Marharyta Fabrykant dalam makalah ilmiahnya, ‘Nationalis at Work: Nationalism, Work Ethic, and Social Change in Cross-Cultural Comparative Perspective (2014) menyebutkan bahwa ‘nasionalisme’ dan ‘etos kerja’ tidak saling berhubungan secara simetris, tetapi masing-masing sama-sama saling menguatkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ‘nasionalisme’ memengaruhi ‘etos kerja’ lebih kuat daripada sebaliknya.
Hasil ini menegaskan bahwa gagasan ‘nasionalisme’ bisa menginspirasi warga bangsa untuk bekerja keras dengan berkontribusi dengan semangat berkorban untuk kepentingan bangsa.
Fakta bahwa hubungan positif antara ‘etos kerja’ dan ‘nasionalisme’ yang sepenuhnya dimoderasi oleh modernisasi.
Oleh karena itu, tatkala suatu bangsa memasuki tingkat modernitas yang lebih tinggi, maka elite penguasanya akan kehilangan alat mobilisasi berupa ‘nasionalisme’.
Bercermin pada fakta sejarah kebangkitan Nasional dan konsep ‘membangun jiwa bangsa’ yang pernah dilontarkan Bung Karno pada 17 Agustus 1956, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla menggaungkan gagasan ‘revolusi mental’.
Lebih daripada itu, Pemerintahan Jokowi mengaitkan konsep ‘nasionalisme’ (revolusi mental) dengan ‘etos kerja’ dan ‘kemakmuran’.
Pada tataran konsep, ‘revolusi mental’ adalah suatu gerakan untuk mengangkat kembali nilai-nilai strategis yang diperlukan bangsa dan negara Indonesia demi meraih kemakmuran.
Pada tataran strategis, ‘revolusi mental’ adalah upaya terencana dan terukur untuk menggembleng manusia Indonesia agar menjadi manusia yang berjiwa merdeka, berpikiran, bersikap, dan berperilaku terbuka pada kemajuan dan hal-hal yang modern.
Dengan begitu Indonesia menjadi bangsa yang besar dan mampu berkompetisi dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Dalam kehidupan sehari-hari, ‘revolusi mental’ berarti gerakan untuk menjadi manusia yang berintegritas, tidak koruptif, berdisiplin, mau bekerja keras, dan punya semangat gotong royong.
Jadi, melalui gerakan ‘revolusi mental’, Pemerintah Jokowi ingin menjadikan ‘nasionalisme’ sebagai ideologi yang kontekstual dan memiliki daya dorong yang kuat untuk meningkatkan ‘etos kerja’ warga bangsa di setiap bidang kehidupan.
Konsekunensinya, ‘nasionalisme’ warga bangsa Indonesia harus tercermin melalui, pertama, ‘etos kerja’ yang baik, sehingga memiliki produktivitas yang tinggi.
Kedua, mencintai, mengutamakan, dan mengonsumsi produk dan jasa dalam negeri sehingga pasar dan ekonomi nasional dapat bertumbuh makin kuat.
Ketiga, setia membayar pajak dan beacukai.