Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Indonesian Insight Kompas
Kelindan arsip, data, analisis, dan peristiwa

Arsip Kompas berkelindan dengan olah data, analisis, dan atau peristiwa kenyataan hari ini membangun sebuah cerita. Masa lalu dan masa kini tak pernah benar-benar terputus. Ikhtiar Kompas.com menyongsong masa depan berbekal catatan hingga hari ini, termasuk dari kekayaan Arsip Kompas.

Denny Indrayana: Ada 5 Cacat Putusan PN Jakarta Pusat soal Penghentian Tahapan Pemilu

Kompas.com - 03/03/2023, 09:19 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

"Salah satu karakteristik putusan perdata adalah hanya berlaku untuk para pihak yang berperkara, karena menyangkut persoalan di antara penggugat dan tergugat saja," papar Denny.

Baca juga: Mahfud Sebut Putusan PN Jakpus Tunda Pemilu 2024 Sensasi Berlebihan dan Salah

Karena itu, jelas tidak bisa putusan perkara perdata sampai menunda pemilu yang mengikat agenda publik dan agenda negara, sekaligus mengikat para pihak di luar yang sedang berperkara.

"Itulah kesalahan konseptual dan kecacatan mendasar lain dari Putusan PN Jakarta Pusat tersebut," jelas Denny.

5. Putusan tidak dapat dilaksanakan

Karena majelis hakim PN Jakarta Pusat masuk ke wilayah kerja yang bukan yurisdiksinya, lalu memutus amar yang bukan kewenangannya dan berkonsekuensi menunda pemilu, amar ke-6 putusan yang menyatakan berlaku serta-merta pun menurut Denny tidak dapat dilaksanakan (non-executable).

"Suatu putusan yang dilaksanakan secara serta-merta (uitvoerbaar bivoorraad) meskipun ada perlawanan atau banding sebenarnya adalah konsep perdata (Pasal 180 HIR) dan lebih terkait soal kewajiban pembayaran yang harus dilaksanakan segera agar tidak makin merugikan korban," tutur Denny.

Baca juga: Mahfud: Vonis PN Jakpus Tak Bisa Dieksekusi, Harus Dilawan Secara Hukum!

Karena itu, tegas dia, amar seperti ini tidak tepat sama sekali untuk diterapkan dalam perkara tata negara apalagi berkonsekuensi menunda pemilu.

"Maka, amar putusan 'serta-merta' itu pun wajib diabaikan," ujar Denny lugas.

Lawan trisula skenario tunda pemilu

Dengan uraiannya di atas, Denny menyarankan KPU untuk tidak hanya wajib mengajukan perlawanan hukum dan menyatakan banding atas putusan PN Jakarta Pusat tersebut, tetapi juga KPU harus tetap menjalankan tahapan pemilu tanpa terganggu.

"Jangan sampai penundaan pemilu menjadi kenyataan," tegas Denny.

Baca juga: Perludem: Putusan PN Jakpus soal Tunda Pemilu Janggal dan Mencurigakan

Terlebih lagi, Denny mengaku mendengar ada trisula skenario penundaan pemilu. Ketiga skenario itu adalah penundaan pemilu lewat dekrit presiden, sidang istimewa MPR, serta putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutus perubahan sistem pemilu proporsional sekaligus menunda pemilu.

"Apa pun skenarionya, penundaan pemilu yang demikian adalah pelanggaran dan bencana konstitusi yang harus kita lawan dengan lantang, karena akan makin mengkhianati dan merusak demokrasi di Tanah Air," tegas Denny.

Reaksi keras

Reaksi keras atas putusan perdata PN Jakarta Pusat dalam perkara gugatan Prima datang dari aneka penjuru.

Mantan Ketua MK dan guru besar hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jimly Asshiddiqie, bahkan sampai meminta Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) turun tangan segera untuk memeriksa dan bila perlu langsung memecat hakim perkara ini.

Pakar hukum tata negara lain pada umumnya menegaskan pula soal kesalahan mendasar putusan perdata PN Jakarta Pusat tersebut. Di antara mereka ada mantan Ketua MK Hamdan Zoelva dan mantan Menteri Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra.

Pegiat pemilu seperti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyebut putusan ini janggal dan mencurigakan. Partai politik pendukung pemerintah dan oposisi juga lantang mengecam putusan perdata tersebut. 

Adapun KPU memastikan akan mengajukan banding atas putusan perdata PN Jakarta Pusat dalam perkara gugatan Prima sekaligus menyatakan tahapan Pemilu 2024 tetap akan berlanjut.

Baca juga: KPU Akan Banding Putusan PN Jakarta Pusat soal Pemilu Ditunda

Naskah: KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com