Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
M. Ikhsan Tualeka
Pegiat Perubahan Sosial

Direktur Indonesian Society Network (ISN), sebelumnya adalah Koordinator Moluccas Democratization Watch (MDW) yang didirikan tahun 2006, kemudian aktif di BPP HIPMI (2011-2014), Chairman Empower Youth Indonesia (sejak 2017), Direktur Maluku Crisis Center (sejak 2018), Founder IndoEast Network (2019), Anggota Dewan Pakar Gerakan Ekonomi Kreatif Nasional (sejak 2019) dan Executive Committee National Olympic Academy (NOA) of Indonesia (sejak 2023). Alumni FISIP Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (2006), IVLP Amerika Serikat (2009) dan Political Communication Paramadina Graduate School (2016) berkat scholarship finalis ‘The Next Leaders’ di Metro TV (2009). Saat ini sedang menyelesaikan studi Kajian Ketahanan Nasional (Riset) Universitas Indonesia, juga aktif mengisi berbagai kegiatan seminar dan diskusi. Dapat dihubungi melalui email: ikhsan_tualeka@yahoo.com - Instagram: @ikhsan_tualeka

Menanti Pejabat Daerah ala "Backpackers"

Kompas.com - 11/04/2023, 15:10 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Ini bukan berarti kepala daerah atau para pejabat itu sendirian melakukan blusukan untuk menjangkau pelosok daerahnya, tapi setidaknya bergerak dalam rombongan terbatas dan proporsional, fokus pada pelayanan, cerdik atau memahami realitas.

Bukan seperti ‘rombongan sirkus’ yang melakukan perjalanan dalam konvoi besar, dikawal voorijder, pamer kuasa, jumawa serta tampil hedonis dengan berbagai fasilitas untuk dilayani.

Kemudian disambut bak sultan, dengan seremonial yang menelan anggaran dan melelahkan, namun miskin substansi.

Aktivitas seolah-olah, sekadar untuk mendulang konten atau ‘’memberi makan” media sosial para pemangku kewajiban itu. Setelah mereka pergi, rakyat kembali pada kenyataan pahit, penuh keterbatasan dan berkekurangan.

Realitas infrastruktur jalan dan jembatan yang masih belum memadai terutama di daerah terdepan, terpencil dan tertinggal, tidak menjadi hambatan atau kendala bagi pejabat atau official backpackers ini bersama tim kecilnya.

Mereka terbiasa menggunakan transportasi umum, sepeda motor atau bahkan jalan kaki, menjangkau titik yang selama ini tak terjangkau dan memastikan pelayanan kepada masyarakat. Tampil layaknya masyarakat biasa, namun dengan jangkauan yang luas.

Semua tools portable yang merupakan fasilitas official backpackers dapat dibawa kemanapun saat bertugas. Kepala daerah atau pejabat sampai birokrat level terbawah semua dikondisikan untuk ‘ramah’ terhadap berbagai hal, terutama terhadap anggaran.

Menikmati setiap fasilitas dan akomodasi seadanya, yang lebih menonjolkan fungsi atau kemanfaatan untuk mewujudkan prestasi. Bukan mengejar prestise ‘high class’, padahal bisa jadi adalah sesuatu yang ‘fake’ atau keropos.

Alih-alih koruptif, seperti yang selama ini terus menjadi parade di Gedung Merah-Putih KPK dan menghiasi headline media massa. Official backpackers yang tampil sederhana ini justru kerap berbagi ‘jatah pribadi’ dengan masyarakat yang ditemui.

Mengingatkan kita pada para pendiri dan pemimpin bangsa, seperti Proklamator Hatta, Perdana Menteri Natsir, Diplomat Agus Salim, Menteri Leimena, Jago Tua AM Sangadji, dan Kepala Polisi Hoegeng. Mereka tampil dalam adab dan kesederhanaan, toleran, dan berintegritas.

Kejujuran dalam menentukan visi, dan lihai atau pandai dalam mengomunikasikan serta merealisasikan misi. Memaknai jabatan dan kapasitas sosial yang dimiliki adalah amanah serta jalan pengabdian.

Tidak sampai memaksakan diri bergabung dengan komunitas kaum elite, executives club atau sosialita agar terlihat bonafid. Tak mencari pengakuan karena bekerja dengan hati, bukan untuk menjaring elektabilitas.

Pejabat yang responsif dan fleksibel ala backpackers menjadikan aktivisme tampil lebih sporty dan ‘berisi’, penuh makna, berhikmat dalam kebijaksanaan untuk melayani maupun menyerap aspirasi. Tanpa perlu fasilitas berlebih.

Mengejar kualitas dalam melayani sesama, yang merupakan mandat rakyat, adalah cerminan ketaqwaan. Sederhana dan altruistik turut memperkuat modal keadaban, bukan memperkaya diri pribadi atau kelompok.

Esensi dari menjadi kepala daerah atau pejabat adalah melayani, sehingga bergerak tangkas dalam kesederhanaan laksana backpackers, untuk mengefisiensikan anggaran dan mengefektifkan kerja, adalah karakter melayani atau pelayan yang sesungguhnya. Itulah yang saat ini dinantikan masyarakat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com