Angka tersebut jauh lebih besar dibanding anggaran Kepolisian. Untuk tahun 2023, Kemenkeu hanya menyetujui anggaran untuk Kepolisian sebesar Rp 95,1 triliun, meskipun institusi Polri mengajukan angka yang cukup besar, yakni sekitar Rp 133 triliun.
Kembali kepada usulan di atas, sebagaimana disampaikan kepada awak media oleh Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Dudung Abdurachman, beberapa waktu lalu, setiap provinsi di Indonesia akan memiliki Markas Kodam (Makodam).
Dalam usulan itu, kata Kasad, juga termasuk pendirian Kodam di daerah otonom baru (DOB) Papua, yakni Provinsi Papua Selatan, Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Barat Daya.
Namun demikian, bagaimanapun usulan tersebut tentu harus dikaji secara mendalam terlebih dahulu, baik oleh Kementerian Pertahanan, oleh Panglima TNI, maupun oleh Pemerintah dan DPR serta masukan-masukan strategis dari masyarakat sipil.
Pertanyaannya adalah urgensi apa yang membuat TNI harus hadir secara fisik di setiap provinsi, terkait dengan tanggung jawab pertahanan yang diemban TNI?
Apalagi sebenarnya, TNI secara fisik sudah hadir hingga ke kecamatan dan desa, meski tidak semua provinsi memiliki Kodam.
Perlu diingat kembali bahwa dalam penjelasan Pasal 11 Ayat (2) Undang-Undang TNI yang dinyatakan bahwa, "dalam pelaksanaan penggelaran kekuatan TNI, harus dihindari bentuk-bentuk organisasi yang dapat menjadi peluang bagi kepentingan politik praktis. Pergelarannya tidak selalu mengikuti struktur administrasi pemerintahan."
Penjelasan Menhan Prabowo Subianto kepada media terkait usulan tersebut rasanya belum menjawab urgensi tersebut.
Keharusan untuk tetap dekat dengan rakyat berdasarkan prinsip pertahanan semesta kurang kompatibel dengan usulan menghadirkan Kodam di setiap provinsi.
Jadi, jika patokan strukturalnya adalah pemerintahan sipil di daerah, Gubernur, selain sebagai kepala daerah (provinsi), adalah juga perpanjangan tangan pusat di daerah.
Artinya, menghadirkan Kodam untuk setiap wilayah kerja Gubernur hanya akan menambah citra sentralistis pada pemerintahan.
Dengan kata lain, menghadirkan Kodam baru di daerah-daerah yang memang rawan ancaman pertahanan, seperti di Papua atau daerah perbatasan, masih bisa diterima jika dikaitkan dengan tanggung jawab pertahanan TNI.
Namun untuk setiap provinsi sesuai dengan jumlah provinsi di Indonesia, rasanya Kemenhan masih memerlukan alasan yang lebih strategis dan rasional.
Katakanlah soal urgensi penambahan berbagai posisi baru di tubuh TNI dalam bentuk institusi Kodam baru adalah salah satu solusi untuk kemandegan karir banyak perwira tinggi akibat sedikitnya peluang di satu sisi atau lambatnya rotasi jabatan di sisi lain.
Namun dalam praktiknya nampaknya tidak demikian. Usulan penambahan Kodam nyatanya telah didahului dengan penghapusan beberapa jabatan Perwira Tinggi (Pati) di tubuh TNI.