Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Diharapkan Seret Pelaku Kekerasan Seksual Kerusuhan 1998 ke Pengadilan

Kompas.com - 16/05/2023, 22:57 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid berharap pemerintah meminta pertanggungjawaban secara hukum terhadap para pelaku aksi kekerasan, pemerkosaan, dan pembakaran dalam kerusuhan 13-15 Mei 1998 silam.

“Para pelaku kekerasan, pemerkosaan dan pembakaran selama kerusuhan tersebut harus bertanggung jawab atas tindakan mereka," kata Usman melalui keterangan pers yang dikutip pada Selasa (16/5/2023).

Usman mengatakan, pemerintah sudah mengakui terjadi pelanggaran hak asasi manusia dalam peristiwa kerusuhan Mei 1998. Maka dari itu dia berharap pemerintah serius mengusut tuntas kasus itu dan menemukan para pelaku untuk kemudian diadili.

Baca juga: Komnas Perempuan: Sepantasnya Kita Hapus Stigma Penjarah untuk Korban Kerusuhan 1998

Menurut Usman, kasus itu menimbulkan dampak serius terhadap korban dan warga masyarakat secara luas dengan memakan korban lebih dari seribu jiwa.

Selain itu, kekerasan seksual yang sebagian besar ditujukan terhadap perempuan Tionghoa selama kerusuhan Mei 1998 tidak hanya melanggar hak-hak mereka untuk kebebasan dan integritas fisik, tetapi juga merusak martabat mereka secara emosional dan psikologis.

"Gagalnya negara mengusut tuntas kasus ini akan memperkuat ketidakadilan dan memberikan sinyal negatif bahwa pelanggaran hak asasi manusia dapat dilakukan tanpa konsekuensi," ujar Usman.

Baca juga: Amnesty Internasional: Jangan Lupakan Kekerasan Seksual dalam Tragedi Kerusuhan 1998

"Ini tidak hanya melanggar hak setiap warga untuk hidup dengan aman, tetapi juga menciptakan iklim ketakutan dan trauma yang berkepanjangan terutama warga Tionghoa," sambung Usman.

Usman menyampaikan, hasil temuan tim gabungan pencari fakta (TGPF) saat itu menunjukkan peristiwa kekerasan seksual dalam kerusuhan Mei 1998 terjadi secara sistematis dan terencana, dan negara juga sudah mengakuinya sebagai pelanggaran HAM yang berat.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengakui adanya 12 peristiwa pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa lalu.

Hal itu disampaikannya setelah menerima laporan dari Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (PPHAM) di Istana Negara pada Rabu (11/1/2023). Jokowi menyatakan, sudah membaca secara seksama laporan tersebut.

Baca juga: Han dan Kisah-kisah Pilu Saksi Kerusuhan Jakarta Mei 1998: Saat Penjarahan hingga Pembakaran Melanda

"Saya telah membaca dengan seksama laporan dari Tim PPHAM yang berat yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022. Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus saya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran HAM yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa," ujar Jokowi.

Atas peristiwa itu, Jokowi mengaku menyesalkannya.

Berikut 12 peristiwa pelanggaran HAM berat yang diakui Kepala Negara:

Peristiwa 1965-1966;

Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985;

Peristiwa Talangsari, Lampung 1989;

Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989;

Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998;

Peristiwa Kerusuhan Mei 1998;

Peristiwa Trisakti dan Semanggi I - II 1998-1999;

Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999;

Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999;

Peristiwa Wasior, Papua 2001-2002;

Peristiwa Wamena, Papua 2003;

Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Nasional
KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

Nasional
Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Nasional
Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

Nasional
Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

Nasional
Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

Nasional
Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Nasional
Saat 'Food Estate' Jegal Kementan Raih 'WTP', Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Saat "Food Estate" Jegal Kementan Raih "WTP", Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Nasional
Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

Nasional
Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Nasional
Nasib Pilkada

Nasib Pilkada

Nasional
Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com