Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Yusuf ElBadri
Mahasiswa Program Doktor Islamic Studies UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pengkaji Islam dan Kebudayaan

Krisis Integritas Nasional dan Teori Ikan Busuk dari Kepala

Kompas.com - 22/05/2023, 06:24 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BILA melihat perilaku penyelenggara negara akhir-akhir ini, mulai dari tingkat dan jabatan paling bawah atau pangkat dan golongan paling rendah di kabupaten/kota, provinsi hingga hingga tingkat paling tinggi di pemerintahan pusat, eksekutif, legislatif maupun yudikatif, rasa-rasanya tipis harapan bahwa bangsa ini akan maju, berkembang dan bebas dari korupsi.

Hal ini disebabkan krisis integritas yang sedang melanda negeri ini.

Terlalu banyak pejabat negara yang terlibat korupsi. Terlalu banyak penegak hukum yang bermain-main dengan hukum. Terlalu banyak aparat terlibat peredaran narkoba. Terlalu banyak kebijakan yang bertentangan dengan prinsip dasar demokrasi.

Saking banyaknya, tidak satu hari pun media-media di tanah air kosong dari pemberitaan pejabat tersangka kasus korupsi, baik aparat ditangkap karena terlibat narkoba dan kekerasan, jaksa atau hakim menerima suap, rektor di perguruan tinggi terlibat korupsi hingga plagiasi karya tulis, hingga penegak hukum menerima gratifikasi dan sebagainya.

Berita-berita tentang laku penyelenggara negara yang berpangkal pada krisis integritas itu jelas memuakkan.

Bila negara ini digambar dalam satu lembar kain batik, meski ada bagian yang masih baik dan bagus, tetapi bila dibentang, bentuknya sudah pasti compang-camping dan kusut masai tak menentu.

Seperti kata pepatah, disangka bulat daun nipah, rupanya bulat berpersegi, dilihat lipat tak berubah, nyatanya tembuk tiap ragi.

Demikianlah gambaran bangsa kita hari ini. Bila dipandang negara kita seperti baik-baik saja. Semuanya seakan berjalan normal dan wajar.

Pembangun terus terjadi. Penegakkan hukum tetap jalan. Administrasi dan pelayanan selalu tersedia. Ekonomi terus berputar. Rapat-rapat di pemerintahan, sidang-sidang di pengadilan tak pernah berhenti. Semuanya seakan berjalan sesuai dengan fungsinya.

Namun bila ditelisik lebih jauh dan mendalam negara kita sedang terancam dan sedang digerogoti oleh perampok yang masuk melalui jalan politik dan kekuasaan. Negara kita terancam oleh penyamun keadilan dan pedagang jabatan.

Semua itu terlihat nyata dan terang di mata publik seperti bersuluh matahari dan bergelanggang mata orang banyak.

Lebih-lebih dalam masa pemilu 2024, amat sangat sulit menemukan pejabat negara yang tidak memanfaatkan fasilitas negara untuk tujuan politik dan kekuasaan pribadinya.

Mulai dari pemerintahan daerah pusat, hampir semua dari mereka yang memanfaatkan jabatan dan kekuasaan sebagai penyelenggara negara untuk pemenangan pemilu dengan berbagai alibi dan alasan yang dibuat-buat.

Kalau bukan krisis integritas secara nasional, mau disebut apa fenomena dari laku para pejabat seperti yang terjadi hari ini?

Ikan busuk dari kepala

Terkait masalah krisis integrias ini, pernyataan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo yang sering disampaikannya dalam banyak kesempatan menarik untuk disimak.

Ia berujar, ikan busuk mulai dari kepalanya. Kalau pimpinannya bermasalah maka bawahannya akan bermasalah juga.

Jika dilihat pada masalah yang menimpa bangsa Indonesia saat ini, pernyataan itu benar adanya.

Sebab hampir semua kasus pidana di berbagai lembaga pemerintahan yang diungkap akhir-akhir ini melibatkan pimpinan lembaga, baik lembaga penegakan hukum, eksekutif di kabupaten/kota, provinsi maupun pusat, bahkan lembaga pendidikan.

Dari sekian banyak lembaga negara baru kepolisian yang terlihat nampak melakukan bersih-bersih secara serius.

Orang-orang yang bermasalah secara moral dan hukum mulai diletakkan di tempat yang seharusnya. Tak sedikit perwira polisi dan bahkan jenderal divonis hukum dan dipenjara karena terbukti melakukan kejahatan dan penyelewengan jabatannya.

Penegakan hukum bahkan pada polisi mendapat sambutan positif dari publik. Hal itu terbukti dengan tumbuh kembali kepercayaan publik pada polisi seperti dilaporkan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) dan Indikator Politik Indonesia (IPI) baru-baru ini.

Apakah kepercayaan publik itu akan terus meningkat atau justru Polri akan kembali menjadi lembaga negara paling tidak dipercaya? Hanya waktu yang bisa menjawab.

Meski begitu upaya Polri untuk kembali sebagai institusi penegakan hukum yang dapat dipercaya publik dengan penegakan hukum yang tanpa tebang pilih dan transparan seperti himbauan Kapolda Metro Jaya beberapa hari belakangan, perlu mendapat dukungan terus menerus guna membangun optimisme dalam bernegara.

Sebab hanya dengan penegakan hukum yang berkeadilan publik merasa suatu negara diperlukan dan itu dimulai dari perbaikan integritas di kepolisian.

Bila para penegak hukum di kepolisian punya integritas yang memadai, menutup segala celah untuk melakukan penyelewengan maka hal ini akan berdampak luas pada lembaga lain di negara ini.

Selain lembaga Kepolisian, lembaga dengan integritas paling rendah sehingga menjadi lembaga yang paling tidak dipercaya oleh publik adalah DPR dan partai politik.

Pemilu 2024 yang sudah dimulai akan memperlihatkan betapa rendahnya integritas para politisi di republik ini. Para politisi kita cenderung memanfaatkan kekuasaan dan kepercayaan yang mereka sandang bukan untuk kepentingan umum melainkan kepentingan pribadi, kelompok dan golongan partai.

Pemanfaat kekuasaan dan jabatan untuk kepentingan pribadi dan kelompok terjadi di semua partai dengan berbagai ideologi dan cara pandang politiknya, mulai dari partai berideologi nasionalis, demokrat hingga beraliran agama.

Ini menunjukkan bahwa ideologi suatu partai tidak dapat menjadi jaminan terbentuknya politisi yang berintegritas.

Dari mana krisis diurai?

Kalau teori ikan busuk dari kepala dipakai melihat fenomena ini, jelas krisis integritas itu dimulai dari kepala negara.

Oleh sebab itu, untuk menyelesaikan masalah krisis integritas nasional ini harus dimulai dari pimpinan nasional dalam hal ini presiden Republik Indonesia.

Presiden sebagai pemimpin nasional harus menunjukkan dirinya layak dipercaya dalam banyak hal. Presiden Jokowi harus menjadi contoh dan meyakinkan publik bahwa ia tidak memanfaatkan kekuasaan dan jabatan yang dimilikinya untuk menguntungkan pribadi dan kelompok politiknya melainkan untuk kepentingan publik secara umum.

Bila presiden menggunakan kuasa dan wewenang dimiliki, mempolitisasi hukum untuk memenuhi hasrat politik pribadi maupun kelompok, khususnya untuk pemenangan pemilu 2024, maka hal ini akan berdampak pada seluruh jajaran pemimpin di Indonesia, mulai dari di tingkat pusat (kementerian) maupun di daerah (gubernur, bupati dan walikota).

Sudah sayup-sayup terdengar bahwa banyak para pejabat negara di berbagai tingkat di daerah hingga kementerian dan pusat telah menjadi sponsor dalam perhelatan pemilu 2024 untuk partainya masing-masing.

Ada pula yang secara terang-terangan menggunakan mobil dinas milik negara untuk pendaftaran calon legislatif di KPU.

Hal ini tidak berarti bahwa pejabat negara tidak boleh berpolitik, melainkan tidak dibenarkan secara moral menggunakan fasilitas negara yang notabene hak-hak publik secara umum untuk kepentingan pribadi dan kelompok.

Dalam konteks ini presiden mesti menjadi contoh paling di depan bagaimana integritas seorang pemimpin di republik ini.

Sebaliknya, bila kepala negara tidak dapat menjadi contoh bagaimana menjadi pemimpin yang berintegritas, lebih-lebih di musim pemilu ini, maka bangsa Indonesia bakal kian dilanda krisis identitas nasional dan moral.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com