JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Ummat mengkritik Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang pernah menyinggung mereka soal bahaya menggunakan masjid sebagai sarana aktivitas politik praktis.
Ketua DPP Partai Ummat Mustofa Nahrawardaya mengeklaim bahwa partainya tidak pernah mengajak kampanye di masjid. Menurut dia, Bawaslu mendapatkan informasi keliru.
"Dari mana sumber Bawaslu bahwa kami akan berkampanye di masjid?" ujar Mustofa dalam keterangannya, Selasa (21/2/2023).
"Partai Ummat didirikan bukan untuk melanggar aturan, sedangkan aturan soal kampanye sangat jelas bahwa kampanye dilarang di dua tempat yakni masjid dan sekolah. Memangnya Partai Ummat buta aturan? Tentu tidak," kata dia.
Baca juga: PDI-P: Partai Ummat Tak Paham Pembentukan Bangsa karena Usung Politik Identitas
Ia mengatakan, bahwa berkampanye di masjid, yang secara langsung melanggar aturan soal kampanye akan merugikan mereka sendiri.
Mustofa menyebut bahwa Partai Ummat adalah "partai orang-orang beradab".
"Kalau meramaikan masjid, itu jelas kewajiban setiap Muslim, termasuk kader Partai Ummat," ujar Mustofa. "Tapi bukan dengan menggelar kampanye," kata dia.
Mustofa menyampaikan bahwa partainya memahami perbedaan politik provokasi dan politik gagasan, serta apa itu politik persatuan dan politik segregasi.
Ia mengeklaim, Partai Ummat hanya menggagas bahwa selain menjadi tempat ibadah, masjid bisa menjadi pusat pertukaran pikiran yang konstruktif, termasuk pikiran dan gagasan politik "yang sehat dan mengedukasi".
Hal itu ia sampaikan meski dengan situasi bahwa Partai Ummat telah ditetapkan sebagai partai politik peserta Pemilu 2024 yang akan bertarung memperebutkan suara pemilih.
"Kita juga tahu di masjid seperti apa, pendidikan politik dapat dilakukan. Menggagas politik Islam, diskusi politik beradab, dialog politik berbasis agama, boleh saja. Pendidikan politik untuk jamaah ya boleh-boleh saja," kata Mustofa.
"Memang dulu Rasulullah juga melakukannya," ujar dia.
Baca juga: Bawaslu Terkendala Regulasi Bendung Syahwat Partai Ummat Pakai Masjid untuk Politik
Sebelumnya, Bawaslu RI memperingkatkan Partai Ummat untuk tidak menggunakan masjid sebagai sarana politik praktis jelang Pemilu 2024.
"Kami mengingatkan kepada teman-teman, khususnya Partai Ummat," ujar Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja kepada wartawan, Rabu (15/2/2023).
"Untuk tidak menggunakan tempat ibadah sebagai sarana untuk melakukan kampanye dan juga ajang untuk menyerang satu sama lain," ucap dia.
Ia kembali menegaskan bahwa bangsa ini harus memetik banyak pelajaran dari keterbelahan sosial akibat eksploitasi politik identitas pada Pilpres 2019.
"Tempat ibadah adalah milik bersama bangsa Republik Indonesia, tempat bersama milik umat beragama yang pilihan umat beragama bukan hanya satu partai," kata Bagja.
"Apa jadinya nanti jika semua partai melakukan politik identitas di masjid, gereja, pura, wihara dan saling menyerang dengan itu?" ujar dia.
Baca juga: Bawaslu Ingatkan Partai Ummat, Eskalasi Konflik Meningkat jika Masjid untuk Politik Praktis
Bagja khawatir bahwa pemakaian politik identitas akan semakin memperparah keterbelahan dan konflik sosial.
Ia memberi contoh, tanpa politik identitas pun, masyarakat di akar rumput sudah mengalami konflik dalam keseharian mereka.
"Kalau seperti itu akan terjadi pertentangan sosial dan harus hati-hati, teman-teman di Partai Ummat itu akan menaikkan eskalasi pertarungan di tingkat akar rumput, itu yang paling berbahaya," ungkap Bagja.
Di samping bahaya konflik, masjid juga tidak dapat dipakai sebagai sarana politik praktis karena sifatnya sebagai fasilitas publik. Hal yang sama berlaku untuk sekolah dan kampus, misalnya.
Sebelumnya, dalam pidato di Rakernas Partai Ummat pekan lalu, Ketua Umum Ridho Rahmadi menyampaikan pendapatnya bahwa politik tak bisa dipisahkan dari agama.
"Sedangkan nilai-nilai moralitas agama memberikan referensi yang absolut yang permanen yang tidak pernah berubah lintas zaman, lintas generasi. Kemudian kalau kita pisahkan dari politik, maka politik kita yang tanpa arah, politik yang nanti referensinya kebenaran yang relatif situasional," ujar Ridho.
Atas dasar itu, Ridho berani menyebut Partai Ummat menganut politik identitas. Menurut Ridho, politik identitas adalah politik yang Pancasilais.
Dalam pidatonya, Ridho juga menyinggung bahwa politik gagasan semestinya tidak dilarang di masjid. Sebab, menurut dia, hal yang seharusnya dilarang di masjid adalah politik provokasi.
“Yang seharusnya dilarang di masjid bukanlah politik gagasan, tapi politik provokasi. Keduanya sangat berbeda,” kata Ridho.
Peristiwa Cirebon
Jauh sebelum pidato Ridho, Partai Ummat telah menggunakan masjid sebagai sarana politik praktis tak lama setelah ditetapkan sebagai peserta Pemilu 2024 lewat jalur penyelesaian sengketa.
Baca juga: Jurnalis Alami Pelecehan Seksual Saat Liput Rakernas, Partai Ummat Minta Maaf
Sebanyak 21 simpatisan partai membentangkan bendera Partai Ummat di Masjid Attaqwa Kota Cirebon, Jawa Barat, pada 1 Januari 2023.
Bawaslu RI mengaku telah berkoordinasi dengan Bawaslu Kota Cirebon untuk memeriksa insiden ini.
Ketua Bawaslu Kota Cirebon, Mohamad Joharudin, mengaku telah menerima penjelasan dari pengurus Partai Ummat.
Pengakuan mereka, pembentangan 2 bendera Partai Ummat itu sebagai ungkapan rasa bahagia telah lolos verifikasi menjadi partai peserta pemilu 2024.
“Intinya, dari penjelasan mereka, bahwa mereka menyampaikan kegiatan itu sebagai bentuk syukur. Setelah itu ada dua orang yang membawa bendera, yang semula diikatkan, lalu dibentangkan,” ujar Joharudin.
Partai Ummat Kota Cirebon juga mengakui bahwa mereka tidak membuat surat izin kepada pihak pihak terkait yang berkaitan dengan kegiatan tersebut.
Johar menegaskan, Partai Ummat Kota Cirebon melanggar etika politik, karena telah membentangkan bendera partai di dalam tempat ibadah, dalam hal ini masjid, tetapi tak dapat menindaknya karena masih di luar tahapan kampanye.
“Saat ini masih di luar tahapan kampanye, kami belum bisa menerapkan undang-undang larangan atau pelanggaran karena belum masuk tahapan. Tapi, Partai Ummat melanggar etika politik. Partai politik wajib menjaga etika, keutuhan, kondusivitas yang diatur undang-undang,” kata Joharudin.
Baca juga: Wartawati Alami Pelecehan Seksual Saat Meliput Rakernas Partai Ummat
Apa yang terjadi di Cirebon mencerminkan kendala regulasi yang dihadapi Bawaslu RI untuk menindak partai politik yang menggunakan tempat ibadah untuk kepentingan politik praktis.
Di dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, masjid menjadi salah satu fasilitas umum yang dilarang untuk aktivitas politik, namun aktivitas politik itu secara spesifik merujuk pada kampanye.
Sementara itu, masa kampanye baru resmi dimulai pada 28 November 2023 mendatang.
Ada jeda waktu yang panjang di mana pengawasan aktivitas politik di rumah ibadah, termasuk masjid, tidak bisa ditindak langsung oleh Bawaslu karena ketiadaan dasar hukum. Sebab, dasar hukum itu dianggap baru bisa berlaku pada masa kampanye.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.