JAKARTA, KOMPAS.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia menghormati putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) yang memvonis Terdakwa Bharada E atau Richard Eliezer Pudihang Lumiu selama satu tahun enam bulan dalam perkara pembunuhan berencana Briagdir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana mengatakan, pihaknya tak ingin tergesa-gesa untuk memutuskan soal banding terkait vonis tersebut.
"Kan kita masih punya waktu. Ndak boleh tergesa-gesa dan reaktif," kata Ketut saat dikonfirmasi, Rabu (15/2/2023).
Baca juga: Vonis Richard Eliezer Lebih Ringan dari Tuntutan, Mahfud MD: Enggak Apa-apa, Biasa Itu
Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), permintaan banding diajukan selambat-lambatnya dalam waktu tujuh hari sesudah putusan dijatuhkan, atau tujuh hari setelah putusan.
Ketut menambahkan, sebelum mengambil keputusan lebih lanjut soal vonis itu, jaksa penuntut umum (JPU) akan mempelajari seluruh pertimbangan hukum dan alasan-alasan hukum yang disampaikan dalam vonis atau putusan a quo.
"Mempertimbangkan secara mendalam rasa keadilan yang berkembang dalam masyarakat dan pemberian maaf dari keluarga korban kepada Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu sambil menunggu sikap atau upaya hukum yang dilakukan oleh Terdakwa atau Penasihat Hukumnya terhadap putusan yang sudah dijatuhkan," ujarnya.
Baca juga: Hakim: Instruksi Ferdy Sambo ke Richard Eliezer untuk Tembak Yosua Bukan Perintah Jabatan
Diketahui, Bharada E telah divonis hukuman satu tahun enam bulan penjara dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada siang hari tadi.
Vonis terhadap Richard ini jauh lebih ringan daripada tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan. Jaksa sebelumnya menuntut Bharada Richard Eliezer dengan pidana 12 tahun penjara.
Dalam kasus ini, Richard Eliezer menjadi terdakwa bersama Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi dan rekan sesama ajudan, Ricky Rizal atau Bripka RR.
Asisten rumah tangga (ART) sekaligus sopir keluarga Ferdy Sambo, Kuat Ma’ruf turut menjadi terdakwa dalam kasus ini.
Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi telah lebih dulu menjalani sidang putusan pada Senin (13/2/2023). Eks Kadiv Propam Polri itu divonis pidana mati oleh majelis hakim. Sementara, istrinya Putri Candrawathi divonis pidana 20 tahun penjara.
Sehari setelahnya, giliran Kuat Ma’ruf dan Ricky Rizal yang menjalani sidang putusan. Kuat Ma’ruf divonis 15 tahun penjara. Sementara Ricky Rizal dijatuhi pidana 13 tahun penjara.
Mereka dinilai telah melanggar Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
Sebagai informasi, pembunuhan berencana ini dilatarbelakangi oleh pernyataan Putri Candrawathi yang mengaku telah dilecehkan oleh Brigadir J di rumah Ferdy Sambo di Magelang, Jawa Tengah, Kamis (7/7/2022).
Baca juga: Apa Itu Status Justice Collaborator yang Ringankan Vonis Richard Eliezer?
Pengakuan yang belum diketahui kebenarannya itu lantas membuat Sambo yang kala itu masih polisi dengan pangkat jenderal bintang dua marah hingga menyusun strategi untuk membunuh Brigadir J.
Akhirnya, Brigadir J pun tewas dieksekusi dengan cara ditembak 2-3 kali oleh Bharada E di rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022) lalu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.