Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Sebut Pengelolaan Lapas Rawan Korupsi, Mulai dari Pungli sampai Suap

Kompas.com - 09/05/2023, 17:39 WIB
Syakirun Ni'am,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, pengelolaan lembaga pemasyarakatan (Lapas) di Indonesia rawan terjadi tindak pidana korupsi.

Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK, Ali Fikri mengatakan, pihaknya menerima beberapa aduan dari masyarakat mengenai sejumlah modus korupsi di lapas.

Modus itu antara lain, dugaan pungutan liar, suap-menyuap, penyalahgunaan wewenang hingga pengadaan barang dan jasa.

“KPK telah melakukan identifikasi terhadap pengelolaan lapas, yang juga diduga merupakan salah satu sektor yang rentan terjadinya tindak pidana korupsi,” kata Ali dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Selasa (9/5/2023).

Baca juga: Wamenkumham Sebut Polisi, Jaksa, dan Hakim yang Bikin Lapas Penuh

Ali mengatakan, KPK juga telah menemukan sejumlah persoalan di dalam Lapas. Temuan ini mengacu pada hasil kajian Kedeputian Pencegahan dan Monitoring.

Beberapa masalah itu antara lain, timbulnya kerugian negara karena masalah lapas yang kelebihan kapasitas (overload), mengistimewakan narapidana kasus korupsi di rutan atau lapas.

Kemudian, mekanisme check and balance pejabat dan staf Unit Pelaksana Teknis di rutan atau lapas dalam memberikan remisi ke warga binaan pemasyarakatan; risiko menyalahgunakan kelemahan sistem data pemasyarakatan (SDP) hingga korupsi pada penyediaan bahan dan makanan.

Berkaca dari temuan kajian itu, KPK menilai tata kelola lapas harus segera diperbaiki.

“Demi memitigasi risiko korupsi,” ujar Ali.

Baca juga: Beredar Foto Fasilitas Mewah di Rutan Kebonwaru Bandung, Begini Penjelasan Kadivpas

Rekomendasi dari KPK

Lebih lanjut, KPK telah menyusun sejumlah rekomendasi untuk memperbaiki tata kelola lapas di Indonesia.

Dalam rekomendasi jangka pendek, KPK menyarankan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) bersama penegak hukum terkait membuat dan menyepakati standar operasional prosedur (SOP) mengenai pengembalian tahanan yang habis dasar penahannya kepada pihak penahan.

KPK juga menyarankan sistem pemberian remisi dari positive list menjadi negative list. Hal ini dilakukan dengan memanfaatkan Sistem Database Pemasyarakatan (SDP).

Perubahan sistem pemberian remisi ini berarti narapidana yang tidak melanggar aturan berhak mendapat remisi.

“Sedangkan narapidana yang melakukan pelanggaran, akan dimasukkan ke dalam register F dan tidak berhak mendapat remisi,” kata Ali.

Baca juga: Wamenkumham Ungkap Lapas Overkapasitas, Dipenuhi Narapidana Kasus Narkotika

Kemudian, KPK juga menyarankan, pemberian remisi harus transparan dan akuntabel sehingga dapat mengurangi jumlah napi di rutan dan lapas yang melebihi kapasitas.

Langkah ini dilakukan sekaligus untuk meminimalisir kesempatan suap menyuap di dalam lapas.

Kemudian, KPK juga menyarankan rekomendasi jangka menengah seperti merevisi Peraturan Pemerintah (PP) 99 Tahun 2012 terkait pemberian remisi pada kasus narkoba.

Kemudian, membuat mekanisme diversi untuk kasus tindak pidana ringan dan pengguna narkotika. Langkah ini juga dilakukan dengan memaksimalkan peran Badan Pemasyarakatan (Bapas).

“Menempatkan atau memindahkan napi korupsi ke Nusakambangan,” ujar Ali.

Baca juga: Soal Anak Menkumham Dituding Monopoli Bisnis di Lapas, Mahfud MD Enggan Turun Tangan, Ini Alasannya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Nasional
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Nasional
Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Nasional
Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Nasional
Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Nasional
Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Nasional
PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

Nasional
Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Nasional
Timnas Lawan Irak Malam Ini, Jokowi Harap Indonesia Menang

Timnas Lawan Irak Malam Ini, Jokowi Harap Indonesia Menang

Nasional
Peringati Hardiknas, KSP: Jangan Ada Lagi Cerita Guru Terjerat Pinjol

Peringati Hardiknas, KSP: Jangan Ada Lagi Cerita Guru Terjerat Pinjol

Nasional
Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Nasional
Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat 'Smart Card' Haji dari Pemerintah Saudi

Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat "Smart Card" Haji dari Pemerintah Saudi

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Nasional
Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Nasional
Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com