JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI tak menggunakan sepenuhnya wewenang pemberian Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menata ulang daerah pemilihan (dapil) DPR RI dan DPRD provinsi.
Dalam Rapat Kerja/Rapat Dengar Pendapat Komisi II DPR RI, Rabu (11/1/2023), yang berlangsung 7 jam, KPU sempat dicecar hampir seluruh fraksi dengan bermacam topik politis yang berkelindan dengan kepentingan Senayan.
Ketika rapat diakhiri dengan pembacaan kesimpulan, KPU di luar dugaan menyepakati draf kesimpulan yang disodorkan sepihak oleh Komisi II.
Kesimpulan itu menyatakan, dapil Pemilu 2024 dalam Peraturan KPU kelak tetap menggunakan dapil Pemilu 2019 yang bersumber dari Lampiran UU Pemilu, ditambah dengan Perppu Pemilu yang mengatur dapil di 4 provinsi baru.
Baca juga: Parpol Diprediksi Akan Berupaya Intervensi KPU untuk Cawe-cawe Penentuan Dapil
Informasi yang dihimpun Kompas.com, KPU sebetulnya sudah menyiapkan 3 model simulasi alokasi kursi DPR RI sebagai tahap awal penentuan dapil berbasis kajian.
Namun, tawaran berbasis akademik ini tak berdaya menghadapi intervensi politik yang lebih digdaya.
Rapat diawali dengan pernyataan Ketua Komisi II Ahmad Doli Kurnia yang mengklaim seluruh fraksi kompak menolak perubahan desain dapil meski kini KPU RI berhak menentukan dapil baru.
Doli menegaskan bahwa seandainya ada rapat konsinyering antara mereka dengan KPU RI, mereka akan berpandangan bahwa KPU tetap hanya berwenang menata dapil untuk pemiligab legislatif (pileg) DPRD tingkat kota dan kabupaten sebagaimana selama ini.
"Jadi itu saya perlu sampaikan mewakili teman-teman yang sudah mengambil keputusan, kemarin dan silakan nanti kita bahas. Itu beberapa hal catatan yang perlu saya sampaikan di awal menjadi kesepakatan kita sebelumnya," kata Doli dalam rapat yang juga dihadiri Mendagri, Bawaslu, dan DKPP ini.
Baca juga: DPR Tolak KPU Atur Dapil Sesuai Putusan MK
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang menganggap putusan MK tidak memberi perintah bagi KPU RI untuk menata dapil DPR RI dan DPRD provinsi.
Junimart juga menggunakan senjata lain bahwa anggaran KPU untuk tahun 2023 tidak disetujui sebanyak usulan.
"Mau jadi masalah ini, Pak?" ujar Junimart.
"Jangan bikin kerja-kerja baru, Pak. Pusing Bapak nanti. Anggaran ora ono (tidak ada)," katanya lagi kepada Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari.
Berikutnya, Hasyim dicecar lagi terkait ucapannya soal pemilu sistem proporsional terbuka dan tertutup yang dilontarkan di forum Catatan Akhir Tahun 2022 Desember lalu.
Baca juga: Raker Komisi II-KPU Sepakati Dapil DPR dan DPRD Provinsi Tak Berubah pada Pemilu 2024
Diangkatnya topik ini menimbulkan perdebatan alot di ruang rapat, yang membuat penyelesaian forum ini molor dua jam.
Akhirnya, kesimpulan perihal dapil menjadi kesimpulan pamungkas. Hasyim Asy'ari tak memberi catatan berarti ketika Komisi II mengarahkan agar kesimpulan soal dapil sesuai keinginan Senayan. Kesimpulan itu pun diteken dalam waktu singkat.
Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 80/PUU-XX/2022 yang memberi kewenangan penuh KPU menata dapil lewat Peraturan KPU di Pemilu 2024 berangkat dari gugatan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Dalam gugatannya, Perludem melampirkan sejumlah bukti dapil versi DPR yang dikunci di Lampiran III dan IV UU Pemilu tak memenuhi 7 prinsip penyusunan dapil yang baik, yaitu memperhatikan prinsip kesetaraan nilai suara, ketaatan pada sistem pemilu yang proporsional, proporsionalitas, integralitas wilayah, berada dalam cakupan wilayah yang sama, kohesivitas, dan berkesinambungan.
Kemudian, ada beberapa wilayah yang dipaksakan digabung sebagai satu dapil hanya demi memenuhi alokasi minimum 3 kursi tanpa memperhatikan latar belakang sosiologis wilayah itu yang berbeda.