JAKARTA, KOMPAS.com - Sidang lanjutan dugaan kecurangan Pemilu 2024 yang mulanya digelar Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) secara terbuka akhirnya ditutup untuk publik, ketika persidangan sampai pada agenda memutar bukti rekaman yang dihadirkan oleh kuasa hukum pengadu, Selasa (14/2/2023).
Siaran langsung persidangan dihentikan dan awak media yang hadir di ruang sidang dipersilakan keluar.
Keputusan ini diambil ketua majelis Heddy Lugito setelah rekaman itu sempat diputar sesaat dan menghasilkan serangkaian perdebatan.
Kuasa hukum pengadu membawa 32 alat bukti terkait dugaan manipulasi data partai politik dalam proses verifikasi calon peserta pemilu oleh KPU Kabupaten Sangihe, Sulawesi Utara.
Namun, Majelis mengizinkan hanya 2 alat bukti yang ditampilkan karena alasan waktu, yaitu rekaman suara dan rekaman video.
Rekaman suara diperdengarkan utuh, tetapi kualitas audionya tidak begitu baik sehingga tidak terdengar jelas.
Rekaman video berisi klarifikasi perubahan data yang disampaikan oleh Kepala Subbagian Teknis KPU Kabupaten Sangihe, Jelly Kantu, yang menjadi teradu 9 dalam perkara ini.
Jelly merupakan admin Sistem Informasi Partai Politik (Sipol), sistem yang digunakan KPU sebagai alat bantu verifikasi data partai politik.
Rekaman video ini diputar 2 menit lalu dihentikan sementara.
Setelah serangkaian perdebatan antara majelis dengan kuasa hukum pengadu soal sumber alat bukti, Jelly angkat bicara menyampaikan keberatan.
"Mohon pertimbangan Yang Mulia tentang kondisi psikologi yang saya alami waktu klarifikasi, apakah bisa dipertimbangkan agar rekaman klarifikasi ini hanya menjadi konsumsi majelis saja?" kata Jelly.
"Karena juga bukti ini apakah didapat atas seizin saya di dalam klarifikasi tersebut? Itu adalah klarifikasi internal yang kalau diumbar ke publik, bagaimana kondisi psikologis saya?" ujarnya lagi.
Baca juga: Di Sidang DKPP, PKR Tuding Bawaslu Inkonsisten soal Sipol
Heddy Lugito menyampaikan kepada kuasa hukum pengadu bahwa transkrip rekaman bukti dari mereka sudah diterima majelis sebagai salah satu bukti, sehingga rekaman video dianggap tak perlu lagi diputar karena kualitas audionya juga tidak begitu baik.
Ia juga mengungkit bahwa video itu diambil dalam momen rapat internal yang seharusnya tidak diumbar ke publik dan kuasa hukum pengadu tak kunjung menerangkan sumber rekaman itu.
"Jangan sampai persidangan etik ini melanggar etika justru," kata Heddy.