Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pro Kontra Pemindahan Ibu Kota Negara

Kompas.com - 21/05/2023, 06:00 WIB
Tari Oktaviani,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Mulai tahun 2024, Ibu Kota Indonesia akan berpindah ke Provinsi Kalimantan Timur tepatnya di Ibu Kota Nusantara (IKN). 

Sejak awal diusulkan, wacana pemindahan ibu kota menuai pro kontra. 

Pandangan Pro

Bisa menciptakan otonomi daerah yang lebih baik

Wakil Presiden ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla pernah menyampaikan bahwa opsi pemindahan ibu kota negara sudah tepat karena akan membawa dampak positif terutama untuk pemerintah daerah.

“Bagusnya itu akan memberikan otonomi yang lebih baik kepada daerah nanti,” ucap Kalla dalam keterangan tertulis, Kamis (22/1/2022) seperti dalam artikel "JK Dukung Pemindahan Ibu Kota: Memberikan Otonomi Lebih Baik".

Bisa membuat sektor perekonomian menjadi lebih baik

Dalam artikel tanggal 16 September 2019 dengan judul "Pembangunan Ibu Kota Baru Bisa Tangkal Risiko Resesi?", Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro pernah mengatakan bahwa pemindahan ibu kota bisa menangkal ancaman resesi global di Indonesia. 

Adapun dampak jangka pendeknya yakni bisa meningkatkan potensi investasi riil, terutama di kawasan Penajam Paser Utara (PPU) dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

"Ini dampak kalau kita membangun pusat pemerintahan baru tersebut. Ini akan meningkatkan perdagangan antar wilayah. Dampaknya persektor, di Kalimantan Timur otomatis akan ada kenaikan investasi di kesehatan, semen dan jasa lainnya. Sektor pertambangan lainnya dan ternak terutama untuk supply pangan juga meningkat," jelas dia.

Tidak hanya itu, Ia juga meyakini akan adanya pemerataan dan kesempatan kerja yang banyak dalam pemindahan Ibu Kota Negara ini sehingga bisa mendorong perumbuhan ekonomi yang baik.

"Menurut Kementerian PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) setiap Rp 1 triliun pengeluaran perlu 14.000 tenaga kerja, dan ini lebih dari Rp 1 triliun, jadi banyak kesempatan kerja," ujar dia.

Menciptakan pemerataan pembangunan

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian pernah menyampaikan bahwa pemindahan Ibu Kota Negara bisa menciptakan pemerataan pembangunan di Indonesia sehingga tidak hanya terpaku ke Pulau Jawa namun ke pulau lainnya.

"Selama ini, fokus pembangunan banyak dilakukan di Pulau Jawa. Namun, sejak (kepemimpinan) Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi), sudah banyak pembangunan dan investasi yang dilakukan luar Pulau Jawa. Bahkan, jumlahnya lebih banyak ketimbang di Pulau Jawa,” kata Tito dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Jumat (14/10/2022).

Pandangan Kontra

Mengancam ruang lingkup masyarakat setempat dan satwa

Koalisi masyarakat Kaltim dengan tegas menolak IKN. Koalisi ini terdiri dari berbagai lembaga aktivis lingkungan. 

Pada artikel tanggal 22 Januari 2022 dengan judul "Muncul Pro Kontra Ibu Kota Negara di Kaltim Usai UU IKN Disahkan", koalisi ini menilai, UU IKN akan jadi ancaman ruang hidup masyarakat maupun satwa langka yang berada lokasi proyek IKN yaitu Kabupaten Penajam, begitu juga daerah penyangga yakni Kutai Kartanegara dan Kota Balikpapan.

Berpotensi menggusur lahan masyarakat adat

Masih dalam artikel yang sama, koalisi masyarakat Kaltim juga mengkhawatirkan IKN bisa menggusur lahan masyarakat adat seperti adat suku Balik dan suku Paser, serta warga transmigran yang bermukim di wilayah Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU).

“Mereka sudah lama menghuni di atas lahan 256.000 hektare dalam kawasan itu,” ungkap Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Wahli) Kaltim, Yohana Tiko kepada Kompas.com, Jumat (21/1/2022).

Milenial dikhawatirkan sulit punya rumah

Dalam artikelpada 11 September 2019 yang berjudul "Ibu Kota Pindah, Milenial Makin Sulit Punya Rumah?", memaparkan bahwa adanya kekhawatiran generasi muda akan kesulitan memiliki rumah di IKN.

Hal itu diungkapkan oleh Ekonom Institute for Development on Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira. Masalah itu dikarenakan mahalnya harga tanah di sana. 

"Saya mau bilang nanti kalau milenial beli tanah di Ibu Kota baru enggak akan kebeli. Sekarang saja sekitar 15 persen milenial masih tinggal sama orangtua. Karena tidak kuat menyewa," ujar Bhima dalam sebuah diskusi di Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta, Rabu (11/9/2019).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com