Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Ungkap Kejahatan Perpajakan Peringkat 3 Temuan PPATK

Kompas.com - 09/03/2023, 15:33 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein menyatakan kejahatan perpajakan menempati peringkat ketiga di bawah korupsi dan narkoba terkait temuan dugaan aliran dana dari tindak pidana selama dia memimpin lembaga itu dari 2002 sampai 2011.

"Sampai hari ini yang paling tinggi korupsi, terus tindak pidana narkotika dan tindak pidana perpajakan. Perpajakan ranking 3," kata Yunus dalam program Ni Luh di Kompas TV, seperti dikutip pada Kamis (9/3/2023).

"Korupsi yang paling tinggi. Ada kementerian, penegak hukum, politisi juga cukup banyak ya," sambung Yunus.

Baca juga: KPK Sebut 2 dari 280 Perusahaan Milik 134 Pegawai DJP yang Punya Saham adalah Konsultan Pajak

Yunus mengatakan, kejahatan perpajakan terbesar yang pernah dilaporkan PPATK di masa kepemimpinannya adalah kasus yang melibatkan mantan pegawai pajak Gayus Halomoan Partahanan Tambunan.

Saat itu Gayus yang merupakan pegawai Ditjen Pajak golongan III/a mempunyai harta kekayaan berupa valuta asing senilai Rp 60 miliar dan perhiasan senilai Rp 14 miliar.

"Ada yang cukup dikenal ya. Mr. GHT (Gayus Tambunan), pegawai pajak gol III/a. Gaji cuma Rp 12,5 juta tapi aset enggak sesuai sama profil," ucap Yunus.

Baca juga: Hasil Lengkap Audit Kemenkeu atas Rafael Alun Trisambodo dan Progres Kasus Pegawai Lain

Gayus bahkan sempat kabur ke Singapura bersama anak dan istrinya, dan dijemput oleh Satgas Mafia Hukum.

Selain itu, Gayus juga membuat heboh karena dia tertangkap kamera awak media menyaksikan pertandingan tenis Commonwealth World Championship di Bali pada 5 November 2010.

Baca juga: KPK: Tak Etis Pegawai Ditjen Pajak Punya Saham di Perusahaan

Sosoknya diketahui meski berusaha menyamar dengan menggunakan rambut palsu. Padahal saat itu Gayus tengah ditahan karena dalam proses persidangan.

Sebelumnya diberitakan, kinerja Direktorat Jenderal Pajak menjadi sorotan setelah mantan pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo diduga mempunyai jumlah kekayaan tak wajar.

Harta tak wajar Rafael terkuak setelah putranya, Mario Dandy Satrio (20), menganiaya D (17) yang merupakan anak pengurus GP Ansor.

Rafael yang merupakan pejabat eselon III di Ditjen Pajak tercatat memiliki harta kekayaan mencapai Rp 56 miliar di dalam LHKPN.

Sementara Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga telah memblokir puluhan rekening Rafael dan keluarga dengan transaksi senilai Rp 500 miliar.

Baca juga: Minta Pemerintah Tak Kalah dengan Mafia Pajak, Anggota DPR: Ini Skandal Luar Biasa

Rekening yang diblokir ini terdiri dari rekening pribadi Rafael, keluarga termasuk putranya Mario Dandy Satrio dan perusahaan atau badan hukum, serta konsultan pajak yang diduga terkait dengan Rafael.

PPATK sebelumnya menyatakan sudah menemukan indikasi transaksi mencurigakan Rafael sejak 2003 karena tidak sesuai profil dan menggunakan nominee atau kuasa.

PPATK juga mendapat informasi dari masyarakat mengenai konsultan pajak terkait Rafael melarikan diri ke luar negeri.

Diduga ada dua orang mantan pegawai Ditjen Pajak yang bekerja pada konsultan tersebut. KPK pun sudah mengantongi dua nama orang itu.

Baca juga: Sederet Alasan Sri Mulyani Pecat Rafael Alun dari ASN, Sembunyikan Harta hingga Tak Patuh Pajak

Adapun KPK sudah memutuskan membuka penyelidikan dugaan tindak pidana terkait harta kekayaan Rafael. Dalam proses ini, KPK akan mencari bukti permulaan dugaan tindak pidana korupsi.

Di sisi lain, Kementerian Keuangan memutuskan memecat Rafael setelah melakukan audit. Menteri Keuangan Sri Mulyani pun dilaporkan menyetujui pemecatan Rafael.

Sri Mulyani bahkan membubarkan klub pengendara motor pegawai Ditjen Pajak, Belasting Rijder, sebagai dampak dari kasus Rafael.

Dampak dari kasus Rafael juga merembet ke Bea Cukai. Eko Darmanto yang sebelumnya merupakan Kepala Kantor Bea dan Cukai Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dicopot dari jabatannya karena memamerkan gaya hidup mewah melalui media sosial dan diduga mempunyai harta kekayaan tidak wajar.

Eko pun dimintai klarifikasi oleh KPK terkait data harta kekayaannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com