Pertama, sebagaimana yang kita saksikan belakangan, relawan dan pendukung Ganjar Pranowo sudah tidak seagresif awal tahun lalu dalam mempromosikan Ganjar Pranowo sebagai bakal calon presiden yang jauh lebih layak secara elektoral dibanding Puan Maharani.
Kedua, relasi Jokowi dan Megawati terlihat semakin hangat dan mesra, seolah-olah tidak ada lagi perbedaan politik antara kedua pihak terkait dengan calon presiden yang akan menggantikan Jokowi untuk periode selanjutnya.
Sebenarnya kehangatan hubungan kedua pihak bisa saja dimaknai bahwa Jokowi, yang selama ini cenderung dilihat publik sebagai sosok King Maker yang mengantongi nama calon presiden sendiri, sudah menerima keinginan Megawati terkait dengan calon presiden.
Namun nampaknya pemaknaan seperti itu agak kurang kontekstual dengan dinamika politik yang ada. Selama ini, suasana penentuan bakal calon presiden di PDIP menjadi ramai karena adanya nama Ganjar yang digadang-gadang sebagai calon presiden besutan Jokowi.
Artinya, suasana politik di dalam PDIP menjadi panas bukan karena Puan, yang konon dikabarkan sebagai bakal calon presiden versi Megawati, tapi karena hadirnya nama lain yang cukup kuat secara elektoral selain Puan, yakni Ganjar.
Bahkan tidak jarang para petinggi PDIP merasa terganggu dengan para pendukung Ganjar, sampai muncul istilah Dewan Kolonel versus Dewan Kopral.
Jadi, saat situasi berubah menjadi tenang dan hubungan Megawati-Jokowi semakin membaik, sangat besar kemungkinannya bahwa sang penantang Puan tidak lagi melakukan tekanan politik ke dalam.
Hal itu terjadi bisa karena pihak yang menekan ke dalam kalah kuat atau bisa pula terserap dengan baik karena satu dan lain hal.
Dalam hal ini, saya lebih cenderung memilih pemaknaan kedua di mana Ganjar, berkat dukungan penuh Jokowi, terserap ke dalam.
Ketiga adalah soal kepastian Anies Baswedan menjadi calon presiden dari Koalisi Perubahan. Keberhasilan Surya Paloh dan Partai Nasdem mengusung Anies dan berbuah koalisi tiga partai, Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan PKS, memberi kepastian kepada Jokowi dan Megawati bahwa calon presiden dari PDIP harusnya calon yang bisa mengalahkan Anies secara elektoral.
Tidak terelakkan, sosok yang paling sering mengalahkan Anies di survei-survei politik yang ada adalah Ganjar.
Jajak pendapat Litbang Kompas Januari 2023, menunjukkan bahwa elektabilitas calon presiden (capres) tertinggi masih diduduki oleh Ganjar, disusul Prabowo Subianto, dan Anies.
Dan jika dihadap-hadapkan antara Ganjar dan Anies, hasilnya cukup meyakinkan, Ganjar mengantongi angka 60,2 persen melawan Anies dengan angka 39,8 persen.
Karena bagaimanapun, cara terbaik untuk mengetahui kandidat terbaik adalah dengan melihat raihan hasil survei. Pasalnya, survei adalah gambaran dan indikasi dari dukungan publik yang dimiliki oleh sang kandidat.
Faktanya selama ini, di era demokrasi modern, indikasi tersebut memang biasanya berasal dari hasil survei. Jamak di negara-negara demokrasi bahwa kandidat yang dimunculkan oleh satu atau beberapa partai adalah kandidat yang memiliki data hasil survei tertinggi.