Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Operasi Pencarian Pilot Susi Air yang Masih Nihil hingga Hari Ke-6

Kompas.com - 13/02/2023, 08:25 WIB
Nirmala Maulana Achmad,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pencarian pilot pesawat Susi Air, Philips Mark Methrtens (37) yang dilakukan TNI-Polri masih nihil hingga hari keenam, Minggu (12/2/2023).

Philips yang merupakan warga negara Selandia Baru itu bersama lima penumpang lainnya hilang kontak sesaat setelah mereka mendarat di Bandara Udara Paro, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan, pada Selasa (7/2/2023).

Pesawat dengan nomor registrasi PK-BVY itu diduga dibakar oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) pimpinan Egianus Kogoya sesaat mendarat.

Baca juga: TNI-Polri Pakai 2 Cara untuk Cari Pilot Susi Air di Nduga

Pilot dan lima penumpang, kata Panglima TNI Laksamana Yudo Margono, melarikan diri ke arah berbeda.

Lima penumpang merupakan orang asli Papua (OAP). Kelimanya telah dievakuasi dan kembali ke rumah masing-masing. Sementara itu, Philips belum ditemukan hingga saat ini.

Penyerangan itu rupanya ada kaitannya dengan KKB yang mencurigai 15 pekerja bangunan puskemas di Paro, pada awal Januari 2023.

KKB menduga, sebagian pekerja tersebut merupakan anggota TNI atau Badan Intelijen Negara (BIN).

"Sehingga mereka melakukan pemeriksaan terhadap warga yang membangun puskesmas. Namun, setelah dibangun memang ada lima orang yang tidak ada identitasnya, tidak ada id card," kata Kepala Kepolisian Daerah Papua Irjen Mathius D Fakhuri usai Rapim TNI-Polri di Hotel Sultan, Jakarta, Rabu (8/2/2023).

Setelah mendapatkan informasi itu, Mathius memerintahkan jajarannya untuk mengevakuasi ke-15 pekerja itu.

Kapolres Nduga langsung melakukan koordinasi dengan Bupati Kenyam untuk mengeluarkan ke-15 pekerja itu dari Distrik Paro.

"Karena kami tidak mau ada pembantaian. Lanjutan dari prakejadian, tanggal 4, 5, dan 6 (Januari 2023), kita sudah susun rencana rapat di Timika, apabila nanti pesawat masuk (Bandara Paro), kita akan bawa keluar para pekerja ini," ujar Mathius.

Baca juga: Cari Pilot Pesawat Susi Air yang Masih Hilang, Tim Gabungan TNI-Polri Libatkan Tokoh Agama dan Adat

Mathius menyebutkan, ke-15 pekerja itu tidak pernah disandera oleh KKB.

Hingga pada akhirnya datang pesawat yang dipiloti Philips tiba di Bandara Paro pada Selasa (7/2/2023). Namun, KKB kemudian membakar pesawat itu. Pilot dan lima penumpang melarikan diri ke arah berbeda.

Sementara itu, ke-15 pekerja itu telah dievakuasi ke Timika.

Tidak ada penyanderaan

Panglima TNI Laksamana Yudo Margono membantah adanya penyanderaan dalam insiden terkait 15 pekerja bangunan tersebut.

Yudo menyebutkan, pilot dan penumpang menyelamatkan diri.

"Enggak ada penyanderaan, dia (mereka) kan ini menyelamatkan diri," ujar Yudo Margono di sela-sela Rapim TNI-Polri di Hotel Sultan, Jakarta, Rabu (8/2/2023).

Baca juga: 15 Pekerja Bangunan dan 5 Penumpang Susi Air Sudah Dievakuasi, Sedangkan Pilot Masih Dicari

Yudo Margono juga membantah adanya penyanderaan dari KKB.

"Dari mana itu infonya? Saya malah enggak dapat infonya. Saya belum ada informasi kalau yang dibawa itu," kata Yudo.

Mengenai pilot Susi Air, ia belum bisa memastikan apakah Philips saat ini disandera KKB atau tidak.

Sebab, kata dia, jajarannya tidak menemukan saksi yang ditanya soal hilangnya kontak Philips dan lima penumpang pesawat sesaat usai mendarat di Bandara Paro.

"Dibawa KKB atau enggak itu masih belum bisa dipastikan, karena dari awal kan kami enggak ada saksinya di situ," ujar Yudo usai Rapim TNI di Museum Satria Mandala, Jakarta, Kamis (9/2/2023).

"Saat dibakar kemudian dia larinya ke mana atau dibawa ini sampai sekarang masih belum ada info. Makanya saya belum bisa menentukan itu ditahan atau tidak oleh KKB," kata Yudo.

Namun, kata Yudo, pilot Philips telah diketahui keberadaannya.

Baca juga: Wapres Maruf Amin Minta Pelaku Pembakaran Pesawat Susi Air di Papua Ditangkap

Pengamat militer dan pertahanan dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi memahami alasan Panglima TNI tidak menggunakan kata "sandera".

Kata "sandera", menurut Khairul Fahmi, akan membuat KKB di atas angin.

"Tentu saja ini bukan sekadar agar KKB tidak terkesan di atas angin, tapi juga soal ketepatan tindakan," ujar Khairul Fahmi saat dihubungi, Minggu (12/2/2023) malam.

Status pilot Philips saat ini hilang, dan yang dilakukan TNI-Polri adalah mencari.

"Panglima TNI menurut saya sudah berhati-hati dengan menyebutkan upaya pencarian, bukan pembebasan sandera," kata Khairul Fahmi.

Pasukan pencarian ditambah

TNI Angkatan Darat (AD) menambah pasukan untuk operasi pencarian pilot Philips.

Hal itu disampaikan Kepala Staf AD (KSAD) Jenderal Dudung Abdurachman usai Rapim TNI AD, Jumat (10/2/2023).

Dudung menyatakan bahwa ia bertolak ke Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, untuk melihat pemberangkatan pasukan.

"Saya akan ke Halim, saya akan melihat pasukan yang akan diberangkatkan ke Papua, saya akan memberikan moril kepada mereka," kata Dudung kepada awak media di Markas Besar AD, Jakarta.

Baca juga: TNI AD Tambah Pasukan untuk Operasi Pencarian Pilot Susi Air

Namun demikian, Dudung merahasiakan satuan mana yang akan diberangkatkan, termasuk jumlah personel.

Saat ditanya soal tujuan penambahan pasukan guna mencari keberadaan Philips dan menebalkan pengamanan di Paro dari KKB, Dudung membenarkannya.

"Kira-kira begitulah. Dua-duanya, target itu harus tercapai," ujar Dudung.

Menurut Dudung, sejumlah masyarakat di sana masih terintimidasi dengan keberadaan KKB.

Hal itu terbukti karena pada Jumat (11/2/2023), aparat gabungan TNI-Polri mengevakuasi 33 warga Paro ke Distrik Kenyam karena aksi teror dan provokatif oleh KKB, sebagaimana yang disampaikan Kepala Penerangan Kodam XVII/Cenderawasih Kolonel (Kav) Herman Taryaman dalam keterangannya kepada Kompas.com.

"Warga berhasil dievakuasi setelah berjalan melintasi hutan dari kampungnya di Paro, kemudian berjalan menuju Quary Bawah dan selanjutnya dijemput menggunakan dua truk dan tiga kendaraan lainnya," kata Herman dalam keterangannya, Sabtu (11/2/2023) dini hari.

TNI-Polri pakai dua cara

Panglima Kodam XVII/Cenderawasih Mayjen Saleh Mustafa mengatakan, saat ini ada dua tahapan yang dilakukan TNI-Polri dalam operasi pencarian terhadap Philips.

Baca juga: Pimpinan DPR Minta Pencarian Pilot Susi Air Jadi Prioritas

Pertama, kata Saleh, dengan mengutamakan dialog. Mereka mendekati tokoh masyarakat dan tokoh agama setempat buat mencari tahu keberadaan Philips.

"Langkah ini akan terus dievaluasi, sejauh mana keberhasilan dari dialog yang dilakukan," kata Saleh dalam program Kompas Petang di Kompas TV, seperti dikutip pada Minggu (12/2/2023).

Cara kedua, kata Saleh, adalah dengan menggunakan pendekatan penegakan hukum.

"Kedua, hard approve. Hard approve ini mencari dan melakukan penegakan hukum. Kalau dalam militer, operasi pembebasan," ujar Saleh.

Pendekatan dengan meminta bantuan kepada tokoh masyarakat dan pemuka agama setempat sampai saat ini masih diutamakan.

Anggota Komisi I DPR Mayjen (Purn) TNI TB Hasanuddin meminta TNI tak bertindak gegabah dalam upaya penyelamatan Philips.

TB Hasanuddin mengingatkan, saat ini yang sepenuhnya berwenang untuk mencari pilot tersebut adalah kepolisian.

TNI, kata dia, hanya bisa menunggu perintah dari Polri jika dibutuhkan untuk membantu mereka.

"Sekarang kalau soal ini, ya tanyakan ke Kapolri lah itu gimana itu pilot itu. Kan tanggung jawabnya dia," kata Hasanuddin saat dihubungi, Jumat (10/2/2023).

Menurut TB Hasanuddin, aturan menjamin keamanan di Papua berada di tangan kepolisian. Namun, menurut dia, butuh penguatan dari personel TNI.

Hanya saja, ia mengatakan, hingga kini tidak ada peraturan yang menjadi payung hukum TNI untuk bisa melakukan operasi di Papua.

Ia lantas mengusulkan dibuatkan peraturan presiden (perpres) agar TNI bisa segera bertindak di Papua.

"Dengan Perpresnya begini, nanti bisa dilihat, oh ya kita operasi teritorial. Dengan Perpres begini, oke kita hanya operasi intelijen, atau dengan Perpresnya seperti apa di dalamnya kita nanti akan melakukan operasi tempur misalnya," kata TB Hasanuddin.

Baca juga: TB Hasanuddin Kritik Panglima yang Turunkan Syarat Masuk TNI

Namun, selama belum ada Perpres, Hasanuddin mengingatkan agar TNI tidak sembarangan melakukan operasi.

Sebab, menurut dia, keterlibatan TNI tanpa adanya payung hukum berupa Perpres malah memicu masalah baru.

"Harus ada, jangan sampai suatu saat seolah-olah prajurit TNI melakukan operasi tanpa perintah," ujar TB Hasanuddin.

"Begitu. Nanti lagi-lagi dikejar soal HAM, hak asasi manusia," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Nasional
Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com