Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Deretan Grasi dari Presiden Jokowi untuk Para Terpidana, Antasari Azhar Salah Satunya

Kompas.com - 14/04/2023, 15:10 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Selama 2 periode kepemimpinannya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah memberikan grasi kepada sejumlah narapidana.

Yang terbaru Presiden Jokowi memberikan grasi kepada terpidana mati kasus narkoba Merri Utami.

Jokowi memberikan grasi dengan mengubah hukuman mati kepada Merri yang sudah 22 tahun menanti eksekusi menjadi penjara seumur hidup.

Berikut ini adalah rangkuman sejumlah grasi yang diberikan Presiden Jokowi kepada sejumlah narapidana.

Baca juga: Komnas Perempuan Apresiasi Langkah Jokowi Berikan Grasi untuk Merri Utami

1. 5 Tahanan Politik Papua

Presiden Jokowi memberikan grasi kepada 5 tahanan politik yang terlibat Organisasi Papua Merdeka (OPM) pada 2015.

Jokowi menyatakan, pemberian grasi dilakukan sebagai upaya pemerintah untuk menyelesaikan konflik di Papua.

"Ini adalah langkah awal. Sesudah ini akan diupayakan pembebasan para tahanan lain di daerah lain juga. Ada 90 yang masih harus diproses," kata Jokowi seperti dilansir dari BBC.

Lima orang yang diberikan grasi oleh Presiden Jokowi adalah para pelaku serangan ke gudang senjata di markas Kodim Wamena pada 2003.

Baca juga: Merri Utami Dapat Grasi, Kuasa Hukum Minta Jokowi Ringankan Lagi Pidananya

Mereka adalah Linus Hiel Hiluka dan Kimanus Henda (keduanya divonis 19 tahun 10 bulan), Jefrai Murib dan Numbungga Telenggen (keduanya divonis seumur hidup), serta Apotnalogolik Lokobalm (vonis 20 tahun).

Dua dari lima tapol tersebut didatangkan dari dari Biak dan dua orang dari Nabire. Hanya Jefrai Murib yang selama ini ditahan di LP Abepura.

2. Antasari Azhar

Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar di Gedung Sekretariat Negara, Selasa (2/7/2019).KOMPAS.com/CHRISTOFORUS RISTIANTO Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar di Gedung Sekretariat Negara, Selasa (2/7/2019).

Presiden Jokowi memberikan grasi berupa pengurangan hukuman enam tahun kepada mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar pada awal Januari 2017.

Grasi itu membuat hukuman yang diterima Antasari berkurang, dari 18 tahun menjadi 12 tahun.

Antasari divonis 18 tahun penjara pada 2010 karena terbukti terlibat dalam pembunuhan bos PT Putra Rajawali Bantaran, Nasrudin Zulkarnain.

Baca juga: LBH Masyarakat Apresiasi Jokowi Beri Grasi untuk Terpidana Mati Merri Utami

Putusan itu tidak berubah meski ia telah mengajukan peninjauan kembali.

Pada 8 Agustus 2016, Antasari mengajukan grasi kepada Jokowi, yang kemudian ditindaklanjuti dengan meminta pertimbangan dari Mahkamah Agung.

Dia telah menjalani kurungan fisik selama 7 tahun 6 bulan sebelum dinyatakan bebas bersyarat.

Sejak 2010, total remisi yang dia peroleh ialah selama 4 tahun 6 bulan. Dengan demikian, total masa pidana yang sudah dijalani ialah 12 tahun.

3. Neil Bantleman

Guru Jakarta International School (JIS) Neil Bantleman usai dibebaskan dari Rutan Cipinang, Jakarta Timur, Jumat (14/8/2015).Kompas.com/Robertus Belarminus Guru Jakarta International School (JIS) Neil Bantleman usai dibebaskan dari Rutan Cipinang, Jakarta Timur, Jumat (14/8/2015).

Neil Bantleman adalah mantan terpidana kasus dugaan kekerasan seksual terhadap sejumlah pelajar di Jakarta International School (kini Jakarta Intercultural School) atau JIS.

Mantan guru JIS itu sebelumnya divonis 11 tahun penjara dalam kasus kekerasan seksual itu.

Akan tetapi, Presiden Jokowi memberikan grasi kepada Neil dengan memangkas masa hukumannya menjadi 5 tahun 1 bulan, dan denda pidana senilai Rp 100 juta.

Melalui Keputusan Presiden Nomor 13/G Tahun 2019 yang terbit pada 19 Juni 2019, grasi yang diberikan Jokowi disebutkan atas dasar kemanusiaan.

Baca juga: Pemberian Grasi oleh Presiden dan Cara Mengajukannya

Akan tetapi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyesalkan langkah Presiden Jokowi memberikan grasi kepada Neil.

Saat ini Neil kembali ke kampung halamannya di Kanada.

4. Annas Maamun

Annas Maamun saat masih menjabat Gubernur Riau KOMPAS/ SYAHNAN RANGKUTI Annas Maamun saat masih menjabat Gubernur Riau

Presiden Jokowi memberikan grasi kepada koruptor kasus alih fungsi lahan di Provinsi Riau sekaligus mantan gubernur Annas Maamun pada 2019.

Grasi tersebut diberikan melalui Keputusan Presiden Nomor 23/G Tahun 2019 tentang Pemberian Grasi, yang diteken Jokowi pada 25 Oktober 2019.

Grasi yang diberikan kepada Annas berupa pemotongan masa hukuman selama satu tahun. Artinya, Annas hanya akan menjalani enam tahun masa hukuman kendati divonis tujuh tahun dalam upaya kasasinya.

Akan tetapi, tetap diwajibkan membayar hukuman denda sebesar Rp 200 juta yang dijatuhkan kepadanya.

Baca juga: Jerat Hukum Annas Maamun: Sempat Dapat Grasi, Kini Dipenjara Lagi

Dengan adanya grasi ini, Annas yang sempat ditahan di Lapas Sukamiskin Bandung bebas pada September 2019.

Meski begitu, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menangkap Annas pada Maret 2022 setelah bebas karena grasi.

Penyebabnya adalah Annas masih berstatus sebagai tersangka dalam kasus suap terkait RAPBD Perubahan Tahun 2014 dan RAPBD Tambahan Tahun 2015 di Provinsi Riau.

Penyidik KPK bahkan menjemput paksa Annas karena dinilai tidak kooperatif lantaran tidak menghadiri panggilan pemeriksaan.

5. Merri Utami

Terpidana hukuman mati dalam kasus narkotika, Merry Utami, berbicara dalam Diskusi Publik Hari Antihukuman Mati dan Hari Kesehatan Jiwa yang diselenggarakan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat, 9 Oktober 2020. Video merupakan dokumentasi dari LBH Masyarakat.Kompas.id Terpidana hukuman mati dalam kasus narkotika, Merry Utami, berbicara dalam Diskusi Publik Hari Antihukuman Mati dan Hari Kesehatan Jiwa yang diselenggarakan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat, 9 Oktober 2020. Video merupakan dokumentasi dari LBH Masyarakat.

Presiden Jokowi memberikan grasi kepada Merri Utami yang merupakan terpidana mati kasus penyelundupan narkoba.

Merri sudah menunggu 22 tahun di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Semarang menanti hukuman mati.

Kuasa hukum Merri, Aisyah Humaida Musthafa mengatakan, kabar grasi tersebut diterima langsung dari kliennya pada 24 Maret 2023.

Ia mengatakan, surat grasi melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 1/G Tahun 2023 tersebut tentu merupakan kabar gembira bagi Merri dan keluarganya.

Baca juga: Contoh Amnesti, Abolisi, Grasi, dan Rehabilitasi di Indonesia

Aisyah mengatakan, grasi dengan nomor surat 02/PID.2016/PN.TNG yang diajukan Merri sebenarnya sudah dikirim sejak 26 Juli 2016. Namun, grasi ini baru disetujui setelah tujuh tahun pengajuannya.

Mereka tidak mengetahui alasan mengapa pengabulan grasi tersebut memakan waktu yang lama.

Merri merupakan terpidana mati dalam kasus 1,1 kologram heroin yang diungkap di Bandara Soekarno Hatta 2001.

Ia dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Tangerang karena kedapatan membawa heroin saat pulang dari Taiwan. Namun, Komnas Perempuan saat itu menyebut Merri sebagai korban perdagangan orang.

Baca juga: Jokowi Akan Beri Amnesti ke Saiful Mahdi, Apa Bedanya dengan Abolisi, Grasi, dan Rehabilitasi?

Merri hanya tahu dititipkan tas di Nepal oleh kekasihnya Jerry, melalui Muhammad dan Badru.

Merri sempat curiga karena tas tersebut lebih berat dari biasanya. Namun, pemberi tas menampik dengan menyebut bahwa tas yang ia bawa berat karena kualitas kulit yang bagus.

Merri membawa tas itu ke Jakarta pada 31 Oktober 2001 seorang diri melalui Bandara Soekarno-Hatta.

Merri kemudian ditangkap di Bandara Soekarno Hatta karena membawa 1,1 kilogram heroin yang disembunyikan di balik dinding tas.

(Penulis : Dani Prabowo, Singgih Wiryono | Editor : Bayu Galih, Icha Rastika)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com