JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus ratusan anak yang meninggal karena kasus gagal ginjal akut setelah mengonsumsi obat sirup yang tercemar Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) akan kembali bergulir di meja hijau, Selasa (17/1/2023).
Gugatan class action ini sedianya sudah mulai disidangkan pada 13 Desember lalu. Namun, pengacara memutuskan untuk mencabut gugatan karena jumlah keluarga korban yang mengajukan gugatan bertambah menjadi 25.
Para keluarga menuntut pertanggungjawaban pemerintah dan perusahaan farmasi atas peristiwa yang terjadi.
Baca juga: Bareskrim Limpahkan Berkas Perkara Kasus Gagal Ginjal Akut Milik PT Afi Farma ke Kejagung
Saat dijumpai sebelumnya, kuasa hukum keluarga korban, Awan Puryadi, mengungkapkan, ada sejumlah pihak yang menjadi tergugat dalam kasus ini. Mereka adalah Kementerian Kesehatan serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dari pihak pemerintah.
Kemudian, PT Afi Farma Pharmaceutical Industry dan PT Universal Pharmaceutical Industries selaku produsen obat.
Selanjutnya, lima perusahaan supplier bahan baku obat, yakni PT Megasetia Agung Kimia, CV Budiarta, PT Logicom Solution, CV Mega Integra, dan PT Tirta Buana Kemindo.
Baca juga: Kasus Gagal Ginjal Akut, Polri Sebut BPOM Berwenang Cek dan Inspeksi Pedagang Besar Farmasi
Awan menyatakan, keluarga menuntut para tergugat membayar ganti rugi materiil dan imateriil.
Menurutnya, kerugian yang dialami keluarga korban ditaksir mencapai Rp 2 miliar per orang. Sementara itu, kerugian keluarga korban yang menjalani perawatan mencapai Rp 1 miliar dan Rp 50 juta per orang.
“Sudah kita formulasikan ada Rp 2 miliar untuk yang meninggal, Rp 1 miliar 50 juta untuk yang dirawat,” kata Awan saat ditemui awak media di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Selasa (13/12/2022).
Baca juga: Polri Masih Buru 2 Tersangka Kasus Gagal Ginjal Akut Anak dari CV Chemical Samudera
Menurut Awan, besaran kerugian materiil itu mengacu pada indeks yang kerap digunakan Badan Pusat Statistik (BPS) atas penentuan upah minimum.
Dengan menggunakan indeks itu, biaya yang harus dikeluarkan oleh satu keluarga dalam membesarkan anak berusia lima tahun dihitung.
Mereka akan mengalkulasikan biaya sejak dalam kandungan, persalinan, perawatan rumah sakit, dan lainnya.
“Kalau imateriil kita proyeksikan sampai anak itu usia pensiun dengan nilai yang minimal. Itu pun tidak kita masukkan semua. Hanya sekian persen,” ujar dia.
Baca juga: Komnas HAM Akan Minta Keterangan IDAI Terkait Kasus Gagal Ginjal Akut
Sementara itu, Mabes Polri telah menetapkan tersangka baru dalam kasus obat batuk beracun yang membunuh ratusan anak ini.
Tersangka baru itu berinisial AR selaku Direktur CV Samudera Chemical. Adapun tersangka pertama adalah E selaku bos perusahaan tersebut.