Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggota Komisi III DPR: Negara Tak Boleh Kalah dengan Para Mafia di Ditjen Pajak

Kompas.com - 08/03/2023, 16:00 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat Santoso meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) beserta aparat penegak hukum tegas membongkar kasus 69 pegawai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang diduga terlibat pencucian uang.

Hal itu disampaikannya melihat pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD yang mengaku telah melaporkan 69 pegawai itu ke Menteri Keuangan Sri Mulyani.

"Disinyalir hampir semua pejabat pajak melakukan pat gulipat kepada para wajib pajak. Tindakan itu jelas merugikan keuangan negara dan memperkaya diri mereka. Saatnya negara tidak boleh kalah dengan para mafia yang ada di ditjen pajak," kata Santoso saat dihubungi Kompas.com, Rabu (8/3/2023).

Santoso kemudian meminta PPATK menelusuri laporan Mahfud MD tersebut hingga ditemukan validitasnya.

Baca juga: Mahfud Sebut Laporkan 69 Pegawai Kemenkeu ke Sri Mulyani, Diduga Lakukan Pencucian Uang

Menurutnya, apabila sudah divalidasi adanya pencucian uang, aparat penegak hukum dan PPATK tak boleh melindungi oknum pegawai pajak itu.

"Semua harus diperlakukan sama dengan yang melanggar diberi sanksi karena telah menggunakan jabatannya untuk memperkaya diri," ujarnya.

Santoso menambahkan, meski apa yang dilaporkan Mahfud MD terlambat, tetapi lebih baik daripada tidak sama sekali.

Ia kemudian mengatakan, apa yang dilakukan oleh oknum-oknum pegawai pajak di Kemenkeu sebenarnya sudah sejak lama diketahui. Akan tetapi, pemerintah dinilai hanya berdiam diri.

"Sebabnya adalah karena target penerimaan pajaknya kecil sehingga Dirjen Pajak hampir dapat melampaui itu setiap tahunnya. Sehingga perilaku menyimpang dari pegawai pajak ditutupi oleh para pimpinannya di Kemenkeu termasuk Menteri Keuangan," kata Santoso.

Baca juga: PPATK Menduga Ada Peran Pencuci Uang Profesional Terkait Rafael Alun Trisambodo

Lebih lanjut, politisi Demokrat ini berharap kasus tersebut dapat membongkar suatu skandal luar biasa di Kemenkeu.

Sebab, ia berpendapat apa yang dilakukan oknum pajak selama ini sudah sangat sistemik.

Hal tersebut, dikatakan Santoso berkaca pada kasus seorang mantan pejabat eselon III di Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo yang memiliki harta kekayaan sebesar Rp 56,1 miliar.

"Terkuaknya transaksi mencurigakan RA (Rafael Alun) adalah kotak pandora yang harus dibongkar oleh aparat penegak hukum dan PPATK," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, Mahfud MD telah mengirimkan laporan dugaan pencucian uang yang dilakukan 69 pegawai Kemenkeu kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Mahfud, yang juga berstatus sebagai Ketua Tim Pengendalian TPPU, mengirimkan laporan tersebut berdasarkan data yang diperolehnya dari PPATK.

Baca juga: Mahfud MD Sebut Ada Pergerakan Uang Mencurigakan di Kemenkeu Senilai Rp 300 Triliun

Halaman Berikutnya
Halaman:


Terkini Lainnya

Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com