Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kubu Lukas Enembe Tuding IDI dan Dokter RSPAD Tak Periksa Kesehatan Secara Lengkap

Kompas.com - 02/05/2023, 20:52 WIB
Irfan Kamil,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tim Kuasa Hukum Gubernur nonaktif Papua, Lukas Enembe, Petrus Bala Pattyona mengatakan, hasil pemeriksaan kesehatan kliennya yang dilakukan tim dokter RSPAD Gatot Subroto dan dikaji tim dokter Ikatan Dokter Indonesia (IDI) patut dipersoalkan jika dibandingkan dengan hasil pemeriksaan RS Royal Healthcare Singapore.

Hal itu diungkapkan dalam kesimpulan gugatan praperadilan melawan penetapan tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang disampaikan ke Hakim Tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (2/5/2023).

“Karena dari fakta yang terungkap, pemeriksaan terhadap kondisi kesehatan Bapak Lukas Enembe hanya dilakukan satu hari saja yaitu pada tanggal 11 Januari 2023 setelah Bapak Lukas Enembe ditangkap dan dibawa ke Jakarta,” kata Petrus.

Baca juga: Pengacara: KPK Sembunyikan Penyakit Menular yang Diidap Lukas Enembe

“Kemudian, fakta keesokan harinya yaitu tanggal 12 Januari 2023, Tim Dokter IDI hanya melakukan analisis data hasil pemeriksaan Dokter RSPAD dalam waktu 4 jam yang dimulai dari jam 10.00 sampai jam 13.00,” ungkapnya.

Petrus menilai, jika dibandingkan dengan pemeriksaan yang dilakukan RS Royal Healthcare Singapore yang disusun secara komprehensif, maka dapat disimpulkan bahwa Tim Dokter IDI dan Tim Dokter RSPAD tidak melakukan pemeriksaan yang lengkap dan menyeluruh terhadap diri dan kondisi kesehatan Lukas Enembe.

“Sehingga sangat beralasan jika kemudian dikatakan bahwa KPK telah mendasarkan tindakan penahanan dan menempatkan Bapak Lukas Enembe, di Rutan adalah tindakan yang tidak sah dan cacat secara prosedural,” papar Petrus.

Baca juga: Pengacara: Lukas Enembe Idap Penyakit Permanen, Kronis dan Berbahaya

Kuasa Hukum Gubernur nonaktif Papua ini pun menyebutkan bahwa penyakit gagal ginjal kronis stadium 5 yang diderita Lukas Enembe harusnya mendapatkan perhatian dengan fasilitas medis dan perawatan khusus, bukan dengan ditahan di rumah tahanan (Rutan) KPK.

Petrus mengungkapkan, berdasarkan fakta juga telah terbukti kondisi ginjal Lukas Enembe ketika pertama masuk adalah Stadium 4 dengan fungsi ginjal masih 15 persen sampai dengan 30 persen.

Namun, setelah ditangkap dan ditahan fungsi ginjal Lukas Enembe tinggal 10 persen atau masuk stadium 5 yang diketahui terjadi pada bulan April 2023.

“Di muka sidang juga terungkap dalam keterangan ahli pemohon yang membaca hasil rekam medik Bapak Lukas Enembe, dari RS Royal Healthcare Singapore bahwa Bapak Lukas Enembe, mengidap penyakit Hepatitis B,” ungkap Petrus.

“Perihal sakit penyakit ini, sebelumnya tidak pernah diterangkan, disebutkan, dan disampaikan kepada Bapak Lukas Enembe, dan atau kuasanya juga kepada masyarakat oleh KPK, Tim Dokter RSPAD dan Tim Dokter IDI,” ujar dia.

Berdasarkan keterangan ahli, lanjut Petrus, penyakit berbahaya seperti Hepatitis B Lukas Enembe yang disembunyikan KPK, dan tim dokternya tersebut berbahaya bagi keselamatan nyawa Gubernur Papua itu.

Bahkan, kondisi itu juga akan membahayakan orang-orang yang berada di sekitar Lukas Enembe. Terutama yang berada di dalam Rutan KPK.

“Maka patut dan perlu dipertimbangkan secara cermat, mengenai bentuk penahanan yang tepat bagi Bapak Lukas Enembe, apalagi dengan sifat menularnya Hepatitis B melalui cairan, maka ada faktor kepentingan umum, baik dari sesama tahanan, pengunjung rutan, petugas tahanan yang memiliki risiko tertular,” kata Petrus.

Baca juga: KPK Sudah Sita Aset Lebih dari Rp 200 Miliar dalam Kasus Korupsi Lukas Enembe

Lukas Enembe sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek infrastruktur yang bersumber dari APBD pada September tahun lalu.

Awalnya, KPK hanya menemukan bukti aliran suap Rp 1 miliar dari Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka, ke Lukas.

Namun, dalam persidangan Rijatono Lakka yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, terungkap bahwa jumlah suap yang diberikan kepada Lukas Enembe mencapai Rp 35.429.555.850 atau Rp 35,4 miliar.

“Terdakwa sebagai tim sukses Lukas Enembe kemudian meminta pekerjaan atau proyek kepada Lukas Enembe sebagai kompensasinya,” ujar Jaksa KPK Ariawan Agustiartono dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (5/4/2023).

Belakangan, KPK menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Status ini naik ke tahap sidik setelah KPK menemukan bukti permulaan yang cukup.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

 Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Nasional
Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Nasional
RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

Nasional
 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Nasional
Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Nasional
Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Nasional
Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Nasional
Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Nasional
PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com