Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Renungan Seperempat Abad Reformasi

Kompas.com - 22/05/2023, 10:33 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Rezim Reformasi, siap tak siap, mau tak mau, harus menggantikan. Era baru akhirnya hadir. Demokrasi kembali dilirik. Pemerintahan yang bersih diidolakan.

Pun Secara internasional, Indonesia kala itu sedang ada dalam ritme yang sesuai. Negara adidaya tidak lagi memainkan kartu perang dingin, yaitu sebutan periode terjadinya ketegangan politik dan militer antara Dunia Barat, yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan sekutu NATO-nya, dengan Dunia Komunis, yang dipimpin oleh Uni Soviet beserta sekutunya - Pakta Warsawa.

Isu Kiri dan Kanan selanjutnya menjadi melemah. Soeharto tak terlalu dijadikan sebagai tumpuan lagi oleh Amerika Serikat, sehingga kejatuhannya pun dianggap karena sudah masanya.

Ibarat keluar dari era penjajahan, partai-partai politik baru bermunculan. Demokratisasi dan good governance menjadi platform politik baru. Legislatif dibongkar ulang. Pemilu yang bebas diadakan.

Dan kata Reformasi menjadi kata ajaib yang menghiasi deretan kalimat-kalimat yang keluar dari mulut para politisi dan aktifis kala itu.

Kini sudah seperempat abad berlalu dari era transisi menuju Reformasi tersebut. Kata-kata Reformasi mulai hilang dari mulut para elite politik dan elite ekonomi, jika tak mau dikatakan semakin sayup-sayup bahkan nyaris hilang sama sekali.

Masih banyak pekerjaan rumah yang tersisa. Hingga hari ini, koruptor masih leluasa berkeliaran.

Dulu koruptor dituding hanya berada di satu lingkaran, yakni lingkaran Istana. Kini koruptor ada di semua lingkaran.

Jadi sangat wajar tidak ada yang mampu memenjarakan Soeharto, meskipun Soeharto selalu dituduh melakukan korupsi paling besar dalam sejarah bangsa ini.

Karena sejatinya tuduhan Soeharto korupsi tidak diniatkan untuk mengadili Soeharto, tapi hanya untuk memberi embarkasi politis bahwa di era reformasi, siapapun boleh dan bisa korupsi, bukan hanya Soeharto dan konco-konconya.

Walhasil, lembaga antirasuah negeri ini, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) samakin hari semakin banyak saja melakukan penangkapan dan melakukan penetapan tersangka.

Bahkan kini KPK mulai dipertanyakan raison d'être-nya alias mulai diutak-atik untuk kepentingan ‘Soeharto-Soeharto’ baru.

Memang tidak ada data pasti tentang perbandingan korupsi dua rezim, tapi pernyataan Mahfud MD tahun 2017, yang tetap ia pertahankan setelah menjadi menteri layak dijadikan patokan.

Tahun itu, Mahfud pernah mengatakan bahwa korupsi setelah Orde Baru jauh lebih gila dibanding korupsi di era Orde Baru. Dan setelah beliau menjabat sebagai menteri, Mahfud dengan tegas mengatakan bahwa ia tidak akan mengubah pernyataannya.

Pada 2021 lalu, di Universitas Gajah Mada (UGM), Mahfud menanggapi pernyataannya tiga tahun sebelumnya soal korupsi pasca-Orde Baru, yang sempat viral.

"Saudara, saya katakan, saya tidak akan meralat. Karena kenyataannya sekarang ini saja, sekarang ini hari ini, korupsi itu jauh lebih gila dari zaman Orde Baru," ucapnya.

Sementara di ranah politik, partai-partai politik semakin berkibar. Arti lainnya, bobrok-bobrok baru demokrasi bermunculan ke permukaan di mana suara rakyat bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang justru jauh dari urusan keberpihakan kepada rakyat bahkan menyakiti rasa keadilan rakyat, sebagaimana yang sesungguhnya sudah tertulis secara apik pada sila kelima ideologi bangsa ini, yaitu Pancasila.

Oligarki yang kurang konstruktif dengan bebasnya berkeliaran. Mereka mengkavling-kavling tanah ibu pertiwi beserta sumber daya alam (SDA) yang terkandung di bawahnya sesuka hati mereka.

Imbasnya, sarang-sarang koruptor terus bertambah, seiring dengan mekarnya sarang mafia-mafia politik.

Sementara globalisasi terus bergulir. Negara lain melesat dengan berbagai macam terobosan. Pascamenjadi anggota WTO, China pelan-pelan menyalip Jerman dan Jepang, lalu mengukuhkan diri sebagai negara dengan kue ekonomi nomor dua di dunia setelah Amerika Serikat.

Bahkan dengan ukuran Purchasing Power Parity, China sudah melampaui Amerika Serikat. Purchasing Power Parity adalah konsep ekonomi makro yang seringkali digunakan untuk membandingkan produktivitas serta standar hidup antar negara.

Dalam dunia usaha, berbagai ide bisnis baru mendadak menjadi gigantis bisnis baru. Di saat negara ini terlena dengan isu demokratisasi dan good governance yang tak kunjung terealisasi secara optimal, era disrupsi teknologi datang. Generasi baru pun muncul. Generasi planetary dengan karakter peradaban digital.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com