Upaya itu seiring meningkatnya tingkat kepuasan publik terhadap Jokowi, sebagaimana hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada April 2023. Angka kepuasan yang mencapai 82 persen dalam survei itu adalah angka tertinggi dalam kinerja Jokowi sepanjang dua periode kepresidenannya (Kompas.com, 03/05/2023).
Endorsment Jokowi terhadap capres di Pilpres 2024 akan memengaruhi preferensi pemilih, apakah akan menjatuhkan pilihannya kepada Ganjar Pranowo atau Prabowo Subianto. Sudah bisa dipastikan, Jokowi tidak akan mengarahkan pilihannya kepada mantan Pendidikan dan Kebudayaan di era kepresidenannya yang pertama, Anies Baswedan. Suara Jokowi akan selalu identik dengan preferensi politik Megawati Soekarnoputeri dan PDI-P.
Pengalaman Jokowi yang mengalami persaingan sengit dengan Prabowo hingga berimbas kepada keterbelahan dua kubu pendukung di Pilpres 2014 dan 2019 memberikan hikmah mendalam. Jokowi tidak ingin perseteruan politik di tataran elite merembes jauh hingga ke akar rumput.
Upaya meredam politik tensi tinggi dengan upaya merekonsiliasi kubu Prabowo ke dalam pemerintahannya pasca-Pilpres 2019 merupakan legacy Jokowi terhadap pendewasaan demokrasi di Indonesia. Saya tidak yakin, andai Prabowo yang disokong Gerindra dan PKS serta PAN berhasil memenangkan Pilpres 2019, apakah akan juga merangkul Jokowi dan PDI-P.
Baca juga: Golkar Berpeluang Merapat, Gerindra: Golden Ticket Cawapres Prabowo Ada di Cak Imin
Butuh kenegarawanan level tinggi untuk bisa bersikap seperti Jokowi, mengajak dan menempatkan rival terberatnya di dua kali kontestasi menjadi “pembantu” terpercayanya.
Jokowi ingin dan berharap Pilpres 2024 tidak lagi meninggalkan keterbelahan di masyarakat karena beda pilihan politik. Jokowi ingin “mengawinkan” dua pilar kekuatan politik, PDIP dan Gerindra bisa bersatu di Pilpres 2024.
Andai duet Ganjar – Prabowo terjadi di Pilpres 2024 maka jalannya Pilpres 2024 akan bisa dipastikan hanya berjalan satu putaran. Anies dipasangkan dengan siapapun akan sulit berlaga menghadapi duet “ngeri-ngeri sedap” Ganjar – Prabowo.
Hal yang menjadi pertanyaan, mengapa harus Ganjar – Prabowo? Mengapa duet itu tidak dibalik menjadi Prabowo – Ganjar?
Dalam logika politik berdasar raihan suara dan potensi kekuatan elektoral akan sangat logis jika memasangkan duet Ganjar – Prabowo. Dengan penguasaan kursi PDI-P di parlemen mencapai 128 kursi dibandingkan 78 kursi Gerindra, wajar posisi capres diberikan kepada kader PDI-P.
Analogi yang paling mudah, peraih emas terbanyak tentu berhak menyandang juara pertama di klasemen, sementara peraih emas yang lebih sedikit berada di urutan di bawahnya.
Hasil survei capres yang paling banyak dipilih di periode April – Mei 2023, memperlihatkan kendali arus suara terbanyak diambil alih Ganjar Prabowo, sementara Prabowo mengikutinya di urutan ke dua. Elektoral Prabowo yang sempat naik berkat “endorsment” Jokowi mulai turun bertahap sementara elektabilitas Anies mulai “nyaman” di posisi ketiga.
Indikator Politik yang menggelar survei di Maret 2023, merilis simulasi tiga nama capres menempatkan Ganjar dengan 38 persen. Prabowo di peringkat ke dua dengan 27 persen, dan Anies di posisi terakhir dengan 26,8 persen.
Saeful Mujani Research & Consulting dalam surveinya di pekan ke dua Mei 2023 menempatkan Ganjar dengan raihan elektoral 39,2 persen , Prabowo 32,1 persen, dan Anies 19, 7 persen. Masih ada 8,9 persen yang belum menentukan suaranya. Andai suara mengambang tersebut disebar merata kepada tiga calon, Ganjar masih mendapat raihan pertama.
Survei Charta Politika terbaru juga di Mei ini menempatkan Ganjar di puncak dengan 36,6 persen. Prabowo meriah 33,2 persen serta Anies konsisten di posisi terakhir dengan 23 persen. Suara yang masih abu-abu tinggal 7,2 persen.
Upaya Jokowi menjodohkan Ganjar dengan Prabowo identik dengan kesulitan menyatukan Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi dalam satu klub sepakbola yang sama. Andai Prabowo bisa bersikap legowo dan bersedia menjadi “panditho” dengan mendampingi Ganjar sebagai wakil presiden, betapa indah kisah romantisme PDI-P dengan Gerindra seperti romansa Megawati dengan Prabowo di Pilpres 2009.