Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Tak Khawatir Sekretaris MA Hasbi Hasan Kabur seperti Nurhadi

Kompas.com - 17/05/2023, 20:53 WIB
Syakirun Ni'am,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku tidak khawatir Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Hasbi Hasan akan melarikan diri sebagaimana pendahulunya, Nurhadi.

Hasbi Hasan merupakan tersangka kasus dugaan suap pengurusan perkara Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana di Mahkamah Agung (MA).

Sementara, saat melarikan diri dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO), eks Sekretaris MA, Nurhadi tengah menjadi tersangka dugaan suap dan gratifikasi Rp 46 miliar terkait peninjauan kembali (PK) perkara perdata di MA.

“Enggak (khawatir Hasbi kabur) lah,” kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata saat ditemui awak media di Gedung Juang KPK, Jakarta, Rabu (17/5/2023).

Baca juga: Tak Penuhi Panggilan KPK, Sekretaris MA Minta Pemeriksaan Ditunda Pekan Depan

Sebagai informasi, Hasbi Hasan sedianya dijadwalkan menjalani pemeriksaan oleh tim penyidik KPK pada hari Rabu ini.

Namun, Hasbi tidak hadir dan meminta pemeriksaannya sebagai tersangka ditunda pekan depan.

Meski menyebut KPK telah menerima surat permohonan penundaan dari Hasbi Hasan, Alex mengaku tidak mengetahui alasan pejabat struktural MA tersebut.

“Saya enggak tahu, mungkin penyidik yang lebih tahu,” ujar Alex.

Baca juga: KPK Ingatkan Sekretaris MA Kooperatif Penuhi Panggilan Penyidik

Diketahui, KPK pernah memiliki kisah panjang dengan eks Sekretaris MA, Nurhadi.

KPK mengumumkan telah menetapkan Nurhadi sebagai tersangka pada 16 Desember 2019.

Kemudian, KPK telah memanggil Nurhadi sebanyak dua kali tetapi yang bersangkutan mangkir. KPK pun menetapkan Nurhadi sebagai DPO pada Februari 2020.

Nurhadi baru tertangkap di sebuah rumah di kawasan Simprug, Jakarta Selatan pada 1 Juni 2020, atau setelah buron sekitar empat bulan.

Baca juga: Sekretaris MA Hasbi Hasan Jadi Tersangka KPK, Ini Respons MA

Dalam kasus berbeda, KPK mengumumkan dua tersangka baru kasus suap pengurusan perkara di MA. Mereka adalah pejabat struktural di MA dan pihak swasta.

Dua sumber Kompas.com mengkonfirmasi, dua tersangka itu adalah Hasbi Hasan dan eks Komisaris PT Wika Beton, Dadan Tri Yudianto

Nama Hasbi Hasan dan Dadan Tri Yudianto muncul beberapa kali dalam persidangan kasus dugaan jual beli perkara di Mahkamah Agung.

Salah satu terdakwa penyuap hakim agung, Theodorus Yosep Parera mengungkapkan, jalur lobi pengurusan perkara di MA tidak hanya dilakukan lewat bawah.

Baca juga: KPK Bakal Sita Aset Sekretaris MA yang Bersumber dari Korupsi

Melalui Komisaris PT Wika Beton, Dadan Tri Yudianto, klien Yosep yang bernama Heryanto Tanaka melakukan lobi dengan pihak MA.

Dadan disebut menjembatani Tanaka dengan Sekretaris MA, Hasbi Hasan.

“Lobinya adalah melalui Dadan. Itu langsung dari klien saya, Dadan, dan Pak Hasbi,” ujar Yosep dalam sidang, Rabu (22/2/2023).

Tidak hanya itu, Yosep juga menyebut bahwa Dadan mendatangi kantornya dan melakukan video call dengan Hasbi.

Sementara itu, dalam dakwaan disebutkan bahwa Tanaka mentransfer uang Rp 11,2 miliar kepada Dadan terkait pengurusan perkara pidana Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana.

Transaksi itu dilakukan terkait perkara pidana Ketua Pengurus KSP Intidana, Budiman Gandi Suparman.

MA menyatakan, Budiman terbukti bersalah dalam kasus pemalsuan akta. Ia kemudian divonis 5 tahun penjara.

Baca juga: KPK Bakal Dalami Kedekatan Sekretaris MA dengan Windy Idol

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com