Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gagal Ginjal Akut Anak Tak Ditetapkan sebagai KLB, Komnas HAM Minta UU Direvisi

Kompas.com - 11/03/2023, 14:03 WIB
Fika Nurul Ulya,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) merekomendasikan pemerintah untuk merevisi Undang-undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.

Rekomendasi itu menyusul adanya kasus gagal ginjal akut (acute kidney injury/AKI) pada anak akibat keracunan obat sirup mengandung etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) yang melonjak cepat sejak tahun lalu.

Dalam penanganan kasus gagal ginjal, pemerintah tidak menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB).

"Untuk itu, perlu dilakukan perubahan terhadap peraturan yang dimaksud," kata Komisioner Komnas HAM, Hari Kurniawan, di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Sabtu (11/3/2023).

Baca juga: Komnas HAM Minta Presiden Akui Negara Lakukan Pembiaran dalam Kasus Gagal Ginjal Akut

Hari mengatakan, UU tersebut sudah tidak relevan, utamanya ketika kasus gagal ginjal akut pada anak yang notabene bukan penyakit menular dan tidak kunjung ditetapkan sebagai KLB.

Menurut Hari, perlu ada pengaturan terkait status KLB pada penyakit tidak menular (PTM) yang bergerak cepat dan memiliki efek perburukan yang signifikan, layaknya kasus gagal ginjal akut akibat obat sirup.

"Sudah tidak relevannya UU Nomor 4 tahun 1984 terutama terkait penetapan status KLB, dalam permasalahan kesehatan. Salah satu substansi penting yaitu belum adanya pengaturan terkait kondisi darurat kesehatan yang diakibatkan oleh penyakit tidak menular sebagai KLB," tutur Hari.

Selain itu, Komnas HAM merekomendasikan agar ada evaluasi secara menyeluruh terkait sistem tata kelola pelayanan kesehatan dan kefarmasian, yang berkaitan dengan surveilans kesehatan dan sistem pengawasan.

Lalu, merekomendasikan pemerintah mengatur kewenangan pengawasan pasca edar (post market) Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melalui undang-undang.

Baca juga: Komnas HAM soal Gagal Ginjal Akut: Pemerintah Tak Transparan dan Lambat Menanganinya

Diketahui dalam kasus gagal ginjal, BPOM mengakui terdapat celah (gap) dari hulu ke hilir yang dimanfaatkan pihak-pihak tidak bertanggung jawab.

"Maka diperlukan pengaturan secara khusus melalui UU terhadap mandat dan kewenangan BPOM RI terutama untuk post market. Harus ada pengaturan di dalam perundang-undangan," tutur Hari.

Kemudian, Komnas HAM menilai perlu adanya regulasi yang mengatur secara khusus tentang sistem kefarmasian di Indonesia, RUU kefarmasian.

Lalu, perlu adanya regulasi khusus yang mengatur tentang pengawasan terhadap proses produksi distribusi dan pemanfaatan senyawa kimia berbahaya dan beracun di Indonesia.

Baca juga: Menko PMK: Bantuan untuk Korban Gagal Ginjal Akut Tengah Diproses di Kemensos

"Termasuk memastikan adanya mandat dan kewenangan yang jelas tidak tumpang tindih, dan terpadu atau terintegrasi antar instansi yang memiliki otoritas terkait," jelas Hari.

Sebagai informasi, kasus gagal ginjal mencuat sejak tahun lalu yang disebabkan oleh keracunan obat sirup mengandung zat kimia berbahaya etilen glikol dan dietilen glikol (EG/DEG).

Zat kimia berbahaya ini sejatinya tidak boleh ada dalam obat sirup, namun cemarannya kemungkinan ada karena zat pelarut tambahan yang diperbolehkan di dalam obat sirup, yakni propilen glikol, polietilen glikol, gliserin/gliserol, dan sorbitol.

Cemaran ini tidak membahayakan sepanjang tidak melebihi ambang batas.

Baca juga: Ada Beda Pernyataan, Bareskrim Panggil BPOM dan Labkesda soal Kasus Gagal Ginjal

Data Kemenkes hingga 5 Februari 2023 mencatat, sebanyak 326 kasus gagal ginjal yang tersebar di 27 provinsi di Indonesia. Jumlah korban yang meninggal akibat kasus ini mencapai 204 orang.

Tak berhenti sampai situ, para korban menggugat BPOM, serta beberapa perusahaan farmasi maupun distributor yang tidak memenuhi ketentuan. Mereka menganggap Kemenkes dan BPOM lalai dan menuntut biaya ganti rugi.

Dalam penanganannya, Kemenkes tidak menetapkan status KLB. Namun kementerian mengeklaim, cara penanganannya sudah sama seperti KLB. Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin bahkan beranggapan, agak lucu ditetapkan status KLB ketika kasusnya sudah menurun.

"KLB itu dibikin kalau kasusnya naik ya. Sekarang kasusnya sudah menurun dengan sangat drastis. Jadi agak lucu juga kalau kita terapkan KLB-nya sekarang karena kasusnya sudah hampir tidak ada (penambahan)," ujar Budi di GBK, Senayan, Jakarta, Minggu (30/10/2022).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kaesang Sebut Ayahnya Akan Bantu Kampanye Pilkada, Jokowi: Itu Urusan PSI

Kaesang Sebut Ayahnya Akan Bantu Kampanye Pilkada, Jokowi: Itu Urusan PSI

Nasional
Oknum TNI AL Pukul Sopir Pikap di Bogor, Danpuspom: Ada Miskomunikasi di Jalan

Oknum TNI AL Pukul Sopir Pikap di Bogor, Danpuspom: Ada Miskomunikasi di Jalan

Nasional
Ruang Kerja Sekjen DPR Indra Iskandar Digeledah KPK, BURT: Proses Hukum Harus Kita Hormati

Ruang Kerja Sekjen DPR Indra Iskandar Digeledah KPK, BURT: Proses Hukum Harus Kita Hormati

Nasional
Kompolnas Duga Ada Pelanggaran Penugasan Brigadir RAT untuk Kawal Pengusaha

Kompolnas Duga Ada Pelanggaran Penugasan Brigadir RAT untuk Kawal Pengusaha

Nasional
Surya Paloh Pamer Nasdem Bisa Dukung Anies, tapi Tetap Berada di Pemerintahan Jokowi

Surya Paloh Pamer Nasdem Bisa Dukung Anies, tapi Tetap Berada di Pemerintahan Jokowi

Nasional
Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Lagi Hari Ini

Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Lagi Hari Ini

Nasional
Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

Nasional
Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

Nasional
Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

Nasional
Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

Nasional
Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Nasional
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Nasional
Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Nasional
Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Nasional
Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com