Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hasanuddin Wahid
Sekjen PKB

Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Anggota Komisi X DPR-RI.

Etos Kerja, Nasionalisme, dan Kemakmuran Bangsa

Kompas.com - 09/02/2023, 16:04 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Sepanjang era abad pertengahan Gereja Katolik merupakan pemilik tanah terbesar di Eropa, dengan aset likuid dan pendapatan tahunannya tak hanya jauh melampaui raja terkaya, tetapi semua bangsawan Eropa secara bersama.

Banyak biara memiliki lahan kebun 100.000 hektar. Bahkan, di Hongaria biara memiliki ladang seluas 250.000 hektar.

Selain di kalangan gereja Katolik, -jauh sebelum kelahiran Protestan juga- konsep ‘etos kerja’ juga berkembang di kalangan Islam dengan bersumber dari Al-Quran, As-Sunnah (ucapan dan perbuatan Nabi, serta ucapan dan perbuatan para sahabat Nabi).

Al-Quran memperlakukan pekerjaan sebagai sumber kehormatan. “Katakanlah: Bekerjalah dan Allah akan melihat pekerjaanmu” ([09:105 ). Mencari nafkah sangat penting sehingga Al-Qur'an merujuk pada pekerja dan pejuang di jalan Allah dalam ayat yang sama.(73:20).

Bahkan, Nabi Muhammad SAW menekankan bahwa kecemasan dan stres (kerja keras) dalam mencari nafkah pendapatan untuk menghidupi keluarga seseorang mengarah pada penebusan dosa dan bahwa “penghasilan terbaik adalah yang diperoleh seseorang melalui tangannya sendiri”.

Senada dengan itu, Umar (RA), sang sahabat Nabi dan Khalifah kedua, menyatakan bahwa “sangat tidak pantas bagi seorang Muslim jika tidak berusaha keras untuk mendapatkan roti dan mentega dan hanya berdoa agar Tuhan memberinya makanan”

Menurut Umar, walau bukan salah satu dari rukun Islam, bekerja adalah kewajiban bagi semua orang dan itu dipandang sebagai salah satu bentuk ibadah.

Nasionalisme dan etos kerja

Secara defenisi, ‘nasionalisme’ adalah ideologi yang didasarkan pada premis bahwa kesetiaan dan pengabdian individu kepada negara-bangsa melampaui kepentingan individu atau kelompok lainnya.

Meski memiliki latarbelakang sejarah yang berbeda, ‘etos kerja’ dan ‘nasionalisme’ punya kemiripan, karena keduanya sama-sama merupakan konsep tua yang menjadi sebuah gerakan modern.

Sejak zaman kuno dan sepanjang sejarah orang-orang telah melekat pada tanah air mereka, pada tradisi orangtua mereka, dan pada otoritas teritorial yang mapan, tetapi baru pada akhir abad ke-18 ‘nasionalisme’ mulai menjadi sentimen yang diakui secara umum membentuk kehidupan publik dan pribadi dan salah satu faktor penentu terbesar, dalam sejarah modern.

Bahkan, revolusi Amerika dan Perancis dapat dianggap sebagai manifestasi kuat pertama, dari konsep ‘nasionalisme’.

Setelah menembus negara-negara baru di Amerika Latin, pada awal abad ke-19 menyebar ke Eropa tengah dan dari sana, menjelang pertengahan abad, ke Eropa timur dan tenggara.

Pada awal abad ke-20, ‘nasionalisme’ berkembang di Asia dan Afrika. Dengan demikian, abad ke-19 disebut sebagai zaman nasionalisme di Eropa, sedangkan abad ke-20 menjadi saksi kebangkitan dan perjuangan gerakan nasional yang kuat di seluruh Asia dan Afrika.

Di Indonesia, ‘nasionalisme’ ditandai dengan kelahiran organisasi Boedi Oetomo pada 1908.

Selanjutnya, Hari Kebangkitan Nasional memotivasi abdi negara, penegak hukum, anggota legislatif, kalangan dunia usaha, pelajar dan mahasiswa, para pekerja dan seluruh rakyat Indonesia mengabdi untuk kepentingan bangsa dan negara.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com