Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenkes: Vaksin Covid-19 Berbayar Belum Tentu Diterapkan ke Semua Penduduk

Kompas.com - 17/05/2023, 14:27 WIB
Fika Nurul Ulya,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan, pemerintah belum tentu menerapkan vaksin berbayar kepada seluruh warga jika status kedaruratan kesehatan di Indonesia untuk pandemi Covid-19 dicabut.

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengungkapkan, pemerintah masih mengkaji beragam hal terkait vaksinasi berbayar.

Hal ini juga mempertimbangkan rekomendasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) yang tetap menganjurkan penyediaan vaksin gratis untuk kelompok rentan.

"Mengenai vaksin berbayar itu masih salah satu yang dikaji, karena WHO menganjurkan pada kelompok yang berisiko tinggi itu tetap diberikan vaksin," kata Nadia saat ditemui di Gedung Prof. Sujudi Kemenkes, Rabu (17/5/2023).

Baca juga: Soal Status Kedaruratan Covid-19 RI, Kemenkes: Lagi Maraton Dibahas Tiga Menteri Koordinator

Nadia menyampaikan, pengkajian vaksinasi berbayar ini akan meliputi mekanisme dan jangka waktu pemberian vaksin.

Soal mekanisme, kata dia, bisa saja vaksin Covid-19 diberikan seperti vaksin meningitis yang berlaku saat ini, yaitu vaksin meningitis diberikan hanya dalam keadaan tertentu, seperti akan menjalani ibadah umrah atau haji.

Oleh karena itu, Kemenkes akan melihat terlebih dulu sistem kekebalan tubuh masyarakat.

"Nanti kita akan lihat bagaimana sistem kekebalan di dalam masyarakat. Apakah masih diperlukan sistem kekebalan yang tadi, semua masyarakat harus mendapatkan vaksinasi atau cukup sebenarnya individu atau hanya kelompok berisiko tinggi," tutur Nadia.

Sementara itu, terkait jangka waktu, kajian akan meliputi waktu pemberian vaksin, bisa enam bulan atau satu tahun sekali.

"(Soal vaksinasi booster) ini juga termasuk nanti akan diputuskan. Sampai sekarang masih gratis," kata Nadia.

Sebelumnya diberitakan, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, adanya kemungkinan vaksinasi Covid-19 menjadi berbayar.

Untuk vaksin booster, akan dikenai harga Rp 100.000 jika pandemi Covid-19 telah bertransisi menjadi endemi.

Baca juga: Kemenkes Imbau Penonton Vaksinasi Booster Sebelum Nonton Konser Coldplay

Harga itu akan dibebankan kepada masyarakat yang bukan penerima bantuan iuran (PBI). Sementara itu, untuk masyarakat yang masuk dalam kategori PBI akan ditanggung pemerintah.

Vaksin booster akan diulang setiap 6 bulan sekali.

"Untuk masyarakat enggak mampu nanti kita cover melalui mekanisme PBI," kata Budi dalam rapat kerja (Raker) Komisi IX DPR, Rabu (8/2/2023).

Menkes mengatakan, harga Rp 100.000 seharusnya dapat diterima. Sebab, kata dia, harga vaksin tersebut sudah termasuk biaya lain di luar harga vaksin itu sendiri.

"Vaksin ini kan harganya sebenarnya di bawah Rp 100.000 lah, vaksinnya belum pakai ongkos. Harusnya ini pun bisa dicover oleh masyarakat secara independen gitu kan. Tiap enam bulan sekali Rp 100.000, kan menurut saya sih suatu angka yang masih make sense ya," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com