JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan, pemerintah belum tentu menerapkan vaksin berbayar kepada seluruh warga jika status kedaruratan kesehatan di Indonesia untuk pandemi Covid-19 dicabut.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengungkapkan, pemerintah masih mengkaji beragam hal terkait vaksinasi berbayar.
Hal ini juga mempertimbangkan rekomendasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) yang tetap menganjurkan penyediaan vaksin gratis untuk kelompok rentan.
"Mengenai vaksin berbayar itu masih salah satu yang dikaji, karena WHO menganjurkan pada kelompok yang berisiko tinggi itu tetap diberikan vaksin," kata Nadia saat ditemui di Gedung Prof. Sujudi Kemenkes, Rabu (17/5/2023).
Baca juga: Soal Status Kedaruratan Covid-19 RI, Kemenkes: Lagi Maraton Dibahas Tiga Menteri Koordinator
Nadia menyampaikan, pengkajian vaksinasi berbayar ini akan meliputi mekanisme dan jangka waktu pemberian vaksin.
Soal mekanisme, kata dia, bisa saja vaksin Covid-19 diberikan seperti vaksin meningitis yang berlaku saat ini, yaitu vaksin meningitis diberikan hanya dalam keadaan tertentu, seperti akan menjalani ibadah umrah atau haji.
Oleh karena itu, Kemenkes akan melihat terlebih dulu sistem kekebalan tubuh masyarakat.
"Nanti kita akan lihat bagaimana sistem kekebalan di dalam masyarakat. Apakah masih diperlukan sistem kekebalan yang tadi, semua masyarakat harus mendapatkan vaksinasi atau cukup sebenarnya individu atau hanya kelompok berisiko tinggi," tutur Nadia.
Sementara itu, terkait jangka waktu, kajian akan meliputi waktu pemberian vaksin, bisa enam bulan atau satu tahun sekali.
"(Soal vaksinasi booster) ini juga termasuk nanti akan diputuskan. Sampai sekarang masih gratis," kata Nadia.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, adanya kemungkinan vaksinasi Covid-19 menjadi berbayar.
Untuk vaksin booster, akan dikenai harga Rp 100.000 jika pandemi Covid-19 telah bertransisi menjadi endemi.
Baca juga: Kemenkes Imbau Penonton Vaksinasi Booster Sebelum Nonton Konser Coldplay
Harga itu akan dibebankan kepada masyarakat yang bukan penerima bantuan iuran (PBI). Sementara itu, untuk masyarakat yang masuk dalam kategori PBI akan ditanggung pemerintah.
Vaksin booster akan diulang setiap 6 bulan sekali.
"Untuk masyarakat enggak mampu nanti kita cover melalui mekanisme PBI," kata Budi dalam rapat kerja (Raker) Komisi IX DPR, Rabu (8/2/2023).
Menkes mengatakan, harga Rp 100.000 seharusnya dapat diterima. Sebab, kata dia, harga vaksin tersebut sudah termasuk biaya lain di luar harga vaksin itu sendiri.
"Vaksin ini kan harganya sebenarnya di bawah Rp 100.000 lah, vaksinnya belum pakai ongkos. Harusnya ini pun bisa dicover oleh masyarakat secara independen gitu kan. Tiap enam bulan sekali Rp 100.000, kan menurut saya sih suatu angka yang masih make sense ya," ujar dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.