Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agnes Setyowati
Akademisi

Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya Universitas Pakuan, Bogor, Jawa Barat. Meraih gelar doktor Ilmu Susastra dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Aktif sebagai tim redaksi Jurnal Wahana FISIB Universitas Pakuan, Ketua Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI) Komisariat  Bogor, dan anggota Manassa (Masyarakat Pernaskahan Nusantara). Meminati penelitian di bidang representasi identitas dan kajian budaya.

Korupsi, Kuasa, dan Budaya

Kompas.com - 22/02/2023, 10:51 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Pertama, bentuk penyalahgunaan kewenangan (mercenary abuse of power). Misalnya, ketika seseorang yang memiliki kewenangan tertentu (umumnya oleh pejabat yang kedudukannya tidak terlalu tinggi) bekerjasama dengan pihak lain untuk melakukan praktik suap dan penggelembungan dana (mark up).

Kedua, discretionary abuse of power atau penyalahgunaan wewenang pejabat yang memiliki kewenangan istimewa dengan mengeluarkan kebijakan tertentu yang secara intensional didesain untuk kepentingan tertentu.

Ketiga, ideological abuse of power yang diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu dari kelompok atau golongannya.

Biasanya pelaku tipe ini memberikan dukungan kepada pihak tertentu untuk menduduki jabatan strategis. Sebagai gantinya ia wajib memberikan kompensasi atau lebih dikenal dengan politik balas budi.

Korupsi tipe ini sebetulnya yang paling berbahaya karena melibatkan banyak orang yang nantinya akan dijanjikan ‘imbalan’.

Tidak hanya itu, korupsi juga dapat terjadi karena faktor internal dan eksternal.

Faktor internal meliputi sifat tamak manusia, gaya hidup konsumtif, dan lemahnya moralitas individu yang dapat ditelusuri dari latar belakang hidupnya.

Sementara faktor eksternal meliputi banyak hal, antara lain:

1. Aspek sosial: kultur masyarakat yang menghargai orang dari kekayaan, dan kurangnya kesadaran masyarakat bahwa korupsi bukan hanya merugikan negara, tapi juga mereka;

2. Aspek politik: kepentingan politik untuk melakukan kontrol publik dan mempertahankan kekuasaan;

3. Aspek hukum: lemahnya penegak hukum;

4. Aspek ekonomi: kebutuhan yang tinggi dengan penghasilan yang tidak sesuai dapat berpotensi tinggi menimbulkan tindakan koruptif;

5. Aspek organisasi: buruknya sistem suatu organisasi sehingga membuka peluang terjadinya korupsi, antara lain absennya sikap keteladanan pemimpin, tidak adanya kultur organisasi yang benar, sistem akuntabilitas yang tidak memadai, serta buruknya manajemen suatu organisasi.

Secara teoritis, faktor internal dan eksternal dapat dijelaskan melalui konsep GONE yang digagas oleh Jack Bologne (2006), yang meliputi greedy (keserakahan), opportunity (kesempatan), need (kebutuhan), exposure (pengungkapan).

Dalam konteks ini, aspek keserakahan dan kebutuhan dikategorikan sebagai faktor internal. Sedangkan kesempatan dan pengungkapan adalah faktor eksternal.

Berdasarkan teori GONE, beberapa kesimpulan dapat ditarik, antara lain:

  1. Orang yang melakukan korupsi pada dasarnya memang memiliki sifat serakah dan tidak pernah merasa puas dengan apa yang dimilikinya.
  2. Korupsi dapat terjadi karena adanya kebutuhan yang mendesak seperti kebutuhan rumah tangga, pendidikan, atau hutang yang harus segera diselesaikan.
  3. Kedua faktor di atas sangat mungkin terjadi apabila terdapat kesempatan untuk melakukan praktik korupsi.
  4. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi, hal tersebut bisa dikatakan sebagai praktik korupsi apabila terdapat pengungkapan yang melibatkan penegakan hukum.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Nasional
Jokowi Kembali Ingatkan Agar Anggaran Habis Dipakai Rapat dan Studi Banding

Jokowi Kembali Ingatkan Agar Anggaran Habis Dipakai Rapat dan Studi Banding

Nasional
Jaksa Ungkap Ayah Gus Muhdlor Hubungkan Terdakwa dengan Hakim Agung Gazalba lewat Pengacara

Jaksa Ungkap Ayah Gus Muhdlor Hubungkan Terdakwa dengan Hakim Agung Gazalba lewat Pengacara

Nasional
Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Nasional
Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Nasional
Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak 'Heatwave'

Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak "Heatwave"

Nasional
Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar Tapi dari Bawah

Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar Tapi dari Bawah

Nasional
Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Nasional
Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Nasional
BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

Nasional
Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Nasional
Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Nasional
PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

Nasional
Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Nasional
Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com