Terkait penyelesaian sengketa di luar pengadilan, dia menjelaskan, RUU Kesehatan mengedepankan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice) dalam penyelesaian perselisihan. Ini tertuang dalam pasal 322 ayat 4 DIM pemerintah Anti-perundungan (anti-bullying).
Tenaga medis dan tenaga kesehatan (nakes) dapat menghentikan pelayanan kesehatan bila memperoleh perlakuan yang tidak sesuai dengan harkat dan martabat manusia, moral, kesusilaan, serta nilai-nilai sosial budaya, termasuk tindakan kekerasan, pelecehan dan perundungan. Hal ini tertuang dalam pasal 282 ayat DIM pemerintah.
Baca juga: Mendagri Minta Pemda Pastikan Layanan Faskes Terpenuhi Selama Aksi Tolak RUU Kesehatan
Terkait pelindungan untuk peserta didik, RUU ini menjamin hak peserta didik yang memberikan pelayanan kesehatan atas bantuan hukum, dalam hal terjadinya sengketa medik selama mengikuti proses pendidikan. Poin ini tertuang dalam pasal 208E ayat 1 huruf a DIM pemerintah.
Sementara terkait proteksi tenaga kesehatan dan tenaga medis dalam keadaan darurat, tenaga medis dan tenaga kesehatan yang melaksanakan upaya penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan wabah, berhak atas pelindungan hukum dan keamanan serta jaminan kesehatan dalam melaksanakan tugas. Poin ini ada dalam pasal 408 ayat 1 DIM pemerintah.
Hingga saat ini, kata Syahril, DPR dan pemerintah masih membahas pasal pelindungan hukum dan mengundang masukan dari publik. Oleh karena itu, meminta pembahasan RUU Kesehatan dihentikan bukanlah solusi.
"Meminta proses pembahasan RUU Kesehatan untuk distop bukanlah solusi. Apabila kepentingan utama organisasi profesi adalah pelindungan hukum, justru sekarang inilah saat yang tepat untuk melakukan perbaikan,” tandas Syahril.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.