Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Babak Baru Manuver Tunda Pemilu, Terungkap KPU Tak Hadirkan Saksi Hadapi Gugatan Prima

Kompas.com - 08/03/2023, 06:11 WIB
Vitorio Mantalean,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus putusan penundaan Pemilu 2024 dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) memasuki babak baru.

Terungkap, dalam rangkaian sidang yang berlangsung sejak gugatan perdata Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) diregistrasi pada 8 Desember 2022, KPU tak menghadirkan satu pun saksi.

Situasi tersebut dianggap mencerminkan ketidakseriusan KPU RI menghadapi gugatan perdata Prima yang secara materi cukup berbahaya, karena partai politik besutan eks aktivis Agus Jabo Priyono itu meminta diulangnya seluruh tahapan Pemilu 2024 selama 2 tahun 4 bulan dan 7 hari yang otomatis menunda pemilu.

Terlebih, majelis hakim PN Jakpus, dalam pertimbangannya, juga mengaku tahu maksud Prima lewat petitum itu bertujuan menunda pemilu.

Baca juga: KPU Tak Hadirkan Saksi Hadapi Prima di PN Jakpus, Perludem: Pertanyaan Besar

Dikutip dari salinan putusan perkara nomor 757/Pdt.G/2022, Kamis (2/3/2023), terungkap bahwa Prima menghadirkan 2 orang saksi yang keterangannya dipertimbangkan majelis hakim PN Jakpus.

Majelis hakim belakangan mengabulkan semua gugatan Prima karena dalam salah satu pertimbangannya, dalil-dalil yang diajukan Prima disebut tidak dapat dibantah KPU.

"Menurut majelis, para penggugat sudah dapat membuktikan seluruh dalil-dalil tindakannya sedangkan tergugat tidak dapat mempertahankan dalil-dalil bantahannya, maka gugatan penggugat dapatlah dikabulkan seluruhnya," tulis putusan itu.

Di sisi lain, Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari mewakili lembaganya sebagai tergugat juga hanya memberi kuasa kepada 43 komisioner dan staf KPU RI untuk bicara dalam persidangan. KPU tidak mengirim pengacara.

Baca juga: Bantah Remehkan Gugatan Prima di PN Jakpus, Ketua KPU: Kita Sudah Digugat Bertubi-tubi

Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari dalam sidang perdana di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Senin (27/2/2023). Hasyim diadukan oleh Direktur Eksekutif Nasional Prodewa Muhammad Fauzan Irvan karena dianggap partisan.Anggapan partisan itu menyusul komentar Hasyim pada Catatan Akhir Tahun 2022, soal adanya kemungkinan Pileg 2024 memakai sistem proporsional tertutup sehubungan dengan adanya uji materiil di Mahkamah Konstitusi.KOMPAS.com / VITORIO MANTALEAN Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari dalam sidang perdana di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Senin (27/2/2023). Hasyim diadukan oleh Direktur Eksekutif Nasional Prodewa Muhammad Fauzan Irvan karena dianggap partisan.Anggapan partisan itu menyusul komentar Hasyim pada Catatan Akhir Tahun 2022, soal adanya kemungkinan Pileg 2024 memakai sistem proporsional tertutup sehubungan dengan adanya uji materiil di Mahkamah Konstitusi.

Penjelasan KPU

Hasyim Asy'ari angkat bicara alasannya tidak menghadirkan saksi maupun pengacara dalam menghadapi gugatan perdata Prima.

Alasan pertama, Hasyim menegaskan bahwa perkara tersebut di luar yurisdiksi PN Jakpus. Argumen ini juga disampaikan oleh KPU RI dalam eksepsinya dalam perkara Prima, tetapi ditolak majelis hakim PN Jakpus.

"Gugatan dan sengketa tentang partai politik jalurnya adalah Bawaslu dan PTUN," kata Hasyim kepada Kompas.com pada Selasa (7/3/2023).

"Dengan demikian, ketika perkara dibawa ke ranah gugatan perdata ke PN Jakpus, KPU berpendapat hal tersebut bukan kompetensi PN," ia menambahkan.

Baca juga: KPU Buka Suara Alasan Tak Hadirkan Saksi dan Pengacara Hadapi PRIMA di PN Jakpus

Alasan kedua, menurutnya, KPU tidak perlu menghadirkan siapa pun untuk menghadapi gugatan ini karena mereka sendiri pihak yang "paling tahu" kronologi masalah yang dihadapi Prima.

Prima merasa dirugikan oleh KPU karena dinyatakan tidak memenuhi syarat verifikasi administrasi partai politik calon peserta Pemilu 2024, sehingga tak bisa ambil bagian dalam Pemilu 2024.

"KPU ini sebagai pelaku kegiatan pendaftaran dan verifikasi partai, jadi KPU ini adalah pihak yang tahu urusan tersebut," kata Hasyim.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Tanggapi Luhut soal Orang 'Toxic', Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Tanggapi Luhut soal Orang "Toxic", Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Nasional
Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Nasional
Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

Nasional
Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Nasional
Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Nasional
KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat 'Presidential Club'

Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat "Presidential Club"

Nasional
'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

"Presidential Club" Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

Nasional
Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye 'Tahanan KPK' Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye "Tahanan KPK" Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Nasional
Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Ide "Presidential Club" Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com