Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hanif Sofyan
Wiraswasta

Pegiat literasi di walkingbook.org

Nasib Ganjar Pranowo: Melejit di Dunia Maya, Nyelekit di Dunia Nyata

Kompas.com - 13/01/2023, 14:43 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Megawati sempat menanyakan kepada panglima TNI, apakah SBY diundang. Ketika tahu SBY hadir meski sebagai purnawirawan, padahal ketika itu sudah definitif menjadi President –Elect. Megawati kemudian tak lagi bertanya, dan pada saat upacara berlangsung, Megawati kembali bertanya perihal SBY.

Posisi duduk SBY sengaja diatur jauh dari panggung kehormatan. Namun hal yang membuat Megawati gundah adalah bahwa dalam kapasitas Megawati yang masih menjabat sebagai presiden meski diakhir masa jabatannya.

Justru SBY yang menjadi bintang di acara tersebut karena perhatian tamu tertuju padanya untuk memberikan selamat atas pencapaiannya sebagai presiden selanjutnya.

Dalam sambutanya, Megawati mengajak semua anak bangsa untuk “menerima dengan baik siapapun yang terpilih dalam pemilihan presiden dan wakil presiden putaran kedua”.

Ketika itu KPU sudah mengumumkan secara resmi pasangan SBY-Kalla sebagai pemenangnya. Megawati terisak dan suaranya tertahan. Bahkan defile pesawat tempur Sukhoi kebanggan tak lagi bisa menghiburnya.

Bahkan dua hari setelah pelantikan SBY, Megawati berpidato, bahwa “kita bukan kalah, tapi kurang suara”, meskipun diketahui bahwa selisih suara keduanya sangat besar.

Hal ini menunjukkan pada saat itu Megawati belum menerima kekalahannya. Sehingga ketika ia tanyakan pada kader apakah mereka bersedia merebutnya kembali, dengan jawaban bersedia, Megawati kemudian merasa tenang.

Ganjar menunggu momentum?

Situasi serupa bukan tidak mungkin terjadi berulang. Bukan dalam kapasitas Megawati menghalangi publik jika karena tekanan dan desakan politis yang mengucilkan Ganjar justru akan berbalik menjadi bentuk dukungan yang semakin masif dan besar.

Dan bukan tidak mungkin jika kondisi itu membuat Megawati mengambil keputusan untuk melepas Ganjar dari partainya karena dianggap membahayakan pada strategi dan rencana kebijakannya.

Jika itu terjadi, maka bukan tidak mungkin ia akan menjadi rebutan bagi partai lain yang melihat peluang elektabilitas dan momentum yang kurang lebih sama seperti yang terjadi pada SBY tahun 2004.

Situasi model itu justru makin mudah menggenapi rencana SBY merebut kursi RI –saat mendapat tekanan dari pimpinannya yang dianggap sebagai saingan tidak sejalan ide dan pemikirannya.

Sementara, Ganjar sendiri tampak tak ambil pusing soal pencapresan. Sebagaimana titah Megawati, Ganjar bilang, semua pihak harus bersabar menanti keputusan ketua umum PDI-P.

Apakah Megawati juga khawatir terulang kembali kejadian tahun 2004? Sehingga kali ini ia lebih berhati-hati, tidak memainkan sisi emosionalnya secara lugas.

Dan jika ia tak kuat menahan diri, bukan tidak mungkin Ganjar terlepas dari barisan partainya dan memainkan peran politiknya seperti halnya SBY dulu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Nasional
Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi 'Doorstop' Media...

Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi "Doorstop" Media...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com