Lalu, bersanding dengan wacana Koalisi Besar, Jokowi berkali-kali menyebut Ganjar dan Prabowo sebagai sosok yang layak mengisi kursi kepemimpinan nasional berikutnya, selain menyebutkan sejumlah kriteria sosok yang dinilai mampu untuk itu.
Bersamaan, elektabilitas Puan Maharani yang bisa disebut sebagai representasi trah Soekarno di PDI-P pun tak kunjung naik saat data survei melejitkan nama Ganjar. Sementara, tak dapat dimungkiri bahwa ketenaran Ganjar di luar internal partai tak lepas dari kerja-kerja eks relawan Jokowi.
Maka, kata Dian, patut diduga bahwa pematangan peta koalisi partai politik menuju Pemilu Presiden 2024 dan bahkan pengambilan keputusan Ganjar menjadi bakal calon presiden dari PDI-P tak terlepas dari orkestrasi Jokowi.
"Pencalonan Ganjar di PDI-P ibarat satu orkestrasi dengan dua partitur," tegas Dian.
Partitur pertama, sebut Dian, tentu saja kehendak PDI-P untuk memenangi lagi kontestasi kepemimpinan nasional. Megawati Soekarnoputri sebagai ketua umum partai ini adalah pemegang partitur pertama.
Elektabilitas Puan yang tak pernah menembus angka lima persen dalam aneka survei, menurut Dian adalah pertimbangan utama Megawati merelakan petugas partai lain mengisi slot kandidasi Pemilu Presiden 2024, yang bisa saja diisi partai ini sekalipun tanpa koalisi.
Adapun sosok Ganjar, lanjut Dian, dipilih semata karena angka elektabilitas dalam aneka survei. Bagaimanapun, PDI-P tetap menginginkan posisi pemenang pemilu dalam genggaman. Selain untuk pemilu presiden, harapannya penunjukan Ganjar juga memberikan efek ekor jas bagi pemenangan di pemilu legislatif.
Di sini, beragam ungkapan dukungan Jokowi untuk Ganjar patut disebut sebagai partitur kedua yang dimainkan dalam orkestrasi pengambilan keputusan di partai pemenang pemilu tersebut. Pemahaman tentang situasi, kebutuhan, dan peta internal partai menjadi bekal.
Dalam pengamatan Dian, Ganjar dan Prabowo adalah sandaran Jokowi selepas dua periode masa jabatannya sebagai presiden, siapa pun dari memenangi mereka berdua yang menang di Pemilu Presiden 2024. Gestur dan beragam pernyataan Jokowi jadi dasar pengamatan ini.
Sebelumnya, analis politik dan Direktur IndoStrategi Research and Consulting, Arif Nurul Imam, menduga ada kesepakatan tertentu di balik pencalonan Ganjar oleh PDI-P. Dia antara lain menyitir rumor pada 2014 yang menyebut ada kesepakatan pengusungan Jokowi sebagai calon presiden asalkan kepemimpinan partai tak diutak-atik.
"Mungkin ada kesepakatan serupa untuk Ganjar. Dengan Ganjar sebagai loyalis Jokowi, akan ada garansi dan proteksi politik untuk klan Jokowi. Jokowi juga ingin legacy dia setelah lengser terus berjalan," papar Arif saat berbincang dengan Kompas.com, Senin (24/4/2023).
Sebagaimana bacaan Dian, Arif pun melihat PDI-P realistis saja melihat data elektabilitas Puan dan Ganjar. Pencalonan Ganjar, tegas dia, semata adalah penyikapan realistis atas politik hari ini di partai itu, demi mengamankan peluang pemenangan Pemilu Presiden 2024.
Meskipun, Arif juga tak melihat ada efek ekor jas yang kuat dari pencalonan Ganjar—tidak seperti ketika pengusungan Jokowi—bagi pendulangan suara untuk PDI-P di Pemilu Legislatif 2024. Para calon legislatif dari PDI-P di Pemilu Legislatif 2024 menurut dia tetap butuh kerja keras sendiri untuk mendulang suara dan merebut kursi parlemen.
Bila PDI-P boleh dijadikan patokan, partai ini secara historis biasa mendeklarasikan bakal calon yang hendak diusung di kontestasi politik pada momen-momen terakhir menjelang pendaftaran ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Pengusungan Ganjar untuk Pemilu Presiden 2024 oleh PDI-P bisa dibilang cukup ganjil dan dini untuk ukuran partai ini. Namun, peta koalisi pun ternyata tetap tak kunjung jadi. Kandidasi tak segera pula bisa dipastikan siapa saja sosoknya.
Peneliti dan Direktur Eksekutif Nara Integrita, Ibrahim Fahmi Badoh, menyebut situasi seperti biasanya ataupun yang saat ini sama saja pada akhirnya merugikan pemilih.
Berdasarkan jadwal tahapan Pemilu Presiden 2024, pendaftaran bakal calon presiden dan bakal calon wakil presiden dialokasikan pada 19 Oktober-25 November 2023. Adapun masa kampanye berlangsung singkat saja, yaitu pada rentang 28 November 2023-10 Februari 2024, dengan hari pencoblosan dijadwalkan pada 14 Februari 2024.
Sistem kepemiluan, kata Fahmi, tidak menyediakan waktu yang cukup bagi kandidat untuk sosialisasi dan sebaliknya bagi pemilih untuk tepat memilih. Padahal, pemilu serempak pada 2024 memberikan lebih banyak sodoran pilihan yang harus dipilih publik dalam satu waktu.
Fahmi menyebut saat ini koalisi sedang jadi bancakan elite yang masing-masing saling tarik menarik.
"(Dengan) yang bermain di belakangnya sedang memastikan sumber pendanaan pemenangan dan biasanya bersamaan kejutan-kejutan akan muncul, sekarang sudah mulai muncul, (termasuk) skandal publik yang akan muncul," komentar Fahmi soal merayapnya perkembangan koalisi, Rabu (24/5/2023).
Khusus menyoal kejutan-kejutan yang mulai muncul dalam konteks koalisi dan regenerasi kepemimpinan nasional, Fahmi melihatnya lewat dua perspektif. Pertama, ada kepentingan mendiskreditkan lawan. Kedua, bisa jadi ada yang mencoba memberi gambaran kepada publik bahwa kepentingannya terancam.