Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Dissenting Opinion", Satu Hakim Nilai Irfan Widyanto Harusnya Dibebaskan dari Kasus "Obstruction of Justice"

Kompas.com - 24/02/2023, 20:12 WIB
Singgih Wiryono,
Irfan Kamil,
Fitria Chusna Farisa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sidang kasus obstruction of justice atau perintangan penyidikan kasus kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J dengan terdakwa Irfan Widyanto diwarnai dissenting opinion hakim.

Satu dari tiga hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) yang mengadili perkara ini menyatakan perbedaan pendapat.

"Menimbang bahwa terhadap hasil musyawarah Majelis Hakim, terdapat perbedaan pendapat atau dissenting opinion dari hakim anggota satu, Ari Muladi," kata Ketua Majelis Hakim, Afrizal Hadi, dalam persidangan, Jumat (24/2/2023).

Baca juga: Selain Penjara 10 Bulan, Peraih Adhi Makayasa Irfan Widyanto Didenda Rp 10 Juta Terkait Kasus Brigadir J

Berbeda dari dua hakim lainnya, hakim Ari Muladi menilai bahwa Irfan Widyanto harusnya dibebaskan dari perkara obstruction of justice.

Sebab, menurut hakim Ari, perbuatan Irfan mengganti digital video recorder (DVR) CCTV di sekitar TKP penembakan Yosua di lingkungan rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, bukan tindak pidana.

"Di mana hakim anggota 1 berpendapat bahwa terdakwa harus dibebaskan karena tidak terbukti memenuhi unsur-unsur dakwaan atau setidaknya dilepaskan dari tuntutan hukum karena perbuatan terdakwa terbukti akan tetapi bukan merupakan tindak pidana," ujar hakim Afrizal.

Pendapat hakim Ari itu didasari atas sejumlah pertimbangan. Di antaranya, Irfan dinilai tidak memenuhi unsur kesengajaan untuk mengakibatkan terganggunya sistem elektronik. 

"Terdakwa tidak ada niat jahat untuk merusak CCTV," kata hakim Afrizal.

Kendati demikian, pada akhirnya hakim menjatuhkan vonis pidana penjara 10 bulan dan denda Rp 10 juta terhadap Irfan.

Hakim menyatakan bahwa Irfan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama tanpa hak atau melawan hukum yang mengakibatkan terganggunya sistem elektronik atau mengakibatkan sistem elektronik tidak bekerja sebagaimana mestinya.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Irfan Widyanto oleh karena itu pidana penjara selama sepuluh bulan dan denda sejumlah Rp 10 juta rupiah dan apabila denda tersebut tidak dibayar oleh terdakwa akan diganti dengan kurungan selama tiga bulan," kata hakim.

Baca juga: Irfan Widyanto Divonis 10 Bulan Penjara, Ini Hal yang Memberatkan dan Meringankan

Menurut hakim, sebagai anggota Polri, Irfan seharusnya mempunyai pengetahuan lebih terkait tugas dan kewenangan kegiatan penyidikan dan tindakan terhadap barang-barang yang berhubungan dengan tindak pidana, termasuk perihal DVR CCTV.

Selain itu, status sebagai penyidik aktif di Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri seharusnya menjadikan Irfan contoh yang baik bagi penyidik lainnya.

"Namun malah terdakwa turut dalam perbuatan yang menyalahi ketentuan perundangan dan mengakibatkan terganggungnya sistem informasi tidak bekerja sebagaimana mestinya atau bertindak tidak sesuai dengan ketentuan," ujar hakim.

Adapun Irfan Widyanto merupakan satu dari tujuh terdakwa perintangan penyidikan atau obstruction of justice perkara kematian Brigadir Yosua.

Halaman:


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com