"Tim ini tidak meniadakan proses yudisial," kata Mahfud saat menyerahkan laporan Tim PPHAM ke Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Rabu.
Baca juga: Komnas HAM Sambut Baik Sikap Jokowi Atas Pengakuan 12 Peristiwa Pelanggaran HAM Berat
Mahfud juga menyampaikan, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM telah mengatur bahwa pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum tahun 2000 diselesaikan lewat pengadilan HAM ad hoc atas persetujuan DPR.
Sementara itu, pelanggaran HAM berat yang terjadi setelah tahun 2000 akan diadili melalui pengadilan HAM biasa.
Buktinya, kata Mahfud, pemerintah sudah membawa empat kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi setelah tahun 2000 tetapi para pelakunnya dibebaskan.
"Semua tersangkanya dibebaskan karena tidak cukup bukti untuk dikatakan pelanggaran HAM berat. Bahwa itu kejahatan, iya, tapi bukan pelanggaran HAM berat karena itu berbeda," ujarnya.
"Kalau kejahatannya semua sudah diproses secara hukum, tapi yang dinyatakan pelanggaran HAM beratnya itu memang tidak cukup bukti," kata Mahfud lagi.
Baca juga: 3 Poin Pernyataan Jokowi soal Pelanggaran HAM Berat
Mahfud mengatakan, UU Pengadilan HAM juga mengatur bahwa tidak ada masa kedaluwarsa untuk memproses hukum pelanggaran HAM berat.
Oleh karenanya, Mahfud memastikan pemerintah akan terus berupaya menempuh jalur yudisial untuk mengusut kasus-kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu.
"Kami akan terus usahakan itu dan persilakan Komnas HAM bersama DPR dan kita semua mencari jalan untuk itu," kata Mahfud.
"Jadi, tim ini tidak menutup dan mengalihkan penyelesaian yudisial menjadi penyelesaian non-yudisial, bukan, yang yudisial silakan jalan," ujarnya lagi.
Baca juga: Soal Penyelesaian Yudisial Pelanggaran HAM Berat, Menkumham: Tergantung Bukti-bukti
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.