“Sekali lagi urusan kesehatan itu, yaitu kecepatan penanganan. Apabila nakes kita tidak dilindungi justru mereka akan takut bertindak, jika tidak cepat ditangani maka pasien akan banyak yang meninggal. Nah, itu yang kita beri ruang bagi nakes,” ujar Melki.
Pada kesempatan tersebut, Melki memastikan pengetatan seleksi terhadap tenaga medis dan nakes Warga Negara Asing (WNA) yang berpraktik di Indonesia.
Menurutnya, standar kompetensi tenaga medis atau dokter WNA harus sesuai dengan standar kompetensi dokter di Indonesia, termasuk kemampuan wajib berbahasa Indonesia.
Melki mengatakan, dokter harus bisa berkomunikasi dengan pasien untuk menghindari kejadian salah diagnosa.
Baca juga: Dokter Tirta Terima Kasih atas Curhatan Kiky Saputri soal Salah Diagnosa Mertuanya
“Kami di Komisi IX dan pemerintah tegaskan Bahasa Indonesia itu wajib. Jadi siapa saja nakes yang masuk wajib memahami dan mengetahui Bahasa Indonesia, karena dia harus konsultasi dengan pasien,” katanya.
“Bagaimana dokter tidak mampu berbahasa indonesia dengan baik, bisa memberikan diagnosis yang tepat pada pasien,” tambah Melki.
Dalam kesempatan tersebut, ia menepis isu penghapusan organisasi profesi yang menjadi salah satu sorotan dalam pembahasan RUU Kesehatan.
Ia memastikan, RUU Kesehatan tidak akan menghapus organisasi profesi medis dan kesehatan yang ada di Indonesia.
“Prinsipnya, organisasi profesi tidak dihapus. Tapi akan ada dibuat regulasi yang baru itu pasti,” ujar Melki.
Baca juga: IDI Khawatir soal Status Organisasi Profesi Jika RUU Kesehatan Disahkan
Ia mengungkapkan, pihaknya sedang mencari titik temu agar organisasi profesi (OP) tetap ada agar bisa memenuhi keinginan seluruh pihak yang beragam atau bisa juga sinergi dengan pemerintah.
“Organisasi profesi tidak dihapus, tetapi akan lebih dari satu akan dibahas bersama pemerintah untuk mencari gambaran yang paling tepat,” jelas Melki.
Ia memastikan bahwa pertemuan informal maupun dalam forum tetap bisa dilakukan dalam rangka menampung segala aspirasi dari berbagai pihak.
Melki mengungkapkan keinginan pada pimpinan OP agar lebih baik berdiskusi, berjuang meyakinkan anggota Panja dan pemerintah dengan argumentasi sekuat mungkin .
“Jangan sampai citra kesehatan kita dipertaruhkan, masyarakat juga dirugikan,” jelasnya.
Baca juga: Ramai soal Karyawan Resign Mendapatkan Tagihan Tunggakan BPJS, Ini Penjelasan BPJS Kesehatan
Sebagai informasi, agenda public hearing tersebut dihadiri sejumlah organisasi, antara lain Perkumpulan Konsultan Hukum Medis dan Kesehatan (PKHMK), Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia (ISMKI), Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC), dan Perkumpulan Obstetri Dan Ginekologi Indonesia (POGI).
Kemudian, dihadiri juga Masyarakat Farmasis Indonesia, Ikatan Bidan Indonesia, Perhimpunan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Komnas Pengendalian Tembakau (Komnas PT), Pemerhati Pendidikan Kedokteran dan Pelayanan Kesehatan.