Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 28/03/2023, 13:17 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD membantah anggapan bahwa dirinya membocorkan informasi soal dugaan transaksi janggal kepada publik.

Dia mengatakan, apa yang disampaikannya mengenai dugaan transaksi janggal di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) itu bukan merupakan pembocoran.

"Enggak ada pembocoran (informasi transaksi janggal)," ujar Mahfud di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (28/3/2023).

Baca juga: Mahfud MD Siap Beri Penjelasan soal Transaksi Janggal kepada DPR Besok

Mahfud juga memberikan komentarnya mengenai rencana pelaporan atas dirinya oleh Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) ke Bareskrim Polri terkait hal tersebut. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu dilaporkan atas dugaan pembocoran data transaksi janggal sebesar Rp 349 triliun.

"Bagus," tegas Mahfud.

Dalam kesempatan itu, Mahfud menyatakan siap hadir memenuhi panggilan Komisi III DPR RI pada Rabu (29/3/2023) besok. Dia menambahkan, dirinya wajib datang apabila sudah dipanggil.

"Pasti dong (datang ke DPR). Wajib datang kalau dipanggil," katanya.

Diberitakan sebelumnya, polemik temuan transaksi janggal Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) masih berlanjut. Kali ini anggota Komisi III DPR mempertanyakan mengapa dokumen temuan terkait tindak pencucian uang (TPPU) bisa "bocor" ke publik.

Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan mengatakan, mengacu pada Pasal 11 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, dokumen temuan terkait TPPU seharusnya dirahasiakan.

Baca juga: Kronologi Kabar Dugaan Transaksi Janggal Rp 349 Triliun di Kemenkeu, Bermula dari Mahfud MD

Ketentuan ini berlaku untuk semua pihak, mulai dari pegawai Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) hingga menteri.

"Yang memperoleh dokumen atau keterangan dalam rangka pelaksanaan tugasnya menurut UU ini wajib merahasiakan dokumen atau keterangan tersebut," kata dia dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III DPR dengan kepala PPATK, Selasa (21/3/2023).

Dia pun melanjutkan ketentuan dari aturan itu yang menyebutkan, setiap orang yang melanggar ketentuan akan dikenakan hukuman. Adapun hukuman yang dikenakan berupa pidana penjara paling lama 4 tahun.

"Bagiannya yang ngebocorin berarti bukan Pak Ivan (Kepala PPATK) ya? Yang memberitakan macam-macam itu bukan dari mulutnya Pak Ivan? Bukan?" tanya Arteria.

Pada kesempatan yang sama, Anggota Komisi III DPR Benny K. Harman juga mempertanyakan apakah boleh dokumen temuan terkait TPPU dikemukakan ke publik. Sebab, ia bilang, berdasarkan ketentuan UU PPATK, seharusnya hanya menyerahkan dokumen temuan ke presiden dan DPR.

"Apakah boleh PPATK atau kepala komite itu tadi membuka ke publik? Seperti yang dilakukan oleh Pak Menko Polhukam, Mahfud MD," katanya.

Baca juga: Saat Jokowi Beri Perintah ke PPATK dan Mahfud MD soal Kehebohan Transaksi Janggal di Kemenkeu...

Merespons pertanyaan tersebut, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, informasi terkait temuan transaksi janggal boleh dikemukakan apabila telah menjadi perhatian publik. Selain itu, informasi juga disebut boleh disampaikan selama tidak menyebutkan nama.

Ia pun melanjutkan ketentuan dari aturan itu yang menyebutkan, setiap orang yang melanggar ketentuan akan dikenakan hukuman. Adapun hukuman yang dikenakan berupa pidana penjara paling lama 4 tahun.

"Bagiannya yang ngebocorin berarti bukan Pak Ivan (Kepala PPATK) ya? Yang memberitakan macam-macam itu bukan dari mulutnya Pak Ivan? Bukan?" tanya Arteria.

Pada kesempatan yang sama, Anggota Komisi III DPR Benny K. Harman juga mempertanyakan apakah boleh dokumen temuan terkait TPPU dikemukakan ke publik. Sebab, ia bilang, berdasarkan ketentuan UU PPATK, seharusnya hanya menyerahkan dokumen temuan ke presiden dan DPR.

"Apakah boleh PPATK atau kepala komite itu tadi membuka ke publik? Seperti yang dilakukan oleh Pak Menko Polhukam, Mahfud MD," katanya.

Baca juga: Kagetnya Sri Mulyani, Mahfud MD Tiba-tiba Ungkap Dugaan Transaksi Janggal Rp 300 Triliun di Kemenkeu

Merespons pertanyaan tersebut, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, informasi terkait temuan transaksi janggal boleh dikemukakan apabila telah menjadi perhatian publik. Selain itu, informasi juga disebut boleh disampaikan selama tidak menyebutkan nama.

Pernyataan itu disampaikan Ivan dengan merujuk Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2012 tentang Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

"Dalam konteks kasus yang menjadi perhatian publik itu bisa disampaikan, tapi tidak menyentuh kasusnya," ucap Ivan.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Video rekomendasi
Video lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Tanggal 4 Juni Memperingati Hari Apa?

Tanggal 4 Juni Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 3 Juni Memperingati Hari Apa?

Tanggal 3 Juni Memperingati Hari Apa?

Nasional
TPPO Marak Terjadi, Migrant Care Minta Pemerintah Benahi Masalah Tenaga Kerja di Indonesia

TPPO Marak Terjadi, Migrant Care Minta Pemerintah Benahi Masalah Tenaga Kerja di Indonesia

Nasional
Sandi Ungkap Dirinya Tetap Bersahabat Sangat Baik dengan Anies

Sandi Ungkap Dirinya Tetap Bersahabat Sangat Baik dengan Anies

Nasional
Soal Isu Bocornya Putusan MK Terkait Sistem Pemilu, Ketua Komisi III: Hoaks

Soal Isu Bocornya Putusan MK Terkait Sistem Pemilu, Ketua Komisi III: Hoaks

Nasional
Kisah Hidup Kakek Buyut Ma'ruf Amin, Syekh Nawawi Al Bantani Akan Diangkat Jadi Film

Kisah Hidup Kakek Buyut Ma'ruf Amin, Syekh Nawawi Al Bantani Akan Diangkat Jadi Film

Nasional
LP3HI Bakal Kembali Gugat Bareskrim jika Dugaan Gratifikasi Firli Bahuri Tak Ditindaklanjuti

LP3HI Bakal Kembali Gugat Bareskrim jika Dugaan Gratifikasi Firli Bahuri Tak Ditindaklanjuti

Nasional
Cegah Narkotika Zombi Masuk Indonesia, Gus Imin Minta Pemerintah Ambil Tindakan Ekstrem

Cegah Narkotika Zombi Masuk Indonesia, Gus Imin Minta Pemerintah Ambil Tindakan Ekstrem

Nasional
Audensi dengan KSP, BP3OKP Minta Pemerintah Beri Perhatian ke Masyarakat Terdampak Konflik Keamanan

Audensi dengan KSP, BP3OKP Minta Pemerintah Beri Perhatian ke Masyarakat Terdampak Konflik Keamanan

Nasional
Kasus Gratifikasi dan TPPU, Eks Dirut Jasindo Dituntut 7 Tahun Penjara

Kasus Gratifikasi dan TPPU, Eks Dirut Jasindo Dituntut 7 Tahun Penjara

Nasional
Majelis Hakim MK Segera Rapat Tentukan Putusan Sistem Pemilu

Majelis Hakim MK Segera Rapat Tentukan Putusan Sistem Pemilu

Nasional
Melejitnya Elektabilitas Prabowo dan Perubahan Citra Militer menjadi Humanis

Melejitnya Elektabilitas Prabowo dan Perubahan Citra Militer menjadi Humanis

Nasional
BP3OKP Akui Kesulitan Bantu Lobi KKB soal Pilot Susi Air

BP3OKP Akui Kesulitan Bantu Lobi KKB soal Pilot Susi Air

Nasional
Ingin Deklarasi Cawapres Anies Juni, Demokrat: Kita Bertarung Melawan 'Status Quo'

Ingin Deklarasi Cawapres Anies Juni, Demokrat: Kita Bertarung Melawan "Status Quo"

Nasional
MK Diminta Pertimbangkan Konteks Politik Terkini dalam Putuskan Sistem Pemilu

MK Diminta Pertimbangkan Konteks Politik Terkini dalam Putuskan Sistem Pemilu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com