HIMPUNAN Mahasiswa Islam (HMI) didirikan oleh Lafran Pane beserta 14 orang Mahasiswa Sekolah Tinggi Islam (kini Universitas Islam Indonesia).
Kelahiran HMI karena kehadiran organisasi mahasiswa sebelumnya (PMY - Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta) tidak dapat menyalurkan aspirasi keagamaan, utamanya agama Islam.
Tepat hari Rabu Pon 1878, 15 Rabiulawal 1366 H, atau tanggal 5 Februari 1947, Lafran Pane dkk menetapkan berdirinya HMI dengan tujuan, pertama, mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia.
Kedua, menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam.
Dua konteks tersebutlah yang membuat kehadiran HMI di masa lalu sangat besar manfaatnya, yang kini berganti waktu harus dikontekstualisasikan oleh teman-teman pengurus aktif mulai dari tingkat komisariat hingga pengurus besar. Setiap zaman ada orangnya, setiap orang ada zamannya.
Kita sedang berada dalam era VUCA (Volatility atau tidak stabil, Uncertainty atau tidak pasti, Complexity atau kompleksitas, Ambigiuty-ambiguitas), istilah yang diciptakan Warren Bennis dan Burt Nanus, dua pakar ilmu bisnis dan kepemimpinan dari Amerika.
Tidak ada yang menyangka dunia mengalami krisis akibat pandemi Covid-19, ini misalnya salah satu kondisi dunia yang kita hadapi sekarang. Perubahan terjadi sangat cepat, tidak dapat diprediksi karena disebabkan oleh banyak faktor yang sulit dikontrol.
Dampaknya pada organisasi seperti HMI, perlu segera adaptasi dalam proses rekrutmen dan pola kaderisasi.
Jika dulu semua pendidikan formal di kampus harus dijalani secara tatap muka, sehingga kaderisasi di HMI pun sama dengan menghabiskan waktu berhari-hari, kini perlu beradaptasi secara daring atau online.
Telah banyak masukan yang diberikan oleh keluarga besar HMI, misalnya kegiatan yang dilaksanakan oleh Yayasan Perkaderan Insan Cita (YPIC), MN KAHMI, dan PB HMI tahun 2021 dalam serial Webinar Perkaderan HMI dengan tema “Membangun Kembali Perkaderan HMI 1-3”.
Salah satu yang seringkali disadari bahwa Indonesia sedang mengalami bonus demografi, sejak tahun 2012 hingga tahun 2035, puncaknya antara tahun 2020-2030, angka usia produktif mencapai 70 persen dengan jumlah generasi muda mencapai 53,81 persen (milenial 25,87 persen, sentenial 27,94 persen).
Namun pertanyaan mendasar dari potensi besar tersebut, seberapa besar kontribusi HMI dalam menyukseskan agenda bonus demografi tersebut sebagai the window of opportunity.
Tentu signifikansi bisa terlihat jika hanya mengacu pada jumlah HMI cabang yang kini melebihi 200-an, tersebar di hampir 300 kabupaten/kota seluruh Indonesia.
Jenjang training di HMI mulai dari Latihan Kader 1, Latihan Kader 2, Latihan Kader 3, Latihan Khusus Kohati, Senior Course, hingga Training of Trainer.
Jika diestimasi dengan rata-rata, perkaderan di HMI setiap tahun mencapai 3500-an (9-10 pelatihan dalam sehari) membina sekitar 30 orang, artinya tiap tahun bisa mencapai 100.000 orang yang peroleh peningkatan kapasitas diri di HMI.