Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Prima Kritik Mahfud soal Putusan PN Jakpus: Nafsu dan Tidak Teliti

Kompas.com - 09/03/2023, 09:13 WIB
Adhyasta Dirgantara,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dianggap terlalu reaktif dalam merespons putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang memerintahkan agar tahapan Pemilu 2024 ditunda.

Pasalnya, Mahfud meyakini bahwa ada 'permainan' di balik putusan PN Jakpus yang memenangkan gugatan Partai Prima tersebut.

Partai Prima selaku pihak yang melayangkan gugatan pun tak terima dituding seperti itu. Partai Prima lantas mengkritik Mahfud dengan menyebutnya terlalu reaktif.

Baca juga: Gerindra Sentil Mahfud, Disebut Cuma Cari Panggung Terkait Putusan Pemilu Ditunda

Bahkan, Partai Prima juga membawa-bawa jabatan Menko Polhukam yang diemban Mahfud. Prima menilai Mahfud tidak meneliti putusan PN Jakpus tersebut.

"Bahkan, sekelas Menko Polhukam saja, mungkin karena saking nafsunya, tidak meneliti apa yang kami mohonkan, sehingga sangat reaktif dan publik juga sangat reaktif," kata Ketua Umum Partai Prima Agus Jabo Priyono dalam diskusi di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (8/3/2023).

Adapun Mahfud sebelumnya menduga ada permainan di balik putusan PN Jakpus. Ia mengaku heran ketika hukum administrasi justru masuk ke dalam hukum perdata. Menurutnya, putusan ini telah salah kamar.

"Ini hukum administrasi tapi kok masuk ke hukum perdata. Ada main mungkin di belakangnya. Iyalah pasti ada main. Pasti," ujar Mahfud dikutip dari video Kompas TV, Senin (6/3/2023).

Agus menegaskan, keputusan Prima menggugat keputusan KPU itu adalah agar partainya dapat menjadi peserta Pemilu 2024 setelah dinyatakan tidak lolos sebagai peserta.

"Saya perlu menegaskan kembali bahwa posisi politik Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) bahwa kami berjuang itu agar bisa ikut Pemilu 2024, bukan untuk menunda Pemilu 2024. Ini karena banyak disalahpahami," tegasnya.

Baca juga: Soal Isu Penundaan Pemilu, Partai Prima: Jangan Bikin Opini, Bernegara Kok kayak Anak TK!

Ia menambahkan, langkah Prima mengajukan gugatan ke PN Jakpus karena tidak mengetahui bahwa pengadilan tingkat pertama itu tidak memiliki wewenang untuk mengadili sengketa pemilu. 

Menurutnya, selama ini Prima sudah mencoba mencari keadilan melalui lembaga-lembaga yang diatur oleh UU untuk menangani sengketa pemilu, seperti Bawaslu dan PTUN. Namun, upaya itu sia-sia.

"Usaha-usaha yang kita lakukan ya untuk mendapatkan keadilan itu sudah kami tempuh sesuai dengan undang-undang. Bahkan kemudian kita melakukan gerakan-gerakan massa, tetapi KPU diam, Bawaslu diam," ujarnya.

Rombongan masa Partai Prima saat tiba di depan Kantor KPU untuk melakukan pendaftaran calon peserta Pemilu 2024, Senin (1/8/2022) pagi.KOMPAS.COM/ VITORIO MANTALEAN Rombongan masa Partai Prima saat tiba di depan Kantor KPU untuk melakukan pendaftaran calon peserta Pemilu 2024, Senin (1/8/2022) pagi.

Meyakini bahwa dokumen yang telah dimiliki lengkap, Prima akhirnya bergerak melakukan aksi hingga meminta KPU diaudit.

Pada saat yang sama, pihaknya mengajukan permohonan melawan hukum yang diduga dilakukan KPU ke pengadilan.

"Kami mengajukan permohonan perbuatan melawan hukum, yang dilakukan oleh KPU, karena KPU bertindak tidak profesional di dalam melaksanakan verifikasi administrasi terhadap partai kami," ujar Agus.

Baca juga: Pembelaan Partai Prima Usai Jadi Bulan-bulanan, Tolak Disebut Ingin Tunda Pemilu

"Kita puasa berbicara tentang proses bagaimana mereka melakukan perbuatan melawan hukum dalam verifikasi administrasi, Itu sudah banyak yang kita sampaikan lewat media," imbuhnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Fraksi Gerindra MPR Habiburokhman menilai, Mahfud cari panggung dalam kisruh ini. 

Sebagai mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, ia menganggap, Mahfud memiliki kapasitas intelektual yang bagus. Sehingga, ia berpandangan, semestinya Mahfud dapat menggunakan jalur dan etika yang ada untuk menyampaikan pendapat atas ketidaktepatan PN Jakpus memutus perkara ini.

Baca juga: Partai Prima Klaim Tak Tahu PN Jakpus Tak Berwenang Adili Sengketa Pemilu

"Jangan kita menganggap sesuatu yang kita anggap ngawur, tapi kita meresponsnya dengan ngawur," ujar Habiburokhman.

Habiburokhman mengingatkan bahwa Indonesia adalah negara hukum, di mana keputusan hukum harus dilawan secara hukum pula.

Maka dari itu, Habiburokhman mengaku sedih ketika melihat respons-respons berbagai pihak terkait putusan soal penundaan Pemilu 2024, termasuk Mahfud MD.

Wakil Ketua Fraksi Gerindra MPR Habiburokhman saat ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (8/3/2023). KOMPAS.com/ADHYASTA DIRGANTARA Wakil Ketua Fraksi Gerindra MPR Habiburokhman saat ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (8/3/2023).

"Saya agak-agak sedih juga melihat respons berbagai pihak yang harusnya kapasitas intelektualnya bagus, tapi meresponsnya itu seperti orang cari panggung saja. Ada seorang menteri ngomong, 'pasti ada yang main', Bapak Mahfud maksud saya," tuturnya.

"Saya sangat sedih, anak semester satu saja tahu kalau kita menuduh, kita harus bisa membuktikan," sambung Habiburokhman.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com