Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tiada Kegentingan yang Memaksa, BEM UI: Pengesahan Perppu Cipta Kerja Kelabui Konstitusi

Kompas.com - 23/03/2023, 17:51 WIB
Vitorio Mantalean,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) menyatakan bahwa pengesahan Perppu Cipta Kerja menjadi undang-undang sama saja tidak menghormati Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.

Sebelumnya, DPR RI menyetujui usulan Perppu Cipta Kerja oleh pemerintah pada Selasa (21/3/2023) dan mengesahkannya menjadi undang-undang.

"Pengesahan RUU tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja menjadi pertanda bahwa negara memiliki ragam cara untuk mengelabui konstitusi," ujar Ketua BEM UI Melki Sedek Huang kepada Kompas.com, Kamis (23/3/2023).

"Sifat putusan Mahkamah Konstitusi yang final dan berkekuatan hukum tetap sebagaimana diatur dalam Pasal 24C ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 dilanggar begitu saja oleh pemerintah dan DPR RI," ia menambahkan.

Baca juga: Protes Perppu Ciptaker, BEM UI Buat Meme DPR Rumahnya Tikus

Langkah pemerintah dan DPR ini dinilai buruk bukan hanya karena membangkang MK, melainkan juga inkonstitusional.

Pasalnya, menurut konstitusi, penerbitan perppu harus dilandasi dengan situasi genting yang memaksa pemerintah membuat peraturan pengganti undang-undang.

Konsideran soal "kegentingan yang memaksa" pada Perppu Cipta Kerja dianggap mengada-ada dan DPR, yang sebetulnya punya opsi untuk menolak usulan perppu, justru menyetujuinya dengan mudah.

"Jika dibilang dalam konsidenannya disebut Perppu Cipta Kerja ini hadir karena kegentingan yang memaksa dalam bentuk keadaan ekonomi yang tidak stabil, jelas ini bertentangan dengan pernyataan Menteri Keuangan bahwa perekonomian Indonesia sedang baik-baik saja," ujar Melki.

Baca juga: BEM UI Protes Perppu Ciptaker, Faldo Maldini: Narasinya Mirip Kelompok Anti-Pemerintah

Sebelumnya, dalam acara CEO Banking Forum - Leadership Sharing: Menyambut Tahun Baru dengan Lebih Optimis, Senin (9/1/2023), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut optimisme pertumbuhan ekonomi di 2023 yang semakin baik dari tahun lalu bukan tanpa alasan.

Optimisme tersebut didukung permintaan domestik yang semakin menggeliat dan juga permintaan ekspor yang meningkat.

“Kita 31 bulan berturut-turut mengalami surplus neraca perdagangan, current account kita juga surplus,” kata Sri Mulyani, dikutip dari Kontan.


Sementara itu, dalam Kuliah Umum: Kondisi Ekonomi dan Fiskal Indonesia di Tahun Politik, Jumat (3/1/2023), Sri Mulyani menyebut bahwa bukan Indonesia yang perekonomiannya tidak baik-baik saja, melainkan Amerika dan Eropa.

"Jika dikatakan bahwa keadaan kegentingan memaksanya adalah konflik Rusia dan Ukraina jelas sangat patut dipertanyakan dan diperjelas lebih detail bagaimana konflik tersebut dapat memberi dampak langsung terhadap Indonesia," tambah Melki.

Ia menegaskan bahwa seluruh konsideran dalam penerbitan Perppu Cipta Kerja tidak ada yang cukup kuat untuk menunjukkan bahwa beleid ini memang dikeluarkan dalam kegentingan yang memaksa.

"Antara ini kegentingan yang dipaksakan atau membuat-buat keadaan kegentingan yang memaksa tersebut. Sehingga jelas menurut kami Presiden Jokowi punya iktikad buruk untuk menghianati konstitusi," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Nasional
Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi 'Doorstop' Media...

Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi "Doorstop" Media...

Nasional
Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com