Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sekjen PDI-P: Kalau Anak Bandung Tak Punya Spirit Guncangkan Dunia, Kita Sia-siakan Sejarah

Kompas.com - 27/01/2023, 23:56 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto mengingatkan generasi muda agar tak melupakan sejarah bangsa maupun tokoh-tokoh kemerdekaan.

Ia pun menceritakan kisah Presiden Pertama RI sekaligus Proklamator Kemerdekaan, Soekarno saat menjalani masa-masa pengasingan di Bandung.

"Bandung adalah tempat kontemplasi ideologis terpenting bagi Bung Karno. Alamnya yang indah mendorong situasi kontemplasi,” kata Hasto dalam acara "Ngobras" Ngobrol Bareng Sekjen, di Kantor DPC PDI-P Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat (27/1/2023).

Hal itu disampaikan Hasto di hadapan lebih dari 100 anak muda kota Bandung yang hadir dalam acara tersebut.

Baca juga: PDI-P dan PBB Jajaki Koalisi, Belum Bahas Capres-Cawapres

Ia mengatakan, dari kota Bandung lah semangat juang Soekarno semakin bergelora demi memerdekakan Indonesia.

Sehingga, PDI-P berharap anak-anak muda bisa mengambil semangat juang itu.

Di Bandung pula, lanjut Hasto, dilaksanakan Konferensi Asia Afrika (KAA) tahun 1955, yang kemudian menginspirasi Gerakan Non Blok (GNB). Kejadian itu yang mengubah peta dunia dengan lahirnya Dasa Sila Bandung.

“Dari kota Bandung yang indah ini bisa lahir Dasa Sila Bandung dan menjadi bagian dari sejarah dunia dengan warisan sejarah itu. Jadi kalau anak muda Bandung tak punya spirit mengguncang dunia, berarti kita sia-siakan sejarah kita sendiri,” tutur Hasto.

“Jangan kita sia-siakan sejarah Bandung yang terkenal di seluruh penjuru dunia itu,” tambahnya.

Baca juga: Gibran Digadang Nyagub, PDI-P Pilih Fokus Pileg dan Pilpres Terlebih Dulu

Sementara itu, Ketua DPD PDI-P Jawa Barat Ono Surono yang turut hadir menjadi pembicara, membahas soal relevansi pemikiran Soekarno dalam kondisi saat ini.

Ia mengaku prihatin karena survei menemukan hanya 30 persen anak muda yang merasa pemikiran Soekarno masih relevan dengan kondisi saat ini.

Artinya, jelas Ono, Soekarno dianggap sudah lewat, bahkan digantikan sosok tokoh bangsa lain atau bahkan sosok artis Korea.

“Padahal kondisi saat ini ya ajaran Soekarno itu masih relevan. Petani miskin, kaum Marhaen, kondisinya juga masih sama. Penjajahan budaya jelas terjadi. Dari sisi ekonomi, berdikari belum sepenuhnya karena banyak anak bangsa yang belum berdikari. Jadi ajaran Bung Karno masih relevan hingga saat ini,” beber Ono.

Ono juga menceritakan legasi Soekarno dan para pendiri bangsa dalam bentuk Pancasila.

Kata dia, selalu ada pihak yang berusaha menghilangkan Pancasila dari Indonesia sejak dulu.

Hal itu dinilai menjadi tantangan generasi muda. Namun, disayangkannya bahwa banyak anak muda saat ini tak sadar Indonesia bisa berdiri kokoh karena Pancasila.

“Ada survei bahwa bagi anak SMA merasa Pancasila tak relevan. Padahal Indonesja bisa tegak sendiri ya karena Pancasila," jelasnya.

"Di masa pandemi banyak negara ambruk. Tapi kita tegak berdiri karena Pancasila, yakni karena gotong royong," ujar Ono.

Sekadar informasi, acara ini turut dihadiri oleh budayawan Budi Dalton. Kemudian ada Ustadz Tatan Ahmadz Santana yang merupakan Pengurus Dewan Tafkir PP Persis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com