Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Antara PN Jakpus, Partai Prima, KPU, dan Perintah Tunda Pemilu

Kompas.com - 03/03/2023, 08:01 WIB
Vitorio Mantalean,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemilu 2024 tinggal berjarak 348 hari lagi ketika Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menerbitkan putusan yang bikin geger publik, Kamis (2/3/2023).

PN Jakpus menghukum KPU "tidak melaksanakan sisa tahapan pemilu" dan "melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama 2 tahun 4 bulan dan 7 hari", yang berimbas pada penundaan pemilu.

Perintah itu ada pada diktum kelima dan keenam amar putusan majelis hakim PN Jakpus.

Putusan ini berangkat dari gugatan perdata nomor register 757/Pdt.G/2022 yang dilayangkan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) terhadap jajaran KPU.

Baca juga: PN Jakpus jadi Bulan-bulanan Pakar Hukum Usai Perintahkan Tunda Pemilu

Prima merasa dirugikan oleh KPU karena dinyatakan tidak memenuhi syarat verifikasi administrasi partai politik calon peserta Pemilu 2024, sehingga tak bisa ambil bagian dalam Pemilu 2024.

PN Jakpus menyatakan KPU melakukan perbuatan melawan hukum dan harus membayar ganti rugi materiil sebesar Rp 500 juta ke Prima.

KPU melawan, jamin pemilu jalan terus

Dalam jumpa pers, Kamis malam, Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari memastikan pihaknya akan tetap menjalankan tahapan-tahapan penyelenggaraan Pemilu 2024.

KPU disebut segera mengajukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta setelah menerima salinan resmi putusan PN Jakpus.

Baca juga: PDI-P Minta KY Investigasi Putusan PN Jakpus soal Tunda Pemilu 2024

"Kalau kami sudah bersikap secara resmi dalam arti mengajukan upaya hukum, perlu kami tegaskan bahwa KPU tetap akan menjalankan tahapan-tahapan penyelenggaraan Pemilu 2024 ini," ungkapnya.

Ia menegaskan, putusan PN Jakpus tidak secara spesifik menyasar Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022 yang mengatur tentang jadwal dan tahapan Pemilu 2024.

"Sehingga, dengan demikian, dasar hukum tentang tahapan dan jadwal masih tetap dan memiliki kekuatan hukum mengikat sebagai dasar bagi KPU melanjutkan penyelenggaraan tahapan Pemilu 2024," ucap Hasyim.

Kedua, Prima merupakan partai politik calon peserta Pemilu 2024 yang gagal lolos karena tidak memenuhi syarat keanggotaan dalam tahapan verifikasi administrasi.

Dalam UU Pemilu, saluran yang diperbolehkan untuk mengajukan sengketa atas KPU adalah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Di PTUN Jakarta, Prima sudah 2 kali melayangkan sengketa dan keduanya kandas.

Tidak ada ketentuan yang memungkinkan sengketa pemilu ditangani di pengadilan negeri dan KPU RI, dalam eksepsi di persidangan PN Jakpus, telah menyampaikan hal itu.

"Kami sampaikan, kewenangan menguji KPU sebagai penyelenggara negara, wewenangnya ada di PTUN. Kami nyatakan itu sudah pernah diuji PTUN dan dinyatakan tidak dapat diterima," kata Hasyim.

Baca juga: PN Jakpus Putuskan Tunda Pemilu 2024, Anggota DPR: Timbulkan Problem Ketatanegaraan

"Dengan begitu, Keputusan KPU tentang penetapan partai politik peserta Pemilu 2024 masih berlaku sah dan berkekuatan hukum mengikat," ia menambahkan.

Ia menegaskan, partai-partai politik peserta Pemilu 2024 yang sudah ditetapkan KPU RI pada 14 Desember 2022 tidak berubah sama sekali.

Prima anggap PN Jakpus sudah tepat

Ketua Umum Prima Agus Jabo Priyono meminta semua pihak menghormati putusan PN Jakpus. Agus Jabo mengingatkan agar seluruh pihak bisa menjaga kewibawaan lembaga peradilan.

"Agar kita terhindar dari perbuatan, tingkah laku, sikap dan/atau ucapan yang dapat merendahkan dan merongrong kewibawaan, martabat dan kehormatan badan peradilan," ungkapnya secara tertulis kemarin.

Baca juga: Mahfud Minta KPU Banding dan Lawan Habis-habisan Putusan PN Jakpus agar KPU Tunda pemilu

Agus Jabo menambahkan, putusan PN Jakpus yang menghukum KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan pemilu merupakan "keputusan yang rasional agar tercipta kesamaan hak dan keadilan bagi warga negara".

"Sejak awal, Prima sudah mendesak agar tahapan proses pemilu dihentikan sementara dan KPU harus segera diaudit. Kami menilai penyelenggaraan Pemilu 2024 terdapat banyak masalah," ungkapnya.

Penjelasan tak gamblang dari PN Jakpus

PN Jakpus meminta publik untuk mempelajari lebih detail putusan majelis hakim terhadap gugatan perdata yang dimenangi Prima.

"Itu saya tidak mengartikan (menunda pemilu) seperti itu, tidak. Jadi silakan rekan-rekan mengartikan itu, tapi bahasa putusan itu ya menunda tahapan,” kata Humas PN Jakarta Pusat Zulkifli Atjo saat ditemui di PN Jakarta Pusat, Kamis (2/3/2023).

“Jadi rekan-rekan kalau mengartikan menunda pemilu itu, saya tidak tahu. Amar putusannya 'tidak melaksanakan sisa tahapan pemilu'," tegasnya.

Zulkifli enggan berbicara lebih jauh mengenai penjelasan putusan tersebut. Apalagi sebagai seorang hakim ia dilarang mengomentari sebuah perkara.

Akan tetapi, sebagai seorang Humas, ia hanya dapat menjelaskan terkait amar putusan yang telah diketuk oleh mejelis hakim.

"Silakan dipelajari putusannya ya. Silakan media pelajari seperti apa. Karena saya hanya menjelaskan apa yang tertulis dalam putusan ini. Humas tidak mempunyai kapasitas untuk menyimpulkan suatu putusan ya," tutur Zulkifli.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Dian Andriani Ratna Dewi Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen di TNI AD

Dian Andriani Ratna Dewi Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen di TNI AD

Nasional
Indonesia Kutuk Perusakan Bantuan untuk Palestina oleh Warga Sipil Israel

Indonesia Kutuk Perusakan Bantuan untuk Palestina oleh Warga Sipil Israel

Nasional
Tanggapi Polemik RUU Penyiaran, Gus Imin: Mosok Jurnalisme Hanya Boleh Kutip Omongan Jubir

Tanggapi Polemik RUU Penyiaran, Gus Imin: Mosok Jurnalisme Hanya Boleh Kutip Omongan Jubir

Nasional
KPK Sita Rumah Mewah SYL Seharga Rp 4,5 M di Makassar

KPK Sita Rumah Mewah SYL Seharga Rp 4,5 M di Makassar

Nasional
Sedih Wakil Tersandung Kasus Etik, Ketua KPK: Bukannya Tunjukkan Kerja Pemberantasan Korupsi

Sedih Wakil Tersandung Kasus Etik, Ketua KPK: Bukannya Tunjukkan Kerja Pemberantasan Korupsi

Nasional
Profil Indira Chunda Thita Syahrul, Anak SYL yang Biaya Kecantikan sampai Mobilnya Disebut Ditanggung Kementan

Profil Indira Chunda Thita Syahrul, Anak SYL yang Biaya Kecantikan sampai Mobilnya Disebut Ditanggung Kementan

Nasional
Cak Imin: Larang Investigasi dalam RUU Penyiaran Kebiri Kapasitas Premium Pers

Cak Imin: Larang Investigasi dalam RUU Penyiaran Kebiri Kapasitas Premium Pers

Nasional
Mantan Pegawai Jadi Tersangka, Bea Cukai Dukung Penyelesaian Kasus Impor Gula Ilegal

Mantan Pegawai Jadi Tersangka, Bea Cukai Dukung Penyelesaian Kasus Impor Gula Ilegal

Nasional
Temui Jokowi, GP Ansor Beri Undangan Pelantikan Pengurus dan Bahas Isu Kepemudaan

Temui Jokowi, GP Ansor Beri Undangan Pelantikan Pengurus dan Bahas Isu Kepemudaan

Nasional
Grace Natalie dan Juri Ardiantoro Akan Jalankan Tugas Khusus dari Jokowi

Grace Natalie dan Juri Ardiantoro Akan Jalankan Tugas Khusus dari Jokowi

Nasional
Jadi Saksi Karen Agustiawan, Jusuf Kalla Tiba di Pengadilan Tipikor

Jadi Saksi Karen Agustiawan, Jusuf Kalla Tiba di Pengadilan Tipikor

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Sita 66 Rekening, 187 Tanah, 16 Mobil, dan 1 SPBU

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Sita 66 Rekening, 187 Tanah, 16 Mobil, dan 1 SPBU

Nasional
Mengganggu Pemerintahan

Mengganggu Pemerintahan

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan kepada 2 Anak SYL, Capai Miliaran Rupiah?

Daftar Aliran Uang Kementan kepada 2 Anak SYL, Capai Miliaran Rupiah?

Nasional
Jokowi Rapat Bahas Aksesi OECD dengan Menko Airlangga dan Sri Mulyani

Jokowi Rapat Bahas Aksesi OECD dengan Menko Airlangga dan Sri Mulyani

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com