JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Ferdy Sambo divonis hukuman mati dalam kasus pembunuhan berencana terhadap eks ajudannya, Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Sambo dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap Yosua sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).
"Menyatakan terdakwa Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak melakukan yang menyebabkan sistem elektronik tidak berfungsi sebagaimana mestinya,” ujar Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (13/2/2023).
"Menjatuhkan terdakwa dengan pidana mati," ucapnya melanjutkan.
Baca juga: Ferdy Sambo Divonis Hukuman Mati
Baca juga: Kuat Maruf Tersenyum Saat Hakim Sebut Dia Bertemu Sambo dan Putri Rencanakan Pembunuhan Yosua
Sebelumnya, JPU menuntut Sambo pidana penjara seumur hidup. Eks anggota Polri dengan pangkat terakhir jenderal bintang dua itu dinilai telah melanggar Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
Sambo juga terbukti terlibat obstruction of justice atau perintangan penyidikan terkait pengusutan kasus kematian Yosua. Ia terbukti melanggar Pasal 49 UU ITE juncto Pasal 55 KUHP.
Sementara, sang istri, Putri Candrawathi divonis 20 tahun penjara dalam perkara serupa.
Putri dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, termasuk turut serta melakukan pembunuhan berencana terhadap Yosua sebagaimana dakwaan JPU.
"Menyatakan terdakwa Putri Candrawathi terbukti secara sah bersalah turut serta melakukan tindak pidana pembunuhan berencana,” ujar Wahyu.
"Menjatuhkan pidana oleh karena itu selama 20 tahun penjara," kata Wahyu.
Baca juga: Putri Candrawathi Divonis 20 Tahun Penjara
Baca juga: Kejagung Siap Hadapi jika Ferdy Sambo Ajukan Banding atas Vonis Hukuman Mati
Dalam kasus ini, JPU sebelumnya menuntut Putri 8 tahun penjara.
Mantan Bendahara Umum (Bendum) Bhayangkari itu dinilai telah melanggar Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
Dalam pertimbangannya, Wahyu meyakini bahwa Yosua tidak melakukan pelecehan seksual terhadap Putri.
Sebaliknya, kasus ini berangkat dari kemungkinan adanya sikap Yosua yang dianggap membuat perasaan Putri terluka dan sakit hati.
"Motif yang tepat menurut Majelis Hakim adalah adanya perbuatan atau sikap korban Nofriansyah Yosua Hutabarat, di mana perbuatan atau sikap korban tersebut yang menimbulkan perasaan sakit hati yang begitu mendalam dari Putri Candrawathi," ujar Wahyu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.