendampingan Pajak

Saksi Sebut Beri Rp 100 Juta ke Perusahaan Rafael Alun untuk Pendampingan Pajak

Nasional
Soal Bakal Cawapres Ganjar, Puan: Nama-nama yang Masuk Punya Kesempatan Sama

Soal Bakal Cawapres Ganjar, Puan: Nama-nama yang Masuk Punya Kesempatan Sama

Nasional
Jokowi Antarkan SBY hingga Mobil Sebelum Tinggalkan Istana Bogor

Jokowi Antarkan SBY hingga Mobil Sebelum Tinggalkan Istana Bogor

Nasional
Bantah 'Main Uang' di Proyek Pulau Rempang, Menteri Bahlil: Kalau Ada, Saya Berhenti Jadi Menteri

Bantah "Main Uang" di Proyek Pulau Rempang, Menteri Bahlil: Kalau Ada, Saya Berhenti Jadi Menteri

Nasional
Mahfud atau Khofifah, Mana Lebih Cocok Dampingi Ganjar Jadi Cawapres?

Mahfud atau Khofifah, Mana Lebih Cocok Dampingi Ganjar Jadi Cawapres?

Nasional
DPR dan Pemerintah Setujui RUU Pelarangan Senjata Nuklir Dibawa ke Rapat Paripurna, Akan Disahkan Jadi UU

DPR dan Pemerintah Setujui RUU Pelarangan Senjata Nuklir Dibawa ke Rapat Paripurna, Akan Disahkan Jadi UU

Nasional
Tanggal 3 Oktober Memperingati Hari Apa?

Tanggal 3 Oktober Memperingati Hari Apa?

Nasional
Politikus PPP Ungkap Mahfud dan Khofifah Sudah Bertemu Megawati

Politikus PPP Ungkap Mahfud dan Khofifah Sudah Bertemu Megawati

Nasional
Laut Indonesia Disebut Punya Banyak “Internal Wave”, Kapal Selam Tak Berani Masuk

Laut Indonesia Disebut Punya Banyak “Internal Wave”, Kapal Selam Tak Berani Masuk

Nasional
Hadapi Ancaman ke Depan, TNI AL Jajaki Pembelian Kapal Selam dan Kembangkan Satelit Militer

Hadapi Ancaman ke Depan, TNI AL Jajaki Pembelian Kapal Selam dan Kembangkan Satelit Militer

Nasional
SBY Bertemu Jokowi di Istana Bogor

SBY Bertemu Jokowi di Istana Bogor

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com