Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Momen Mahfud Sebut Nama Heru Pambudi Saat Ungkap Dugaan TPPU Rp 189 Triliun di Kemenkeu

Kompas.com - 31/03/2023, 16:48 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sosok Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Heru Pambudi jadi perbincangan.

Pangkalnya, nama Heru disebut oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dalam rapat bersama Komisi III DPR RI, Rabu (29/3/2023), yang membahas dugaan transaksi janggal senilai Rp 349 triliun di lingkungan Kemenkeu.

Ini bermula ketika Mahfud mengugkap bahwa Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pernah mengirimkan laporan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) ke Kemenkeu pada 2017 lalu.

Baca juga: Soal Perbedaan Data Transaksi Janggal, Jokowi: Ditanyakan ke Menkeu dan Mahfud

Oleh karena dugaan TPPU tersebut nominalnya mencapai ratusan triliun, laporan itu diserahkan langsung oleh PPATK ke Kemenkeu.

"Di sini kasus mengenai tadi yang Rp 189 triliun ini tidak bisa diserahkan dengan surat karena sangat sensitif. Oleh sebab itu diserahkan by hand per tanggal 13 November 2017," kata Mahfud dalam rapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Mahfud bilang, pihak PPATK diwakili oleh Kepala PPATK saat itu, Kiagus Ahmad Badaruddin, didampingi Dian Ediana Rae yang kala itu menjabat sebagai Wakil Ketua PPATK.

Sementara, dari pihak Kemenkeu hadir Heru Pambudi yang saat itu bertindak sebagai Direktur Jenderal (Dirjen) Bea Cukai Kemenkeu, Sumiyati sebagai Inspektur Jenderal (Irjen) Kemenkeu kala itu, dan dua pegawai Kemenkeu lain.

Baca juga: Poin-poin Penting Penjelasan Mahfud MD soal Dugaan Transaksi Janggal Rp 349 Triliun di Kemenkeu

Menurut Mahfud, penyerahan laporan PPATK tersebut tertuang dalam berita acara yang ditandatangani oleh pihak-pihak yang hadir.

"Ini yang menyerahkan Ketua (PPATK) Pak Badaruddin, Pak Dian Ediana. Kemudian (yang menerima) Heru Pambudi dari Dirjen Bea Cukai, lalu Sumiyati Irjen. Ini ada tanda tangannya semua nih bahwa 2013 kasus ini masuk," terangnya.

Namun demikian, Mahfud bilang, hingga tahun 2020 tidak ada tindak lanjut atas laporan PPATK tersebut. Akhirnya, pada tahun itu pula PPATK mengirimkan surat baru.

Akan tetapi, perkara itu belum juga diusut hingga awa Maret lalu PPATK menyerahkan laporan dugaan transaksi janggal senilai Rp 349 triliun ke Kemenkeu. Laporan itu memuat dugaan transaksi mencurigakan senilai Rp 189 triliun yang dilaporkan ke Kemenkeu sejak tahun 2017.

"Nggak ada follow up sejak 2017," ujar Mahfud.

Baca juga: Debat Panas 8 Jam Mahfud Versus Everybody di Komisi III DPR yang Berujung Salaman

Mahfud mengatakan, ketika PPATK menyerahkan laporan dugaan transaksi janggal senilai Rp 349 triliun ke Kemenkeu beberapa waktu lalu, instansi pimpinan Sri Mulyani itu mengaku tak tahu menahu tentang laporan dugaan transaksi janggal senilai Rp 189 triliun yang sedianya sudah dikirim sejak 2017 lalu.

"Waktu itu ada Wamenkeu, Irjen, dan ini, itu bilang surat ini tidak ada," kata Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) itu.

Dalam rapat yang sama, Mahfud mengungkap bahwa dugaan transaksi janggal senilai Rp 349 triliun di Kemenkeu itu merupakan data agregat dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) periode 2009-2023.

Data yang bersumber dari 300 laporan hasil analisis (LHA) itu terbagi menjadi 3 kelompok. Pertama, transaksi mencurigakan yang langsung melibatkan pegawai Kemenkeu senilai Rp 35 triliun.

Dalam hal ini, data Mahfud berbeda dengan yang sebelumnya diterangkan oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani di hadapan Komisi XI DPR RI.

"Transaksi keuangan mencurigakan di pegawai Kemenkeu, kemarin Ibu Sri Mulyani di Komisi XI (DPR RI) menyebut hanya 3 triliun, yang benar 35 triliun," katanya.

Kelompok kedua, transaksi keuangan mencurigakan yang diduga melibatkan pegawai Kemenkeu dan pihak lainnya. Menurut Mahfud, transaksi ini berkisar Rp 53 triliun.

Baca juga: Alasan Mahfud Bongkar Dugaan Pencucian Uang: Jokowi Marah Indeks Korupsi Menurun

Klaster ketiga, transaksi keuangan mencurigakan terkait kewenangan Kemenkeu sebagai penyidik Tindak Pidana Asal (TPA) dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang belum diperoleh data keterlibatan pegawai Kemenkeu. Jumlahnya sekitar Rp 260 triliun.

"Sehingga jumlahnya Rp 349 triliun, fix," tandas Mahfud.

Mahfud mengatakan, total ada 491 aparatur sipil negara (ASN) Kemenkeu yang terlibat transaksi-transaksi janggal tersebut. Selain itu, ada 13 ASN kementerian/lembaga lain dan 570 non-ASN yang terlibat digaan transaksi janggal ini, sehingga totalnya mencapai 1.074 orang terlibat.

Baca juga: Saling Serang Mahfud dan Benny K Harman soal Transaksi Janggal: Singgung Wewenang hingga Isu Singkirkan Menkeu

Sebelumnya, menanggapi kegaduhan ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut bahwa tidak semua laporan dugaan transaksi janggal itu berkaitan dengan pegawai Kemenkeu.

Dari laporan PPATK yang berisi kompilasi 300 surat dugaan transaksi janggal, cuma 135 surat yang berhubungan dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) pegawai Kemenkeu. Nilainya "hanya" sekitar Rp 22 triliun.

"Bahkan 22 triliun ini, 18,7 triliun itu juga menyangkut transaksi korporasi yang nggak ada hubungan dengan Kementerian Keuangan," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (27/3/2023).

"Jadi yang benar-benar berhubungan dengan pegawai Kementerian Keuangan itu 3,3 triliun. Ini 2009 hingga 2023, 15 tahun seluruh transaksi debit-kredit dari seluruh pegawai yang diinkuiri tadi, termasuk penghasilan resmi transaksi dengan keluarga, transaksi jual beli aset, jual beli rumah, itu 3,3 triliun," tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Nasional
Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Nasional
PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

Nasional
Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Nasional
Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Nasional
Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Nasional
Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com