Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW: Kekayaan "Janggal" Rafael Alun Trisambodo adalah Fenomena Gunung Es

Kompas.com - 01/03/2023, 14:26 WIB
Singgih Wiryono,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, laporan harta kekayaan "janggal" milik pejabat Direktorat Pajak Kementerian Keuangan Rafael Alun Trisambodo adalah fenomena gunung es.

Koordinator ICW Agus Sunaryanto menilai, Rafael yang selevel eselon III saja bisa memiliki harta kekayaan yang dicatatkan dalam Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) senilai Rp 56,1 miliar, maka patut diduga juga eselon di atasnya lebih tinggi dari kekayaan Rafael.

"Kalau mau teliti, ini seperti fenomena gunung es sih menurut saya, pucuknya aja yang ketauan. Level eselon III saja seperti ini, gimana eselon II eselon I?" kata Agus saat dihubungi melalui telepon, Rabu (1/3/2023).

Baca juga: KPK Disebut Bisa Ungkap Dugaan TPPU dan Korupsi Rafael Alun Lewat LHKPN

Dia menilai, fenomena gunung es ini tidak hanya terjadi di lingkungan Kementerian Keuangan saja, atau di Ditjen Pajak.

Menurutnya, kekayaan "janggal" yang tak sesuai profil seperti ini bisa saja terjadi di kementerian atau lembaga lain, bahkan hingga di tingkat pemerintahan daerah.

"Itu baru satu orang loh, dengan level eselon III, pasti kalau saya menduga banyak lagi aparatur lain bukan hanya di Kemenkeu bisa jadi di kementerian lain, lembaga lain dan pemerintah daerah," sambung dia.

Berkaca dari kasus-kasus penggelapan pajak dan kasus korupsi sebelumnya, Agus menilai aparat penegak hukum harus bergerak cepat mengusut indikasi tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari laporan kekayaan "janggal" itu. Tindakan cepat harus dilakukan agar harta kekayaan yang diduga hasil dari kejahatan tidak dilarikan ke luar negeri sehingga tak bisa disita oleh negara.

"Jadi ini rasanya kan butuh kecepatan untuk melakukan penindakan, karena dengan kecenderungan kejahatan yang semakin canggih seperti ini, pelaku-pelaku diduga melakukan korupsi, pencucian uang bisa melarikan uangnya entah ke luar negeri atau ke tempat lain," imbuh Agus.

Kekayaan Rafael disorot setelah salah satu anaknya, Mario Dandy Satrio (20), menjadi tersangka penganiayaan terhadap D (17).

Baca juga: Soal Transaksi Rafael, ICW: Penegak Hukum Harus Cepat, Uangnya Bisa Dilarikan ke Luar Negeri

Gaya hidup Mario kemudian menjadi sorotan karena dia kerap memamerkan sejumlah kendaraan mewah seperti mobil dan sepeda motor besar

Selang beberapa waktu kemudian, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan bahwa Rafael terendus melakukan transaksi "yang agak aneh".

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana menduga Rafael menggunakan nominee atau orang lain untuk membuka rekening dan melakukan transaksi. PPATK pun telah mengirimkan hasil analisis transaksi mencurigakan Rafael ke KPK sejak 2012.

“Signifikan tidak sesuai profile yang bersangkutan dan menggunakan pihak-pihak yang patut diduga sebagai nominee atau perantaranya,” kata Ivan.

Akibat kasus penganiayaan dan kekayaan tidak wajar itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mencopot Rafael dari jabatannya di DJP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPU: Bakal Calon Gubernur Nonpartai Hanya di Kalbar, DKI Masih Dihitung

KPU: Bakal Calon Gubernur Nonpartai Hanya di Kalbar, DKI Masih Dihitung

Nasional
Korban Meninggal Akibat Banjir Lahar di Sumatera Barat Kembali Bertambah, Kini 44 Orang

Korban Meninggal Akibat Banjir Lahar di Sumatera Barat Kembali Bertambah, Kini 44 Orang

Nasional
KPK Duga Negara Rugi Rp 30,2 M Karena 'Mark Up' Harga Lahan Tebu PTPN XI

KPK Duga Negara Rugi Rp 30,2 M Karena "Mark Up" Harga Lahan Tebu PTPN XI

Nasional
Kejagung Periksa Pihak Bea Cukai di Kasus Korupsi Impor Gula PT SMIP

Kejagung Periksa Pihak Bea Cukai di Kasus Korupsi Impor Gula PT SMIP

Nasional
PDI-P Ungkap Peluang Usung 3 Nama di Pilkada Jabar: Bima Arya, Dedi Mulyadi dan Ridwan Kamil

PDI-P Ungkap Peluang Usung 3 Nama di Pilkada Jabar: Bima Arya, Dedi Mulyadi dan Ridwan Kamil

Nasional
Saksi Sebut Pejabat yang Tak Turuti Permintaan SYL Bisa Diberhentikan

Saksi Sebut Pejabat yang Tak Turuti Permintaan SYL Bisa Diberhentikan

Nasional
2 Kapal Pemburu Ranjau Terbaru TNI AL Latihan Bersama dengan AL Singapura

2 Kapal Pemburu Ranjau Terbaru TNI AL Latihan Bersama dengan AL Singapura

Nasional
Draf RUU Penyiaran, KPI Bisa Selesaikan Sengketa Jurnalistik Khusus

Draf RUU Penyiaran, KPI Bisa Selesaikan Sengketa Jurnalistik Khusus

Nasional
Dukung Event Seba Baduy 2024, Wika Beri Diskon Tarif Tol Serang-Panimbang hingga 30 Persen

Dukung Event Seba Baduy 2024, Wika Beri Diskon Tarif Tol Serang-Panimbang hingga 30 Persen

Nasional
Jokowi Anggarkan Rp 15 Triliun untuk Perbaikan dan Pembangunan Jalan Tahun Ini

Jokowi Anggarkan Rp 15 Triliun untuk Perbaikan dan Pembangunan Jalan Tahun Ini

Nasional
TNI AL Terjunkan Satgas SAR Bantu Cari Korban Banjir Sumbar

TNI AL Terjunkan Satgas SAR Bantu Cari Korban Banjir Sumbar

Nasional
UKT Mahal, Komnas HAM Akan Audit Hak Atas Pendidikan

UKT Mahal, Komnas HAM Akan Audit Hak Atas Pendidikan

Nasional
Hasto Ungkap Peluang Megawati Bertemu Prabowo: Saat Agenda Nasional

Hasto Ungkap Peluang Megawati Bertemu Prabowo: Saat Agenda Nasional

Nasional
KPK Tahan 3 Tersangka Dugaan Korupsi Penggelembungan Harga Lahan Tebu PTPN XI

KPK Tahan 3 Tersangka Dugaan Korupsi Penggelembungan Harga Lahan Tebu PTPN XI

Nasional
Selain Khofifah, PDI-P Buka Opsi Usung Kader Sendiri di Pilkada Jatim

Selain Khofifah, PDI-P Buka Opsi Usung Kader Sendiri di Pilkada Jatim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com